ujungkelingking - Sebagian umat Muslim yang menolak biasanya beralasan dengan hadits,
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ الله وَرَسُوْلُهُ
"Janganlah kalian ithra' kepadaku, sebagaimana orang-orang Nasrani ithra' kepada Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya. Maka katakanlah, 'hamba Allah dan Rasul-Nya'."
Ithra' adalah berlebih-lebihan dalam memuji. Jadi larangan yang dimaksud di dalam hadits di atas adalah larangan memuji yang melampaui batas, sehingga sampai pada taraf mengkultuskan. Seperti yang kita tahu, bahwa orang Nasrani 'terlalu' menghormati Isa, sehingga menganggapnya sebagai Tuhan, atau anak Tuhan. Dan pada hari yang dianggap sebagai hari kelahirannya, diperingati sebagai hari raya, diadakan perayaan pada hari itu dan acara makan-makan. Ini yang menyebabkan sebagian umat Muslim menganggap peringatan maulid Nabi itu tidak boleh dilakukan. Dikhawatirkan terjadi tasabbuh (menyerupai) terhadap umat beragama lain.
Pun juga, andai peringatan hari kelahiran Rasulullah ini adalah sesuatu yang baik, tentulah para shahabat dan ulama'-ulama' salaf akan lebih dulu mengamalkannya.
Namun, sebagian yang lain beranggapan sebaliknya. Bahwa memperingati kelahiran Rasulullah itu boleh (baca: sunnah) untuk dilakukan. Beralasan dengan hadits,
Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu, Rasulullah shallallhu alahi wa salaam pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawab, "Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya wahyu atasku." (Muslim: 1162)
Lalu bagaimana cara kita meng-integrasikan kedua hadits di atas?
Terlepas dari perdebatan kapan sebenarnya kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam (banyak versi tentang ini), sebenarnya, dari hadits yang terakhir kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata Rasulullah pun 'merayakan' hari kelahiran beliau. Merayakannya, namun dengan cara yang lain, yaitu berpuasa. Ini adalah cara untuk menyelisihi orang-orang di luar Islam dalam merayakan hari kelahiran.
Karena itu, tentu saja para shahabat dan para ulama' salaf 'tidak terlihat' merayakan hari kelahiran Nabi karena mereka merayakannya tidak dengan perayaan pesta, menggelar pengajian akbar atau pun acara makan-makan. Karena, mereka merayakannya dengan cara berpuasa.
Andai -ini andai, ya- kita mempertanyakan kepada para shahabat atau para ulama' tersebut, "Kenapa berpuasa pada hari Senin?", tentulah mereka akan menjawab, "Untuk mengikuti sunnah Rasulullah". Nah, andai juga kita bertanya kepada Rasulullah dengan pertanyaan yang sama, maka kita sudah mendapatkan jawaban tersebut melalui hadits Muslim tersebut di atas.
And last but not least, segala perbedaan yang disikapi dengan kedewasaan akan menjadi rahmat bagi agama ini. Yang menolak, bertujuan untuk menjaga umat dari tasabbuh terhadap umat lain. Yang setuju, hendaknya berhati-hati agar tidak terjebak ithra'.
nb. Tulisan ini hanyalah pemikiran yang masih awam dari penulis. Sangat bijak jika tidak menjadikan tulisan sebagai rujukan. Hehe,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 23, 2013
Pandangan setiap muslim memang bebeda-beda, secara pribadi saya akan lebih memilih mengikuti sunah rasul,, semoga kita tidak terjebak pada Ithra' , terimakasih atas pencerahannya...
ReplyDeleteYa, kita bahkan tdk tahu apakh kita termasuk satu golongan yg slmat nantinya...
DeleteJd, lakukan saja apa yg kita percayai kebenarannya, soal org lain, kita hormati saja keyakinannya.