ujungkelingking - Dari sebuah Khutbah Jum'at.
Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah ditanya seseorang tentang puasanya. Kira-kira begini: "Ya Rasulullah, kenapa Anda berpuasa (di hari) Senin?". Jawaban Rasulullah adalah, "karena hari Senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana Al-Qur'an diturunkan."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dan dari keterangan ini kita bisa menyimpulkan;
Satu, bahwa memperingati hari kelahiran Nabi adalah sah-sah saja. Tentu ini dengan catatan bahwa memperingatinya bukan dengan acara-acara yang bertentangan dengan syar'i. Salah, kalau kita -dengan label- memperingati maulid Nabi tapi yang digelar justru acara dangdutan, goyang syahwat, dsb. Memperingati kelahiran Nabi tentu menjadi bernilai pahala bila diisi dengan ibadah untuk menghormati beliau. Malah yang mengadakan acara-acara gak bener di ataslah yang justru menghina dan melecehkan Rasulullah.
Kedua, menjadi terlogikakan bahwa malam kelahiran Rasulullah (bukan malam peringatannya lho!) lebih mulia daripada malam Lailatul Qadr. Argumen ini didukung dengan dasar hadist Rasulullah di atas, bahwa dalam sastra Arab, kata yang disebut pertama menunjukkan lebih utama dan penting dari yang disebut selanjutnya. Dasar kedua adalah dalam Al-Qur'an tidak pernah dinyatakan bahwa malam Lailatul Qadr adalah malam yang paling utama. Surah Al-Qadr menyatakan bahwa malam turunnya Al-Qur'an itu adalah "lebih mulia dari seribu bulan". Yang ingin saya tekankan disini adalah tidak pernah disebutkan dalam Kitab bahwa malam tersebut adalah malam yang paling mulia, yang ada "hanya" lebih mulia dari seribu bulan. Karena itu tentu tidak benar bila dikatakan bahwa malam Lailatul Qadr itu lebih mulia daripada malam kelahiran Rasulullah.
Dasar selanjutnya mungkin logika yang sangat sederhana: bila malam kelahiran Muhammad shallallahu alaihi wa salaam tidak pernah ada, apa mungkin ada malam Lailatul Qadr? Dan jika untuk malam Lailatul Qadr saja kita rela beribadah mati-matian, lalu kenapa untuk malam Maulid Nabi tidak?
Dasar keempat adalah seperti yang tertuang dalam surah Yunus ayat ke 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira". Karunia Allah dan rahmat-Nya adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Ibnu Abbas radhiallahu anhu mengatakan bahwa yang disebut dengan "karunia Allah" itu adalah ilmuNya Allah, Yang Maha Luas, Maha Tak Terbatas. Sedangkan yang disebut dengan "rahmat Allah" adalah seperti yang dijelaskan dalam Al-Anbiya: 107,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, malainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
Maka, bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad adalah dianjurkan dalam Islam. Tapi bergembira disini bukanlah bergembira yang menyalahi syari'at. Bergembira dengan semakin memperbanyak syukur dan ibadah kita, bergembira dengan menyemarakkan pengajian di masjid-masjid dan surau-surau. Dan untuk kemudian yang maha penting dari sekedar peringatan-peringatan tersebut adalah peneladanan diri terhadap sosok beliau, bukankah beliau diutus untuk menyempurnakan (baca: menjadi panutan) akhlaq kita?
Semoga.
nb: Sejarah Maulid Nabi dimulai di tahun 586 M, dimana saat itu pasukan Muslim tengah gencar-gencarnya diserang oleh pasukan Mongol (Jengis Khan), sumber lain menyebut pasukan Kristen Eropa. Karena itu para pimpinan pasukan Muslim bermusyawarah agar bagaimana semangat pasukan Muslim tetap terjaga untuk menghadapi serangan musuh.
Maka digelarlah acara semacam pasar malam selama 7 hari 7 malam agar pasukan Muslim menjadi termotivasi dengan semangat perjuangan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya dahulu. Dan terbukti kemudian kemenangan diperoleh oleh pasukan kaum Muslimin.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, February 15, 2012
0 comments:
Post a Comment
Komentar Anda tidak dimoderasi.
Namun, Admin berhak menghapus komentar yang dianggap tidak etis.