Showing posts with label RENUNGAN. Show all posts
Showing posts with label RENUNGAN. Show all posts

Tuesday, June 4, 2013

ujungkelingking - Peristiwa Isra' Mi'raj ini terjadi sekitar tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Banyak pendapat mengenai waktu terjadinya isra' mi'raj, namun tidak ada nash shahih yang menyebutkan dengan tepat kapan terjadinya peristiwa ini.

Peristiwa ini sungguh merupakan peristiwa yang luar biasa. Benar-benar di luar nalar manusia. Mustahil jika itu adalah perjalanan fisik, bagaimana mungkin seorang manusia bisa naik ke langit dan kembali lagi ke bumi dalam waktu semalam saja?

Dalam menjawab pertanyaan ini Allah subhanahu wa ta'ala, Tuhan semesta alam memberikan klarifikasi-Nya.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidi 'l-Haram ke Masjidi 'l-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
[Al-Israa': 1]

See this word: Allah-lah yang "memperjalankan". Dalam bahasa kita, Allah-lah yang menjemput dan mengantar Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam, dengan perantaraan Jibril. Maka dengan ini kita menjadi paham bahwa apa yang terjadi pada diri Rasulullah dalam peristiwa isra' mi'raj adalah atas kekuasaan Allah. Seorang Muhammad yang notebene adalah pure manusia tidak mungkin bisa melakukan itu semua. Tapi kalau Allah yang menjemput dan mengantar, apanya yang mustahil?

Banyak kejadian-kejadian yang dialami Rasulullah dalam peristiwa ini, baik ketika maupun setelah di-isra' mi'raj-kan. Namun dalam tulisan ini, penulis memfokuskan pada dua poin saja yang dianggap paling penting, yang bisa diambil dalam peristiwa ini.

  • Perintah agung sholat 5 waktu

Dalam perjalanan isra' mi'raj ini, Rasulullah (dan umat Islam secara keseluruhan) pada akhirnya menerima perintah sholat wajib 5 waktu. Karena agungnya dan begitu luar biasanya peristiwa isra' mi'raj ini, maka perintah untuk melaksanakan sholat ini juga menjadi perintah yang extraordinary.

Jika untuk perintah wajib yang lain Rasulullah "cukup" menerima wahyu dari langit, maka untuk perintah sholat 5 waktu ini Rasulullah sendiri yang dipanggil ke langit. Sebuah isyarat yang -sungguh- bukan main-main!

Karena luar biasanya kewajiban sholat ini, Allah juga memberikan kompensasi yang luar biasa pula.

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا، هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

Amalan-amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah sholat. Apabila sholatnya bagus, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan. Namun, apabila sholatnya rusak, sungguh dia akan kecewa dan rugi. Apabila sholat wajibnya ada suatu kekurangan, Rabb berfirman, "Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki sholat sunnah?" Lantas, kekurangan sholat wajibnya akan disempurnakan dengannya, kemudian seluruh amalannya (akan dihisab, pen.) seperti itu.
[Tirmidzi dan Nasa’i, di-shahih-kan oleh Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib]

Sholat ini kemudian menjadi tolok ukur amal ibadah seorang Muslim. Jika bagus sholatnya, maka akan bagus juga amal-amalnya yang lain. Begitu juga sebaliknya, jika jelek sholatnya, maka bisa jadi jelek pula ibadahnya yang lain.

Lalu adakah cara untuk mengukur seberapa bagus sholat kita?

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[Al-Ankabuut: 45]

Sederhana saja, sholat yang benar itu bisa mendidik kita menjadi seorang Muslim yang sebenarnya. Sholat yang bagus dapat mempengaruhi cara berpikir, cara bereaksi terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang lain. Maka jika dalam keseharian kita menjadi mampu menjaga diri dari hal-hal yang keji dan mungkar, dari kedzaliman dan sikap angkuh, dari sifat egois dan tidak peduli sesama, maka bisa dibilang pengajaran yang didapat dari sholat kita sudah berhasil.

  • Isra' Mi'raj, upaya filterisasi umat

Inilah dampak terpenting berikutnya.

Tak dapat dipungkiri, sekembalinya Rasulullah dari isra' mi'raj dan beliau mengisahkan kejadian tersebut, umat Islam dan kaum Quraisy pecah! Yang awalnya memang yakin dengan kerasulan Muhammad, semakin bertambah keyakinan dan keimanan mereka. Namun, bagi mereka yang awalnya menerima Islam dengan ragu-ragu, semakin bertambah keraguan mereka dan menganggap Islam hanyalah ajaran akal-akalan Muhammad. Ada orang-orang Quraisy yang menjadi masuk Islam setelah mendengar mu'jizat ini, pun tak sedikit yang murtad dari keislamannya gara-gara kejadian ini.

Dengan peristiwa ini Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak untuk "menyaring" pengikut-pengikut Rasulullah, mana yang benar-benar percaya kepada kerasulan dan ajaran Nabi Muhammad dan mana yang tidak.

Peristiwa ini juga sebagai motivasi bagi Rasulullah, karena setelah beliau diangkat menjadi Rasul, gangguan dan cercaan orang-orang Quraisy seakan tidak pernah berhenti dari beliau. Apalagi -menurut beberapa pendapat- peristiwa ini terjadi setelah 'ammu 'l-huzni (tahun kesedihan) dimana Rasulullah ditinggal mati oleh dua anggota keluarga tercinta; Khadijah dan Abu Thalib, paman beliau. Maka Allah mengangkat beliau ke langit untuk menunjukkan bahwa apa yang terjadi memang sudah digariskan, dan Allah terus bersama beliau. Dan dengan diperintahnya rasul-rasul terdahulu untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad menunjukkan tingginya kedudukan beliau di sisi Allah jalla wa 'alaa.

Maka peristiwa isra' mi'raj ini adalah sebuah peristiwa penting, baik bagi diri Rasulullah, juga bagi umat Muslim secara keseluruhan. Kita wajib mengimani kebenaran peristiwa ini dan apa-apa yang terjadi di dalamnya. Mengenai kapan pastinya peristiwa ini terjadi, bukanlah menjadi hal yang penting lagi.

Wallahu a'laam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 04, 2013

Tuesday, May 28, 2013

ujungkelingking - Tanggal 25 Mei 2013 kemarin (seharusnya) menjadi hari yang agung bagi pemeluk Budha di Indonesia. Namun sayang, ke-khidmat-an Waisak yang sakral tersebut rusak karena ulah orang-orang yang tidak mengerti makna 'menghormati'. Beritanya bisa diintip di sini.

Bagi kita yang Muslim, menghormati (baca: toleransi) terhadap agama lain tetaplah mengacu pada konsep "lakum dinukum wa liyadiin". Maksudnya adalah, silahkan Anda dengan kepercayaan Anda, biarkan kami dengan keyakinan kami. Silahkan beribadah menurut agama Anda, kamipun akan beribadah menurut agama kami. Kita saling menghormati, tidak akan saling merusuhi. Kami tidak akan mengganggu ritual ibadah Anda, pun begitu sebaliknya.

Jadi bukan dalam ritual ibadah-nya, akan tetapi di luar konteks ibadah. Itulah lingkup toleransi sebenarnya. Yang namanya keyakinan tidak boleh dicampur-adukkan, sebab jika sudah campur-aduk itu bukanlah keyakinan, tetapi sikap plin-plan.

Konsep inilah yang semenjak kedatangan Islam dipraktekkan oleh Rasulullah. Hasilnya, banyak dari kalangan di luar Islam yang menjadi tertarik dengan ad-Diin ini.

Dan bagaimana cara kita menghormati agama/kepercayaan orang lain, hingga saat ini, penulis hanya menemukan hanya dua cara saja untuk mengungkapkan sikap toleransi kita terhadap agama/kepercayaan lain, yaitu: [1] menjaga ketenangan dan tidak membuat gangguan/kerusuhan ketika orang lain sedang menjalankan ritual ibadah mereka, dan; [2] tidak menciptakan tekanan dan bertindak arogan terhadap orang lain ketika kita tengah merayakan hari besar/acara keagamaan Islam.

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, May 28, 2013

Tuesday, May 14, 2013

ujungkelingking - Dishare langsung dari Mbak Zulfa Putri Bungsu di jiples.



Jika anakmu berbohong,

itu karena engkau menghukumnya terlalu berat.


Jika anakmu tidak percaya diri,

itu karena engkau tidak memberi dia semangat.


Jika anakmu kurang berbicara,

itu karena engkau tidak mengajaknya berbicara.


Jika anakmu mencuri,

itu karena engkau tidak mengajarinya memberi.


Jika anakmu pengecut,

itu karena engkau selalu membelanya.


Jika anakmu tidak menghargai orang lain,

itu karena engkau berbicara terlalu keras kepadanya.


Jika anakmu marah,

itu karena engkau kurang memujinya.


Jika anakmu suka berbicara pedas, 

itu karena engkau tidak berbagi dengannya.


Jika anakmu mengasari orang lain,

itu karena engkau suka melakukan kekerasan terhadapnya.


Jika anakmu lemah,

itu karena engkau suka mengancamnya.


Jika anakmu cemburu,

itu karena engkau menelantarkannya.


Jika anakmu mengganggumu,

itu karena engkau kurang mencium dan memeluknya.


Jika anakmu tidak mematuhimu,

itu karena engkau menuntut terlalu banyak padanya.


Jika anakmu tertutup,

itu karena engkau terlalu sibuk.

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, May 14, 2013

Thursday, April 25, 2013

ujungkelingking - Kemarin, salah seorang teman perempuan di kantor menangis terisak-isak. Usut punya usut, ternyata dirinya baru saja mendapati kabar bahwa ibundanya yang di desa, meninggal dunia.

Sedih karena ditinggal pergi orang yang paling berpengaruh dalam hidup kita, itu sudah pasti. Namun yang paling membuatnya menyesal adalah karena sehari sebelumnya dirinya sudah diminta menjenguk ibunya di desa. Akan tetapi karena suatu hal (saya tidak mau berprasangka buruk disini), permintaan tersebut ditundanya. Dan kemarin, berita itu datang ketika dia sedang berkutat dengan pekerjaan kantornya...

Hanya penyesalan yang tersisa. Waktu tak pernah bisa diundur kembali.

***

Seringkali kita mendengar ungkapan "kita tak pernah tahu kapan ajal kita". Ungkapan ini biasanya digunakan sebagai pengingat agar kita senantiasa mempersiapkan diri, membawa sebanyak-banyaknya ibadah untuk bekal kita ketika nanti dipanggil oleh-Nya.

Namun, kita sering lupa bahwa ungkapan yang sama bisa saja terjadi pada orang-orang di sekeliling kita dan orang-orang terkasih kita. Orang-orang terkasih itu bisa saja sosok ibu atau ayah, pasangan kita, buah hati kita, atau siapapun yang dekat dengan kita.

Betapa banyak orang yang menyesal karena tak sempat mengungkapkan rasa sayangnya kepada orang-orang terkasih mereka. Jika Anda berada bukan pada posisi teman saya tersebut, mungkin Anda akan menyayangkan sikap teman saya tersebut. Namun, apapun komentar kita tidak akan mengubah apapun. Nasi sudah menjadi bubur.

Yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini adalah, cerita tentang teman saya itu biarlah tetap menjadi cerita bagi kita, yang akan selalu mengingatkan kita akan perlunya mengungkapkan perasaan kita terhadap orang-orang terkasih di sekeliling kita.

Bukti berupa perbuatan memang lebih baik, namun ungkapan berupa kata-kata seringkali memberi makna lebih dari apa yang telah kita lakukan.

I lop yu pul.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 25, 2013

Monday, April 15, 2013

ujungkelingking - Sesungguhnya kematian adalah hal yang pasti. Maka ketakutan terhadapnya adalah sia-sia. Namun begitu ada yang tetap harus kita waspadai, yaitu kematian yang su'u 'l-khatimah (akhir yang buruk). Karena hampir bisa dipastikan bahwa orang yang mati dalam keadaan su'u 'l-khatimah, neraka adalah tempat kembalinya. Naudzubillahi min dzalik.

Bagaimana agar kita terhindar dari kematian yang su'u 'l-khatimah?

Seridaknya ada 4 hal yang harus kita hindari. Keempat hal tersebut adalah:

1. Menunda-nunda taubat


وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
[Ali Imraan: 133]

Bertaubat -membersihkan diri- akhirnya menjadi hal yang amat urgent, sebab kita tak pernah tahu kapan nyawa kita dicabut. Bisa saja sebentar lagi atau besok diri kita hanya tinggal nama. Dan ketika kita mati dalam keadaan belum bertaubat, alangkah malangnya nasib kita kelak di hari pembalasan.


2. Panjang angan-angan

Islam amat menganjurkan manusia memiliki cita-cita yang tinggi. Cita-cita berkorelasi dengan kebaikan dan menuntut adanya usaha. Sedangkan panjang angan-angan adalah keinginan kosong. Panjang angan-angan ada juga yang mendefinisikannya sebagai menunda-nunda perbuatan baik dan menganggap bahwa hidupnya masih lama.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika engkau berada di sore hari janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari janganlah tunggu sampai datang sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang masa sakit. Pergunakanlah kesempatan hidupmu sebelum datang kematian.”

Maka solusinya adalah bersegera di dalam berbuat amal kebaikan.

Segeralah beramal sebelum datang tujuh perkara. Tidaklah yang kalian tunggu itu selain (1) kefakiran yang melalaikan; (2) kekayaan yang menyombongkan; (3) penyakit yang merusak; (4) usia tua yang melemahkan; (5) kematian yang melenyapkan; (6) kedatangan Dajjal sejahat-jahat yang dinantikan atau; (7) hari kiamat. Dan hari kiamat itu sangat pedih dan sangat pahit.
[Riwayat Tirmidzi]


3. Cinta maksiat

Seseorang yang cinta maksiat atau orang yang membiarkan dirinya larut dalam kemaksiatan sesungguhnya adalah orang yang lalai dari rahmat dan ampunan Allah subhanahu wa ta'ala. Ini adalah musibah terbesar dalam kehidupan karena ketika ketika kita lalai terhadap rahmat Allah dan lebih mencintai kemaksiatan kita, maka Allah akan membuka semua kesenangan dunia sehingga kita menjadi semakin lalai dan jauh dari-Nya. Dan kemudian tibalah waktunya adzab ditimpakan kepada kita. Dan itu tidak terduga-duga waktunya.


فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan;
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa;
Maka orang-orang yang lalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
[Al-An'am: 43-45]


4. Bunuh diri


وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

...Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu
[An-Nisaa': 29]


مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهَا خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا اَبَدًا, وَ مَنْ تَحَسَّى سُمَّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمَّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا أَبَدًا, و مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ في بَطْنِهِ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا

Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selamanya. Barangsiapa yang sengaja meminum racun hingga mati, maka racun itu tetap di tangannya dan dia meminumnya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada di tangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selamanya.
[Bukhari: 5778, Muslim: 109]

Dan karena beratnya adzab bagi orang yang bunuh diri, maka pantas jika imam Adz-Dzahabi menempatkan dosa ini ke dalam kelompok 70 Dosa-Dosa Besar.

Wallahu a'lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, April 15, 2013

Monday, April 8, 2013

ujungkelingking - Diambil dari kitab "Al-Kabaa'ir" (imam Adz-Dzahabi) yang memuat 70 (sebelumnya tertulis 40) macam-macam dosa berkategori dosa besar. Naudzubillahi min dzalik.

Beberapa belum diterjemahkan karena keterbatasan ilmu penulis. Bagi rekan-rekan yang mengetahui artinya, atau menyadari ada kekeliruan dalam penerjemahan atau penulisan teks arabic-nya, mohon agar bisa di-share di kolom komentar, atau inbox ke admin.


الشرك با لله 1.
Syirik kepada Allah
قتل النفس 2.
Bunuh diri
السحر 3.
(Melakukan) sihir
ترك الصلاة 4.
Meninggalkan sholat
منع الزكاة 5.
Menahan zakat
افطار يوم من رمضان بلا عذر 6.
Berbuka di hari Ramadlan tanpa adanya udzur
ترك الحجّ مع القدرة عليه 7.
Meninggalkan haji padahal mampu
عقوق الوالدين 8.
Durhaka kepada orangtua
هجرة الأقارب 9.

الزنا 10.
Zina
اللواط 11.
Hubungan seksual sejenis (homo, lesbian)
أكل مال اليتيم و ظلمه 12.
Memakan harta anak yatim dan mendloliminya
الكذب على الله و على رسوله 13.
Berdusta dengan nama Allah dan Rasul-Nya
الفرار مع الزحف 14.
Desersi
غشّ الإمام الرعية و ظلمه لهم 15.

الكبر 16.
Sombong
شهدة الزور 17.
Persaksian dusta
شرب الخمر 18.
Minum khamr
القمار (الميسر) 19.
Judi
قدف المحصنات 20.
Menuduh (berzina) perempuan yang sudah menikah
الغلول من الغنيمة 21.

الربا 22.
Riba
السرقة 23.
Mencuri
قطع الطريق 24.
Merampok
اليمين الغموس 25.
Sumpah palsu
الظلم 26.
Dlolim
المكاس 27.

ان يقتل الإنسان نفسه 28.
Membunuh
الكذب في غالب اقواله 29.

القضى السوء 30.
Hakim yang jahat
اخذ الرشوة على الحكم 31.
Suap dalam masalah hukum
تشبه المرأة بالرجال و تشبه الرجال بالنساء 32.
Perempuan menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai perempuan
الديوث المستحسن على اهله 33.
Suami yang dayyuts terhadap keluarganya
فى المحلل و المحلل له 34.
Muhallil dan Muhallal lahu
عدم التزه عن البول 35.

الرياء 36.
Riya'
التعلم للدنيا و كتمان العلم 37.
Belajar tentang keduniaan dan menyembunyikan ilmu
الخيانة 38.
Khianat
المنان 39.

التكذب بالقدر 40.
Mengingkari takdir
التسمع على الناس ما يسرون 41.
Menampak-nampakkan kepada publik apa yang tersembunyi
النمام 42.
Tukang fitnah
اللعان 43.
Menuduh (istri) berzina
العدروعدم الوفاء بالعهد 44.
Mengingkari perjanjian
تصديق الكاهن والمنجم 45.
Membenarkan ucapan dukun dan peramal
نشوز المرأة على زوجها 46.
Istri durhaka kepada suami
التصوير فى الثياب والحيطان والحجر وغيرها 47.
Menggambar di pakaian, dinding, batu, dsb.
اللطم والنياحة وغيرها 48.
Meratapi (jenazah), dsb.
البغى 49.
Melampaui batas
الإستطالة على الضعيف والمملوك والجارية والزوجة والدابة 50.

أذى الجار 51.
Meremehkan tamu
أذى المسلمين وستمهم 52.
Membahayakan kaum Muslimin...
أذية عباد الله 53.

إسبال الإزارا والثوب واللباس والسراويل 54.
Memanjangkan kain pakaian dan celana
لبس الحرير والذهب للرجال 55.
Memakai sutra dan emas bagi laki-laki
إباق العبد 56.

الذبح لغيرالله عزّ وجل 57.
Menyembelih tanpa menyebut nama Allah
فيمن ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم 58.

الجدال والمراء واللدد 59.
Debat kusir
منع فضل الماء 60.
Menahan air
نقص الكيل والذراع والميزان 61.
Mengurangi takaran dan timbangan
الأمن من مكرالله 62.

أذية أولياء الله (الموجد هو أجرها فقط) 63.

ترك الجماعة في صلى وحده من غير عذر 64.
Meninggalkan jama'ah dalam sholat tanpa ada udzur
الإصرار على ترك صلاة الجمعة والجماعة من غيرعذر 65.

الإضرار بالوصية 66.
Mengubah wasiat
المكر والخديعة 67.
Berlaku tipu daya
من جسّ على المسلمين ودل على عورتحم 68.
Membuka aib kaum Muslimin
اخذ من الصحابة رضوان الله عليهم اجمعين 69.

اكل الحرام وتناوله على اي وجه كان 70.
Memakan dan mengambil yang haram
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, April 08, 2013

Thursday, March 7, 2013

ujungkelingking - Dalam surah An-Nahl ayat 43 tersebut,


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl: 43]

'Ahli dzikir' pada ayat di atas kerap diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan; orang yang berilmu di bidangnya. Padahal ada suatu kaidah berbunyi, "hukum awal dari sebuah (arti) kata adalah arti secara harfiahnya". Maka untuk menetapkan arti yang lain dari arti denotasinya, dibutuhkan sebuah dalil.

An-Nahl ayat selanjutnya berbunyi,


بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu adz-dzikrah (Al-Qur'an) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. [An-Nahl: 44]

Di ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menggunakan nama 'adz-dzikrah' untuk menyebut Al-Qur'an. Maka korelasinya dari ayat sebelumnya -tentu- yang dimaksud dengan 'ahli dzikir' itu adalah ahlu 'l-Qur'an atau orang yang mengerti dan paham tentang Al-Qur'an, sebutan yang paling umum adalah para Ulama'.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/571-572)

Sedang tentang 'majelis dzikir', Imam Al-Qurthubi menjelaskan, "Majelis dzikir adalah majelis ilmu dan nasehat (peringatan). Yaitu majelis yang diuraikan padanya firman-firman Allah, sunnah Rasul-Nya, dan keterangan para salafus shaleh serta imam-imam ahli zuhud yang terdahulu..." (Fiqh Sunnah 2/87)

Hujjatul Islam -Imam Al-Ghazali- mengatakan, "Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah: tadabbur Al-Qur'an, mempelajari agama, dan menghitung-hitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita." (Faidhu 'l-Qadir 5/519)


Penyebutan 'ahli dzikir' memang lebih menarik perhatian, kenapa harus ahli dzikir?

Kita tahu bahwa isi dari Al Qur’an bukan hanya berkisah tentang orang-orang terdahulu, akan tetapi tiap rangkaian kata yang dipakainya mempunyai arti yang amat luas dan dalam. Karena itu tidak semua orang bisa dan bebas men-terjemahkannya ke dalam bahasa lain karena dibutuhkan disiplin ilmu tertentu.

Di dalam surah Ali Imraan ayat 190-191 dijelaskan bahwa ahli dzikir itu adalah ulil albab, yang diterjemahkan sebagai ‘orang-orang yang berakal’,


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, [Ali Imraan: 190]

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". [Ali Imraan: 191]


Maka logikanya dengan An-Nahl: 43 adalah bahwa jika bertanya, bertanyalah kepada orang yang berakal, bukan kepada orang yang tidak berakal.

Kenapa tidak diartikan kepada ‘orang yang memiliki ilmu pengetahuan’ saja?

Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu luas sekali. Dan jika yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan –selain ulama’- maka mereka mungkin hanya tahu hal-hal yang kasat mata saja, hanya tahu hal-hal yang dapat terjangkau oleh sains mereka. Lebih dari itu, tidak.

Mereka mungkin juga tahu mana yang baik (haq) dan mana yang bathil, namun belum tentu mereka mengamalkannya. Seorang koruptor, misalnya, mereka bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan. Mereka adalah orang-orang yang paham hukum. Namun, justru karena ilmu yang dimilikinya mereka mampu melakukan korupsi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda,

“Perbedaan antara orang berdzikir dan yang tidak adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” [Bukhari, Muslim dan Baihaqi]


Cukup jelas dan tegas perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah ini. Jika dilogikakan kembali dengan An-Nahl: 43, jika bertanya, maka bertanyalah kepada orang yang hidup, bukan kepada “orang mati”!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 07, 2013

Tuesday, February 12, 2013

ujungkelingking - Bahkan para Nabi pun tidak tahu apa maksud diperintahkan sesuatu kepada mereka.

Nabi Nuh tidak tahu bahwa akan datang banjir besar ketika disuruh membuat sebuah bahtera.

Nabi Ibrahim tidak pernah tahu bahwa Ismail akan diganti dengan seekor kambing ketika disuruh menyembelih putranya.

Nabi Musa pun tidak tahu bahwa laut akan terbelah ketika diperintah memukulkan tongkatnya.

Bahkan, Rasulullah pun tidak pernah tahu bahwa Madinah akan menjadi sentral perkembangan Islam ketika disuruh hijrah kesana.

Mereka tidak tahu apa maksud perintah-perintah tersebut. Mereka hanya tahu bahwa mereka harus melaksanakan perintah tersebut. Meskipun seringkali di luar nalar.

Kenapa perempuan yang sudah baligh harus menutup aurat, padahal itu "aneh"? Kenapa laki-laki harus menundukkan pandangannya, padahal itu sulit? Kenapa harus berpuasa, padahal itu berat? Kenapa tetap harus bersedekah meskipun kondisi keuangan kita di ujung tanduk? Dan terlalu banyak perintah-perintah dari Allah dan Rasul-Nya untuk kita pertanyakan sebab dan tujuannya.

Karena itu konsep "lihat apa yang dibicarakan, jangan lihat yang berbicara" hanya berlaku dalam lingkup sosial-amal. Sedang dalam konteks keimanan yang berlaku adalah "lihat siapa yang berbicara, bukan apa yang dibicarakan".

Begitupun seharusnya dengan kita. Ketika kita yakin bahwa yang memerintahkan hal tersebut adalah Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh ada keraguan. Lakukan saja, dan nantikan 'kejutan' dari Dia.


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

"... Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqaraah: 216)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, February 12, 2013

Thursday, January 31, 2013

ujungkelingking - Berkenaan dengan hari kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam, pada postingan sebelumnya, saya secara pribadi (dan secara awam) berpendapat bolehnya "merayakan"nya adalah dengan berpuasa. Hal tersebut didasarkan pada hadits Abu Qatadah,
"Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan aku diutus." (Muslim)
Sementara dari hadits Usamah bin Zaid, seringnya Rasulullah berpuasa pada hari Senin dan Kamis adalah,
"Dua hari ini dilaporkan amal kepada Rabbu 'l-alamiin, dan aku ingin, ketika amalku dilaporkan, aku sedang berpuasa." (Nasa'i, dihasan-shahihkan oleh Albani)

Dari kedua hadits ini bisa diambil kesimpulan bahwa alasan Rasulullah berpuasa pada hari Senin adalah:
  1. Karena pada hari tersebut amalan seorang hamba dilaporkan. Dan beliau ingin tercatat berpuasa ketika catatan amal diserahkan.
  2. Sebagai bentuk syukur atas kelahiran dan diutusnya beliau. Dan penting untuk digarisbawahi bahwa hal ini beliau lakukan setiap pekan (setiap Senin) dan bukan setiap tahun.

Dari sini, soal puasa hari Senin tentu bukan perselisihan lagi.

Nah, menjadi celah perdebatan kemudian adalah ketika kita berpuasa -khusus- dalam rangka memperingati kelahiran beliau.

Dalam kaidah ushu 'l-fiqh, terdapat kaidah: "Al-ashlu li 'l-ibadat li 't-tahriim" (hukum asal dari setiap bentuk ibadah adalah haram). Disini mengandung pengertian bahwa kita boleh melaksanakan suatu ibadah jika sudah ada dalil terlebih dahulu. Jika tidak ada perintah, baik dari Al-Qur'an maupun Hadits, maka amalan tersebut menjadi terlarang hukumnya.

Diantara puasa-puasa sunnah yang diajarkan oleh Nabi, tidak pernah sekalipun Rasulullah mengajarkan puasa Maulid. Artinya, berpuasa -khusus- untuk memperingati maulid nabi adalah terlarang. Namun hal itu berbeda konteksnya ketika maulid tahun ini karena jatuh pada tanggal 24 Januari 2013, hari Kamis. Maka sunnah berpuasa pada hari itu adalah karena Kamis-nya, bukan karena maulid-nya.

Maka benar, bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah adalah dianjurkan. Namun salah, bila untuk mengisinya malah kita melakukan hal-hal yang malah tidak diperintahkan.

Tulisan ini adalah sebagai ralat dari postingan saya sebelumnya. Namun, postingan sebelumnya tidak saya hapus, mudah-mudahan cukup sebagai pembanding bagi yang pro dan kontra saja. Dan mudah-mudahan juga setiap perbedaan mampu mendewasakan cara berpikir kita, melapangkan hati kita untuk menerima kebenaran.

Materi diambil dari http://www.konsultasisyariah.com/puasa-di-hari-maulid-nabi/#axzz2JX5TwZ9h



Sebelumnya saya menulis tentang:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 31, 2013

Wednesday, January 23, 2013

ujungkelingking - Sebagian umat Muslim yang menolak biasanya beralasan dengan hadits,


لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ الله وَرَسُوْلُهُ
"Janganlah kalian ithra' kepadaku, sebagaimana orang-orang Nasrani ithra' kepada Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya. Maka katakanlah, 'hamba Allah dan Rasul-Nya'."

Ithra' adalah berlebih-lebihan dalam memuji. Jadi larangan yang dimaksud di dalam hadits di atas adalah larangan memuji yang melampaui batas, sehingga sampai pada taraf mengkultuskan. Seperti yang kita tahu, bahwa orang Nasrani 'terlalu' menghormati Isa, sehingga menganggapnya sebagai Tuhan, atau anak Tuhan. Dan pada hari yang dianggap sebagai hari kelahirannya, diperingati sebagai hari raya, diadakan perayaan pada hari itu dan acara makan-makan. Ini yang menyebabkan sebagian umat Muslim menganggap peringatan maulid Nabi itu tidak boleh dilakukan. Dikhawatirkan terjadi tasabbuh (menyerupai) terhadap umat beragama lain.

Pun juga, andai peringatan hari kelahiran Rasulullah ini adalah sesuatu yang baik, tentulah para shahabat dan ulama'-ulama' salaf akan lebih dulu mengamalkannya.

Namun, sebagian yang lain beranggapan sebaliknya. Bahwa memperingati kelahiran Rasulullah itu boleh (baca: sunnah) untuk dilakukan. Beralasan dengan hadits,

Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu, Rasulullah shallallhu alahi wa salaam pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawab, "Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya wahyu atasku." (Muslim: 1162)

Lalu bagaimana cara kita meng-integrasikan kedua hadits di atas?

Terlepas dari perdebatan kapan sebenarnya kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam (banyak versi tentang ini), sebenarnya, dari hadits yang terakhir kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata Rasulullah pun 'merayakan' hari kelahiran beliau. Merayakannya, namun dengan cara yang lain, yaitu berpuasa. Ini adalah cara untuk menyelisihi orang-orang di luar Islam dalam merayakan hari kelahiran.

Karena itu, tentu saja para shahabat dan para ulama' salaf 'tidak terlihat' merayakan hari kelahiran Nabi karena mereka merayakannya tidak dengan perayaan pesta, menggelar pengajian akbar atau pun acara makan-makan. Karena, mereka merayakannya dengan cara berpuasa.

Andai -ini andai, ya- kita mempertanyakan kepada para shahabat atau para ulama' tersebut, "Kenapa berpuasa pada hari Senin?", tentulah mereka akan menjawab, "Untuk mengikuti sunnah Rasulullah". Nah, andai juga kita bertanya kepada Rasulullah dengan pertanyaan yang sama, maka kita sudah mendapatkan jawaban tersebut melalui hadits Muslim tersebut di atas.

And last but not least, segala perbedaan yang disikapi dengan kedewasaan akan menjadi rahmat bagi agama ini. Yang menolak, bertujuan untuk menjaga umat dari tasabbuh terhadap umat lain. Yang setuju, hendaknya berhati-hati agar tidak terjebak ithra'.


nb. Tulisan ini hanyalah pemikiran yang masih awam dari penulis. Sangat bijak jika tidak menjadikan tulisan sebagai rujukan. Hehe,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 23, 2013

Friday, January 11, 2013

ujungkelingking - Khutbah Jum'at siang ini menarik sekali. Dibuka dengan sebuah hadits yang menyatakan bahwa 'ucapan alhamdulillah itu memenuhi mizan'. Artinya adalah nilai (pahala) ucapan ini akan menjadikan berat timbangan amal kita.

'Alhamdulillah', biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai 'segala puji hanyalah milik Allah'. Namun, sebelum lebih jauh penjelasan tentang ini, kita perlu melihat bahwa kalimat ini diawali dengan huruf "al" ( ال ). Dalam bahasa Arab, ada 3 macam huruf "al";

Pertama, disebut dengan "al" ma'rifat. Di dalam bahasa Inggris maknanya sama dengan 'the', yaitu untuk membatasi atau menunjuk tertentu. Misalnya, "madrasatu" berarti "sekolahan". Jika ditambah "al" menjadi "al-madrasatu" maka maknanya adalah "sekolahan itu" atau "sekolahan tersebut". Kita lewati saja pembahasan tentang "al" yang pertama ini.

Kedua, "al" kaamilah (sempurna). Contohnya adalah pada kata "ar-rahman". Kata ini merupakan bentuk superlatif dari "rahima", sehingga dapat diartikan sebagai "paling penyayang". Namun dengan adanya tambahan "al", maka sifat "paling penyayang" yang dimiliki Allah adalah sempurna sekali. Bahasa Indonesia memadankannya dengan kata "maha". Sehingga kita mengartikannya "maha penyayang".
Karena itu, Anda yang sedang ber-status "maha"siswa tak sepantasnya -dan sungguh amat memalukan- bila apa yang Anda lakukan jauh dari nilai-nilai yang tercakup dalam nama tersebut. Yang saya maksudkan di sini adalah tentang tawuran, narkoba, atau pun pergaulan bebas. (Oke, ini sedikit menyimpang, namun bukan ini yang hendak kita bahas)

Ketiga -dan ini yang paling penting- disebut "al" nakirah (umum; semua; segala). Karena itu dalam lafadz alhamdulillah terpakai arti "segala" puji atau "semua" pujian hanyalah milik Allah subhanahu wa ta'alaa.

Contoh yang paling dekat dari penggunaan "al" ini adalah dalam kata "assalamu alaikum". Karenanya kita mengartikannya "segala keselamatan (selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat dunia, selamat akhirat; semuanya) semoga tetap atasmu". Karena itu, kita yang diberi salam, wajib membalasnya dengan mencantumkan "al"-nya kembali. Jadi seharusnya kita menjawab bukan wa alaikum salam, akan tetapi wa alaikum as-salam atau wa alaikumussalam

Timbul satu pertanyaan, pada lafadz alhamdulillah memangnya ada berapa macam pujian sehingga kita harus mengartikannya "segala" atau "semua" pujian?

Dilihat dari "alur"nya, pujian itu ada 4 macam.

1. Pujian Allah terhadap dzat-Nya sendiri


سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ  الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambanya..." (Al-Israa: 1)

2. Pujian Allah kepada makhluk

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (Al-Qalam: 4)
Allah memuji akhlak Rasulullah. Meskipun Allah memuji makhluk, namun secara hakikat sebenarnya Allah memuji diri-Nya sendiri. Bukankah Dia sendiri yang menciptakan makhluk tersebut?

3. Pujian makhluk kepada Allah

4. Pujian makhluk kepada makhluk

Yang perlu digarisbawahi adalah pujian kita terhadap makhluk pada hakikatnya adalah pujian kita terhadap Allah. Pujian kita terhadap bunga yang cantik, alam yang indah, sosok yang berwibawa sebenarnya adalah pujian kita terhadap Allah, karena Allah-lah yang menciptakan dan menjadikannya seperti itu.

***

Nah, poin yang terakhir inilah yang menjadi inti dari tulisan ini. Dari poin ini kita bisa mengambil 2 kesimpulan:

  • Kesimpulan pertama, jika memuji makhluk adalah sama dengan memuji Allah, maka ketika seseorang sedang memuji kita, maka hakikatnya dia sedang memuji Allah.

"Wah, gila! Anda hebat, analisis Anda akurat sekali, Bung!"
"Ulasan Anda sungguh bernas dan tajam!"

Dia sedang memuji Anda? Jangan dulu ge-er, dia secara hakikat sedang memuji Allah, pencipta kita.
Ada satu pertanyaan, jika seandainya Allah membuka aib kita di hadapan semua makhluk, apakah akan ada yang memuji kita? Tidak, tidak akan ada!

Karena itu bisa dikatakan bahwa ketika seseorang memuji kita, maka itu sebenarnya dia sedang memuji "tutup" yang Allah berikan atas aib-aib kita.

Kalau saya tidak salah ingat, Imam Ibnu Taimiyyah pernah menangis ketika ada seseorang memuji beliau. Beliau mengatakan, "Jangan kalian memuji saya, sebab seandainya kalian tahu aib-aib saya niscaya kalian akan melemparkan pasir ke wajah saya".


  • Kesimpulan kedua, jika memuji makhluk adalah sama dengan memuji Allah, maka menghina makhluk hakikatnya adalah kita sedang menghina Allah.

Seorang Emha Ainun Najib pernah menganalogikan begini, seseorang melihat sebuah lukisan dan dia tidak senang dengan lukisan tersebut. Lalu ia pun mencoret-coret lukisan tersebut. Lukisan tersebut pasti tidak akan membalas dan hanya diam. Lalu siapa yang marah?

Ya, sang pemilik lukisan!

Sama ketika kita menghina seseorang. Sering bukan ketika sedang terjebak macet di jalan raya, kita memaki-maki orang yang di depan kita yang tak juga kunjung bergerak? Lalu kita tekan klakson berkali-kali sambil bergumam sendiri, "Dasar goblok!". Orang tersebut mungkin tidak mendengarnya, sehingga dia diam dan tidak membalas apa-apa. Sadarkah Anda, Anda sedang membuat 'pemilik orang tersebut' marah! Bisa saja Allah langsung menumpahkan kemarahannya kepada Anda. Bukankah, menghina dan mencaci orang lain adalah cara termudah untuk mencelakakan diri sendiri?!


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela." (Al-Humazah: 1)

nb. Dari sebuah khutbah Jum'at, ditulis sebagai pengingat diri sendiri.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, January 11, 2013

Saturday, January 5, 2013

ujungkelingking - Seorang kawan di lingkaran Google+ mengingatkan saya akan sebuah quisioner yang cukup menarik. Dia meminta untuk melanjutkan kata-katanya berikut ini:
  1. Allah menjadikan TERTAWA dan ...
  2. Allah itu MEMATIKAN dan ...
  3. Allah menciptakan LAKI-LAKI dan ...
  4. Allah memberikan KEKAYAAN dan ...
Sekedar asumsi saja, mayoritas dari kita akan menjawab sebagai berikut:
  1. MENANGIS
  2. MENGHIDUPKAN
  3. PEREMPUAN
  4. KEMISKINAN
***

Oke, untuk membuktikan apakah jawaban kita itu benar 100% atau tidak, kita bisa melihat kunci jawaban-nya di Al-Qur'an, tepatnya pada Surah An-Najm ayat 43, 44, 45 dan 48.

Apakah benar Allah menjadikan 'tertawa' dan 'menangis'?
Jawab:

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى
"Dan bahwasannya Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis," (53:43)

Apakah benar Allah itu 'mematikan' dan 'menghidupkan'?
Jawab:

وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا
 "Dan bahwasannya Dia-lah yang mematikan dan menghidupkan," (53:43)

Apakah benar Allah menciptakan 'laki-laki' dan 'perempuan'?
Jawab:

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى
"Dan bahwasannya Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan," (53:44) 

Apakah benar Allah memberikan 'kekayaan' dan 'kemiskinan'?
Jawab:

وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَى وَأَقْنَى
"Dan bahwasannya Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan," (53:48)

Ternyata,
jawaban kita benar hanya sampai pada poin ketiga.

Ternyata,
Allah tidak pernah memberikan kepada manusia 'kemiskinan'. Sebab ternyata manusia sendiri-lah yang menciptakan 'kemiskinan' untuk dirinya sendiri.

Saat seorang menusia tak pernah mensyukuri apa yang dipunyai, dan terus iri lagi ambisi untuk mendapatkan apa yang tidak dimiliki, maka pada saat itu dia sesungguhnya telah menjadi orang 'miskin'.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, January 05, 2013

Friday, December 28, 2012

ujungkelingking - Dari status seorang teman, tentang memberi dan berharap balasan. Dia menganalogikan memberi sebagai pembilang, sedangkan mengharap balasan sebagai penyebut.

Secara matematis, suatu bilangan yang dibagi dengan bilangan lain, maka jika makin besar penyebutnya maka akan semakin kecil hasil yang didapat. Sebaliknya, jika makin kecil penyebutnya maka hasilnya semakin besar.

1/2 = 0.5

Lebih lanjut dikatakan, jika seseorang memberi dengan berharap sesuatu yang lebih besar (pada contoh, memberi 1 namun berharap mendapat 2), maka dia hanya akan mendapatkan separuh. Lebih sedikit dari yang diberikannya.

1/1 = 1

Kemudian dicontohkan lagi jika kita memberi seseorang namun berharap mendapatkan balasan yang sama, maka kita akan mendapatkan hal yang sama tersebut.
Lalu bagaimana jika kita memberi tanpa mengharap balasan apapun (nol)?

1/0 = ∞

Hasilnya adalah, TAK TERHINGGA!

Ternyata keikhlasan menjadikan kita jauh lebih beruntung, hehe...

***

nb: sepanjang yang saya tahu, hasil dari pembagian suatu bilangan dengan penyebut sama dengan nol masih diperdebatkan, apakah infinite (tak terhingga) ataukah undefined (tak terdefinisikan).
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 28, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!