Wednesday, May 25, 2011

ujungkelingking - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menemukan puluhan kasus perpajakan di tahun 2010 yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp. 1,17 triliun. Di antara kasus-kasus itu, penerbitan faktur pajak fiktif adalah modus yang paling banyak dilakukan tersangka penggelapan pajak.

Ditjen Pajak mengungkapkan, mereka telah menemukan sekitar 53 kasus tindak pidana perpajakan sepanjang tahun lalu. Dari jumlah tersebut, "Faktur pajak fiktif adalah modus yang paling dominan," kata Kasubdit Penyidikan Dirjen Pajak Muhammad Kifni, Jumat (20/5). Sayangnya, ia tak mengungkapkan rincian jumlah kasus faktur pajak fiktif yang terjadi.

Namun ia memaparkan, ada 17 kasus pajak yang tergolong P19 (berkas belum lengkap dan masih ditangan penyidik). Total kerugian negara dari ke-17 kasus ini mencapai Rp 233 miliar.

Kemudian, ada 20 kasus yang sudah dinyatakan tergolong P21 (berkas kasus lengkap dan sudah diserahkan ke pengadilan). Total Kerugian negara dari 20 kasus tersebut senilai Rp 513 miliar.

Sementara jumlah kasus yang sudah divonis mencapai 16 kasus. "Total kerugiannya Rp 424 miliar, dengan vonis bersalah," imbuh Kifni.

Sementara pada tahun ini sampai dengan April 2011, Ditjen Pajak mencatat ada 7 kasus yang tergolong P19, dengan kerugian negara sebesar Rp 65 miliar. Sedangkan yang masuk golongan P21sebanyak empat kasus, dengan kerugian negara Rp 6,5 miliar. Lantas jumlah kasus pajak yang telah mendapat vonis bersalah sejauh ini mencapai 7 kasus, dengan kerugian negara Rp 34,4 miliar.

Kifni menerangkan, Ditjen Pajak menemukan beberapa kasus yang sedang dalam proses penyidikan itu terkait faktur pajak bermasalah. Sebagai hukumannya, selain vonis dipengadilan, Ditjen Pajak telah melakukan penindakan. "Yaitu dengan melakukan sita aset dan pencekalan terhadap tersangka," tegasnya.

Di luar modus penerbitan dan penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, tersangka penggelapan pajak juga menggunakan berbagai modus lain. Misalnya dengan merekayasa atas penjualan atau omzet, serta menggelembungkan biaya dengan pembebanan biaya fiktif.

Sumber: www.ortax.org
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 25, 2011
Categories:

0 comments:

Post a Comment

Komentar Anda tidak dimoderasi.
Namun, Admin berhak menghapus komentar yang dianggap tidak etis.

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!