Showing posts with label MOTIVASI. Show all posts
Showing posts with label MOTIVASI. Show all posts

Thursday, November 24, 2011

ujungkelingking - Seorang ulama besar di jaman setelah jaman Rasulullah -maaf, saya lupa nama beliau- pernah suatu hari mendapat kabar bahwa pasar tempat beliau berdagang terbakar. Semua toko dan kios yang ada disana ludes dilalap si jago merah. Namun anehnya, hanya toko beliau yang selamat dari amukan api. Oleh seseorang hal ini disampaikan kepada beliau,

“Ya Syeikh, pasar anu telah terbakar. Namun untungnya toko anda sama sekali tidak terbakar!” Begitu kira-kira pesan yang disampaikan orang tersebut.

Mendengar itu sontak ulama ini mengucap, “Alhamdulillah…”

Namun setelah itu beliau langsung beristighfar karena disadarinya kekeliruan ucapannya.

***

Mendapat kabar gembira, sudah sewajarnya kita bersyukur (baca: mengucap hamdalah), tapi tentu akan menjadi salah tempat jika kegembiraan kita itu berdiri di atas kesusahan orang lain. Kesusahan dan kesulitan mungkin adalah sebuah ujian, tapi kegembiraan dan kekayaan belum tentu menjadi imbalan atas kebaikan yang pernah kita lakukan. Bisa jadi hal itu merupakan sebuah ujian juga.

Jadi, kegembiraan yang kita terima jangan menjadikan kita lupa diri dan menjadi manusia congkak. Maka penting untuk belajar dari do’a Nabi Sulaiman, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku…”

Note:

buat Mas Ibas, selamat atas pernikahan Mas dengan Mbak Aliya, mudah-mudahan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah,
buat Bpk. Presiden Indonesia, mudah-mudahan gempita acara tidak mampu mengalihkan perhatian bapak kepada masalah krusial bangsa ini, dan
buat rekan-rekan Kompasianers, selamat pagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, November 24, 2011

Friday, October 21, 2011

ujungkelingking - Tadi pagi sempat terlibat percakapan dengan seorang atasan saya. Obrolan biasa dan ringan. Masalah kejadian di sepanjang perjalanan ke kantor, sampai tentang pengemis-pengemis yang bertebaran di jalan-jalan. Sampai kemudian atasan saya mengatakan bahwa dirinya tidak suka bersedekah kepada pengemis-pengemis itu.

Lho kok?

Ternyata, menurut atasan saya bahwa pengemis-pengemis itu sejatinya adalah orang-orang yang berkecukupan. Mereka punya rumah yang cukup bagus, bahkan, ada yang memiliki kendaraan roda empat!

Terlepas benar-tidaknya informasi itu, pada akhirnya menimbulkan “keraguan” dalam benak beberapa orang (termasuk kita?) untuk bersedekah. Mereka sudah kaya kok di-sedekahi, begitu pemikiran yang muncul. Lebih baik bersedekah kepada orang yang betul-betul membutuhkan, timpal yang lain. Tapi darimana kita tahu bahwa orang tersebut memang benar membutuhkan atau pura-pura membutuhkan? Ya, lebih amannya disurvey dulu. Alamak… kita mau ngasih berapa juta sih? Lagian kapan mau sedekahnya kalau survey-survey melulu?

Keraguan yang sama nyatanya juga pernah mampir dalam pikiran saya. Saat itu saya bermaksud memberikan sedikit recehan kepada sekelompok anak jalanan di suatu perempatan. Tiba-tiba terpikir oleh saya, wah jangan-jangan sama anak-anak ini uang itu akan dibelikan hal-hal yang gak penting. Rokok, misalnya. Padahal saya tidak suka melihat orang merokok. Lha ini malah saya yang membelikan rokok? Atau bahkan dibelikan minuman keras???

Tapi akhirnya, uang itu tetap saya berikan ke anak-anak itu. Kenapa? Karena saya tak mau pusing dengan siapa orang yang saya beri. Saya juga tak ambil peduli mau diapakan uang tersebut. Saya juga tak mau repot-repot survey sana-sini hanya untuk sekedar “menentramkan” hati saya. Agama saya mengajarkan agar kita tidak perlu repot-repot mementingkan “hasil”, tapi fokus saja pada “usaha”. Andai hasilnya menyimpang, itu sudah bukan urusan kita lagi. Kita sudah memberi, dan ikhlas. Itu cukup. 

Innamal a’maluu bin niyah…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 21, 2011
ujungkelingking - Dalam setiap lomba menulis, pada salah satu syaratnya pasti dicantumkan bahwa karya harus orisinil, atau tulisan harus asli karya sendiri dan sebagainya. Tapi tidak pernah disebutkan bahwa ide harus orisinil. Kenapa?

Karena memang tidak ada ide yang orisinil.  Ide, bagaimanapun juga –meminjam istilah Pak Bas*- sudah tersedia di langit. Kita cuma perlu mengambilnya. Itu saja.

Karena itulah kalau kita melihat garis besar sebuah plot cerita atau karya tulis, kita akan menemukan banyak yang memiliki persamaan dengan karya penulis lain. Dari kisah dua orang yang jatuh cinta tapi tidak direstui orang tua –kemudian lari, atau sepasang kekasih yang sedang punya masalah lalu akhirnya salah satu dari mereka memilih pergi untuk menenangkan diri, dan kemudian bertemu orang lain dan jatuh cinta. Atau dua orang yang asalnya saling membenci tapi pada akhirnya karena suatu peristiwa menjadikan mereka menyadari ketertarikan satu sama lain. Nah, cerita-cerita semacam ini bertebaran dimana-mana. Dari satu ide yang sama lalu dikembangkan dengan cara penulisan dan tehnik yang sama sekali berbeda.

Inilah yang sebenarnya disebut sebagai “karya orisinil”. Kita bebas menentukan ide yang manapun tanpa harus takut dianggap melakukan plagiat. Karena itu, jangan minder kalau ide yang akan kita tulis sudah keduluan orang lain. Unggulkan karya Anda dengan tehnik yang unik, bedakan melalui gaya penulisan yang khas. Caranya?

Terus menulis.

Bismillah.




*http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/17/sastrawan-sunaryono-basuki-saya-ini-tukang-ketik/
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 21, 2011

Monday, September 19, 2011

ujungkelingking - Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengikuti halal-bihalal di gedung tempat kantor saya bertempat. Dalam sambutan yang disampaikan oleh salah satu pembicara dikatakan bahwa untuk menjalankan sebuah bisnis atau untuk mencapai kesuksesan sebuah bisnis diperlukanlah modal. Bagi kebanyakan orang bila disebut "modal", maka persepsinya adalah uang. Dari situ kita menarik kesimpulan bahwa modal yang utama adalah, uang. Ini yang menarik, Anda tahu kenapa?

Dalam sambutannya itu beliau menyampaikan ada 4 modal yang harus dimiliki seorang pengusaha. Beliau menyebutkannya dari urutan belakang. Artinya, dari yang kurang penting hingga ke yang paling penting. 

Modal ke 4: UANG

Terkejut? Ya, menurut beliau uang menempati posisi terakhir dari empat modal yang harus dimiliki oleh seorang entrepreneur. Artinya -menurut beliau- uang bukan sesuatu yang prioritas, yang bila tidak ada uang, segalanya akan mandeg. Dan tidak adanya modal ke-empat ini menjadi tidak masalah bila kita memiliki ketiga modal yang lainnya. 

Modal ke 3: PINTAR

Anda memiliki uang tapi tak pintar mengelolanya, maka pasti salah satu dari dua ini. Bila tidak habis karena pemborosan, pastilah bangkrut karena tertipu orang lain.
Karena itulah, modal ke-tiga ini jauh lebih penting daripada modal ke-empat. 

Modal ke 2: NETWORKING

Jaringan kerja. Lobi atau koneksi terhadap relasi. Membina hubungan baik dengan mereka adalah modal ke-dua terpenting untuk mencapai keberhasilan bisnis kita. Memiliki kemampuan dalam hal ini, maka ketiadaan dana akan bisa tersiasati. 

Modal ke 1

Bila modal networking, kepintaran dan uang sudah disebutkan di atas, maka kira-kira apa yang belum disebutkan? Dia adalah modal terpenting diantara semua yang telah disebutkan, karena tanpa adanya modal ini sepertinya kesuksesan yang diharapkan menjadi semakin jauh jaraknya. Dan modal itu sudah dianugerahkan Allah kepada kita, hanya saja sering kita abaikan dan tidak kita jaga dengan baik.

Dan modal terpenting itu adalah, KESEHATAN.

Maka, apakah ada yang lebih penting dari nikmat sehat yang dianugerahkan kepada kita?
Bila kita tak bisa menjawabnya, maka tak ada alasan bagi kita untuk menunda berusaha. Berusaha demi sebuah keberhasilan yang diharapkan.
Bukankah modal keberhasilan terpenting sudah kita miliki?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, September 19, 2011

Wednesday, June 8, 2011

ujungkelingking - Bila seharian ini saya masih bernafas, maka itu berarti saya sudah menghirup udara gratis di dunia ini selama 233.280 jam, atau itu berarti sekitar 13.996.800 menit! Sebuah itung-itungan yang fantastis, tapi kebanyakan dari kita tidak pernah menyadarinya. Termasuk saya juga. Padahal, andai kita gagal menghirup udara selama 5 menit saja, kita sudah pasti “selesai” disini. Tapi begitulah kita, tak pernah sadar.

Begitu juga saya, sudah usia segini tapi masih belum “jadi apa-apa”. Masih begini-begini saja. Padahal, bertambah usia berarti berkurang umur. Banyak harapan, banyak rencana, tapi tak pernah te-realisasi, hanya karena tak pernah mau mencoba melangkah. Orang bilang, setiap permulaan itu sulit -saya bisa tambahkan- dan kita-lah yang harus membuatnya jadi lebih mudah.

Sayangnya, semua masih sebatas tulisan di kertas, cuma pikiran di dalam kepala. Saya, jujur saja, selalu takut melangkah. Takut jatuh, takut sakit, takut kecewa, takut shock, takut bangkrut, dan banyak lagi ketakutan-ketakutan yang menyelubungi hidup saya –yang saya sendiri yakin– bahwa ketakutan-ketakutan itu sesungguhnya tidak beralasan.

Untuk maju kita harus mulai melangkah. Katanya, perjalanan satu mil dimulai dari langkah pertama. Untuk tahu bagaimana cara berusaha yang benar, kita mungkin harus melakukan kesalahan dan gagal, untuk kemudian mempelajari kegagalan tersebut. Istilah di kampung saya "trial and error", hehe...

Bukankah semakin banyak dan sering kita berbuat kesalahan atau gagal, berarti kita semakin dekat dengan keberhasilan. Dan sebaliknya jika tidak pernah mencoba sama sekali berarti masih jauh dari keberhasilan. -Dale Carnegie-

Semuanya – sepertinya – harus dimulai dari cara berpikir kita. Baik saya maupun Anda. Pikiran sukses menciptakan orang sukses, kata John Kehoe, seorang penulis dari Irlandia. Tentunya pemikiran-pemikiran yang positif. Karena sebenarnya yang membuat orang gagal bukan apa yang ia pikirkan bahwa ia bisa, melainkan apa yang ia pikir bahwa ia tidak bisa. Itu seperti yang dikatakan Zig Ziglar, motivator dari negeri Paman Sam. Maksudnya, bila kita berpikir kita bisa, kita akan bisa. Sebaliknya, bila kita berpikir kita tidak bisa, maka itu berarti kita sudah gagal.

Tapi penting juga diingat bahwa ada dua jenis kegagalan.

Kegagalan yang pertama adalah orang yang berfikir, tetapi tidak pernah berbuat. Yang kedua adalah orang yang berbuat, tetapi tidak pernah berfikir. Artinya, setelah berpikir positif, maka langkah selanjutnya adalah action. Sebagian orang bermimpi untuk sukses sementara yang lainnya bangun dan bekerja keras untuk sukses. Saya dan Anda menjadi bagian yang mana, adalah bagaimana kita mensikapi pemikiran kita. Bahkan, kalau menganut kata Ernest Newman, seorang kritikus musik dari Inggris, orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. Dan mereka tidak takut gagal. Bukankah, bagi seorang ilmuwan semacam Herman Kahn, pengambilan resiko adalah intisari inovasi?

Sebaliknya, bila mereka ternyata gagal, mereka tidak menyebut hal itu sebagai kegagalan. Sebab bila sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, maka mereka menerimanya sebagai bagian dari tanggung jawab. Orang selalu menyalahkan keadaan untuk sesuatu yang terjadi pada dirinya. Sedangkan orang-orang sukses selalu bangkit dan mencari situasi yang mereka inginkan. Jika tidak menemukannya, mereka akan menciptakannya. -George Bernard Shaw-

Disamping kesemuanya itu, ada satu hal lagi yang cukup penting, yang perlu juga saya tulis disini. Saya kutip dari ungkapan James M. Barrie, bahwa rahasia kebahagiaan (saya menyebutnya, kesuksesan) bukanlah melakukan apa yang kita sukai, tapi menyukai apa yang kita lakukan.

Kita sering terjebak disini. Bukannya menyukai apa yang kita kerjakan, tapi lebih kepada mengerjakan apa yang kita sukai, padahal apa yang kita sukai itu tidak menghasilkan apa-apa untuk kita.

Maka penting untuk menyukai apa yang kita kerjakan, agar kita punya daya tahan lebih saat kita jatuh. Bila tidak, kita sangat mungkin terjebak pada depresi dan pesimistis.

Kesimpulannya, semakin matang usia kita, harusnya semakin sukses kita. Kita, harus memulainya sekarang juga. Memang tidak ada kata terlambat untuk berusaha, tapi bila kita terus menunda-nunda, maka itulah yang disebut kebodohan. Jika Anda menangguhkan segala hal sampai merasa yakin, Anda tidak akan menyelesaikan apa-apa. -Norman Vincent Peale-

At least, satu ungkapan yang amat menyejukkan hati, berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. –Einstein-

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, June 08, 2011

Saturday, April 30, 2011

ujungkelingking - Allah menciptakan para setiap hamba agar selalu mengingat-Nya, dan Dia menganugerahkan rezeki kepada setiap makhluk ciptaan-Nya agar mereka bersyukur kepada-Nya. Namun, mereka justru banyak yang menyembah dan bersyukur kepada selain Dia.

Tabiat untuk mengingkari, membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, Anda tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari kebaikan yang pernah Anda berikan, mencampakkan budi baik yang telah Anda tunjukkan. Lupakan saja bakti yang telah Anda persembahkan. Bahkan, tak usah resah bila mereka sampai memusuhi Anda dengan sangat keji dan membenci Anda sampai mendarah daging, sebab semua itu mereka lakukan adalah justru karena Anda telah berbuat baik kepada mereka.

Dan, mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. [At-Taubah: 74]

Anda bisa buka kembali catatan dunia tentang perjalanan hidup ini. Yang di dalam salah satu babnya diceritakan tentang seorang ayah telah memelihara anaknya dengan baik. la memberinya makan, pakaian dan mendidiknya hingga menjadi orang pandai. Ia rela tidak tidur demi anaknya, rela untuk tidak makan asal anaknya kenyang, dan bahkan, mau bersusah payah agar anaknya bahagia.

Namun apa jadinya, ketika sudah berkumis lebat dan kuat tulang-tulangnya, anak itu bagaikan anjing galak yang selalu menggonggong kepada orang tuanya. la tak hanya berani menghina, tetapi juga melecehkan, acuh tak acuh, congkak, dan durhaka terhadap orang tuanya. Dan semua itu, ia tunjukkan dengan perkataan dan juga tindakan.

Karena itu, siapa saja yang kebaikannya diabaikan dan dilecehkan oleh orang-orang yang menyalahi fitrahnya, sudah seyogyanya menghadapi semua itu dengan kepala dingin. Dan, ketenangan seperti itu akan mendatangkan balasan pahala dari Dzat yang perbendaharaan-Nya tidak pernah habis dan sirna.

Ajakan ini –tentu- bukan untuk menyuruh Anda meninggalkan kebaikan yang telah Anda lakukan selama ini, atau agar Anda sama sekali tidak berbuat baik kepada orang lain. Ajakan ini hanya ingin agar Anda tak goyah dan terpengaruh sedikitpun oleh kekejian dan pengingkaran mereka atas semua kebaikan yang telah Anda perbuat. Dan janganlah Anda pernah bersedih dengan apa saja yang mereka perbuat.

Berbuatlah kebaikan hanya demi Allah semata, maka Anda akan menguasai keadaan, tak akan pernah terusik oleh kebencian mereka, dan tidak pernah merasa terancam oleh perlakuan keji mereka. Anda harus bersyukur kepada Allah karena dapat berbuat baik ketika orang-orang di sekitar Anda berbuat jahat.

Dan, ketahuilah bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di bawah.

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. [Al-Insan: 9]

Masih banyak orang berakal yang sering hilang kendali dan menjadi kacau pikiranya saat menghadapi kritikan atau cercaan pedas dari orang-orang sekitarnya. Terkesan, mereka seolah-olah belum pernah mendengar wahyu Ilahi yang menjelaskan dengan gamblang tentang perilaku golongan manusia yang selalu mengingkari Allah.

Dalam wahyu itu dikatakan:

Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. [Yunus: 12]

Anda tak perlu terkejut ketika menghadiahkan sebatang pena kepada orang bebal, lalu ia memakai pena itu untuk menulis cemoohan kepada Anda. Dan Anda tak usah kaget, bila orang yang Anda beri tongkat untuk menggiring domba gembalaannya justru memukulkan tongkat itu ke kepala Anda.

Itu semua adalah watak dasar manusia yang selalu mengingkari dan tak pernah bersyukur kepada Penciptanya sendiri Yang Maha Agung nan Mulia.

Begitulah, kepada Tuhannya saja mereka berani membangkang dan mengingkari, maka apalagi kepada saya dan Anda?

Dicuplik dari “La Tahzan”
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, April 30, 2011

Thursday, March 31, 2011

ujungkelingking -

“Tidaklah sakitnya seorang Muslim, dan rasa lelahnya, dan kesedihannya, dan kecemasannya, melainkan itu menjadi kafarat (penutup) bagi dosanya.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan menyegerakan musibah baginya di dunia…”

Diceritakan, seorang perempuan di jaman Rasulullah menderita penyakit epilepsi yang menahun, yang penyakit itu bisa kambuh kapan saja dan dimana saja. Dan orang-orang akan menjauhi dirinya karena hal itu.

Maka perempuan ini mendatangi Rasulullah, minta didoakan kesembuhan baginya.

Kejadian selanjutnya yang kemudian membuat kisah ini menjadi menarik. Karena Rasulullah tidak langsung mendoakannya, akan tetapi memberikan dua pilihan baginya. Dua pilihan tersebut adalah, Rasulullah mendoakan kesembuhan baginya, dan pasti dia akan sembuh dari penyakitnya. Atau, dia bersabar dengan penyakitnya itu, dengan Syurga menantinya.

Masya Allah, dasar perempuan sholihah. Dia memilih opsi yang kedua, bersabar dengan penyakitnya.

Suatu bentuk kesadaran bahwa dunia tidaklah penting. Tak masalah kalau kemudian dijauhi orang-orang karena penyakitnya itu. Ada tujuan lain yang lebih menggiurkan baginya.


Kisah yang lain

Pernah ada seorang raja yang amat dhalim. Hampir setiap orang pernah merasakan kezalimannya itu. Suatu ketika, raja dzalim ini tertimpa penyakit yang sangat berat. Maka seluruh tabib yang ada pada kerajaan itu dikumpulkan. Dibawah ancaman pedang, mereka disuruh untuk menyembuhkannya. Namun sayangnya tidak ada satu tabib pun yang mampu menyembuhkannya. Hingga akhirnya ada seorang rahib yang mengatakan bahwa penyakit sang raja itu hanya dapat disembuhkan dengan memakan sejenis ikan tertentu, yang sayangnya saat itu bukanlah musimnya ikan itu muncul ke permukaan.

Betapa gembiranya raja mendengar kabar ini. Meskipun raja menyadari bahwa saat ini bukanlah musim ikan itu muncul kepermukaan namun disuruhnya juga semua orang untuk mencari ikan itu.

Aneh, walaupun belum musimnya, ternyata ikan itu sangatlah mudah ditemukan. Hingga akhirnya raja itupun sembuh dari penyakitnya.

Di lain waktu dan tempat, ada seorang raja yang amat terkenal kebijakannya. Ia sangat dicintai oleh rakyatnya. Pada suatu ketika, raja yang bijaksana itu jatuh sakit. Dan ternyata kesimpulan para tabib sama, yaitu obatnya adalah sejenis ikan tertentu yang saat ini sangat banyak terdapat di permukaan laut. Karena itu mereka sangat optimis rajanya akan segera pulih kembali.

Tapi yang terjadi adalah, ikan yang seharusnya banyak dijumpai di permukaan laut itu, tidak ada satu pun yang nampak. Walau pihak kerajaan mengirimkan para ahli selamnya, tetap saja ikan itu tidak berhasil ditemukan. Sehingga akhirnya raja yang bijaksana itu pun meninggal dunia.

Dikisahkan para malaikatpun kebingungan dengan kejadian itu. Akhirnya mereka menghadap Sang Khaliq dan bertanya, “Ya Tuhan kami, apa sebabnya Engkau menggiring ikan-ikan itu ke permukaan sehingga raja yang dzalim itu selamat, sementara pada waktu raja yang bijaksana itu sakit, Engkau menyembunyikan ikan-ikan itu ke dasar laut sehingga akhirnya raja yang baik itu meninggal?”

Allah menjawab, “Wahai para malaikat-Ku, sesungguhnya raja yang zalim itu pernah berbuat suatu kebaikan. Karena itu Aku balas kebaikannya itu, sehingga pada waktu dia datang menghadap-Ku, tidak ada lagi kebaikan sedikitpun yang dibawanya. Dan Aku akan tempatkan ia pada neraka yang paling bawah. Sementara raja yang baik itu pernah berbuat salah kepada-Ku, karena itu Aku hukum dia dengan menyembunyikan ikan-ikan itu, sehingga nanti dia akan datang menghadap-Ku dengan seluruh kebaikannya tanpa ada sedikit pun dosa padanya, karena hukuman atas dosanya telah Kutunaikan seluruhnya di dunia”.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 31, 2011

Friday, March 25, 2011

ujungkelingking - Dunia berdecak kagum dengan mentalitas masyarakat Jepang. Disaat terjadi gempa dan tsunami yang demikian dahsyat dan mematikan, mereka tetap mengantri dengan tertib di supermarket untuk membeli kebutuhan pasca gempa dan tsunami terjadi.

Bukan hanya di supermarket saja, bahkan ketertiban masyarakat negeri sakura itu terlihat di tengah kemacetan lalu-lintas ketika tsunami baru saja terjadi. Antrian tertib sangat terlihat dengan jelas (terang wartawan yang meliput) mereka berupaya tenang walau kemacetan sudah merajalela, apalagi ketika lampu jalan berubah menjadi hijau (sebelum lampu kota mati semua) pengemudi tidak saling serobot, namun bergerak cepat teratur walau hanya berlaku satu baris mobil saja yang dapat lewat.

Klakson mobil hampir jarang terdengar hingar bingarnya, malah kata si penulis mereka saling mengucapkan kata terima kasih ketika seorang dari yang lain saling memberi jalan kepada mobil yang telah lama tidak kebagian jalan. Salah seorang pengemudi menulis hal itu pada akun twitter-nya yang diterjemahkan kedalam bahasa inggris oleh salah seorang translator bernama Aya Watanabe. "@vida_es_bella". Watanabe menghimpun beberapa pengguna twitt sesama korban gempa untuk menunjukan ketertiban dan rasa kesetiakawanan warga Jepang dimata dunia.

Masih dari berita jalan raya, seorang pengemudi mengatakan bahwa ia terjebak macet selama 10 jam untuk sampai kerumah dan ia mengaku tidak pernah mendengar bunyi klakson sepanjang dirinya berada di jalan dan tidak ada seorang pun yang marah-marah. Hal ini juga terlihat di stasiun kereta api ketika KA Tokyo Metro sempat menghentikan operasi keretanya dengan alasan demi keselamatan bersama. Tidak terbayang banyaknya calon penumpang yang mengantri terlantar di stasiun, namun mereka dengan tenang dan sabar tetap menunggu kabar selanjutnya, sampai KA dapat beroperasi kembali. Para penumpang yang diwawancaraipun mengatakan sangat senang dengan pelayanan mereka yang memikirkan keselamatan penumpang dan tetap melayani dengan senyum. Seseorang yang berasal dari Oedo dan menuju Hikari Gaoka juga mengatakan bahwa semua tertib berbaris menurut antriannya, walau tali pembatas tidak terpasang, otomatis jarak dan baris tertata dengan sendirinya, semua orang mengikuti instruksi dari petugas stasiun tersebut.

Benar-benar mengagumkan. 

Dari liputan wartawan koran Tribun.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, March 25, 2011

Monday, March 7, 2011

ujungkelingking – Suatu hari, seekor tikus terlihat sedang tidur-tiduran di antara semak-semak. Sedang enak-enaknya bersantai, tiba-tiba datang seekor singa mendekatinya. Singa itu langsung saja menerkamnya hingga tikus itu meronta-ronta kesakitan.

“Tolong… tolong… Jangan makan aku…” pintanya memelas,

“Beri aku alasan untuk tidak memakanmu,” jawab singa sambil melepas cengkeramannya.

“Aku… aku bisa menari untukmu.”
Maka tikus itu pun menari di depan singa. Rupanya singa itu cukup terhibur hingga mengurungkan niatnya untuk memakan si tikus.

“Haha… kau lucu juga. Untung aku tidak jadi memakanmu. Sekarang pergilah dari sini,”

“Terima kasih,” jawab tikus.
“Sebagai gantinya, jika kau membutuhkan pertolonganku aku akan dengan senang hati menolongmu.”

Singa itu tertawa keras sekali. Tikus itu sungguh lucu, pikirnya. Dirinya yang raja hutan –yang begitu ditakuti di seantero hutan- bagaimana mungkin sampai membutuhkan bantuan seekor tikus kecil. Lagipula bantuan apa yang bisa diberikan oleh seekor tikus?

Kadang, (atau sering) kita bertingkah seperti singa dalam cerita di atas. Dalam pekerjaan, kita merasa begitu penting atau begitu punya kedudukan sehingga kita mengabaikan bantuan-bantuan kecil dari orang-orang di sekitar kita. Padahal, kalau kita mau berpikir agak mendalam, sesungguhnya bantuan kecil tersebut akan berefek besar pada pekerjaan kita. Dan tidak ada satu makhluk pun di bumi ini yang tidak pernah membutuhkan bantuan.

Bagaimana dengan singa dalam cerita itu?

Dalam kelanjutan ceritanya, ternyata singa itu terperangkap oleh jaring petani saat ia tergiur oleh buah semangka yang dipasang sebagai umpan. Singa itu mengaum-aum meminta tolong, tapi tak ada yang mendengar teriakannya.

Akhirnya, datanglah tikus yang dulu pernah menawarkan bantuan. Dan dengan senang hati tikus itu menolongnya dengan cara memotong tali-tali jaring itu dengan giginya yang tajam. Singa itu pun akhirnya terselamatkan dan ia sangat berterima kasih kepada tikus.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 07, 2011
ujungkelingking - Dalam sebuah fabel tentang rusa dan harimau diceritakan bahwa pada suatu hari ada seekor rusa yang sedang berjalan-jalan santai di dalam hutan. Tiba-tiba muncullah seekor harimau menghadangnya. Harimau itu terlihat sedang kelaparan.

Harimau itu menyeringai melihat rusa yang ada di depannya.
“Hehehe… akhirnya aku dapat makanan juga hari ini,”

Bukan main takutnya si rusa. Hari itu dia akan jadi santapan harimau. Untuk lari pun, rasanya percuma saja karena dengan mudah saja harimau itu bisa menerkamnya. Maka dia pun mencari akal,

“ Tunggu dulu, harimau…” kata rusa kemudian,
“… kau tidak boleh memakanku.”

“Kenapa aku tidak boleh memakanmu, hai rusa?” tanya harimau.

“Karena… karena… aku adalah raja di hutan ini.”

Mendengar jawaban rusa itu, harimau langsung tertawa terpingkal-pingkal.

“Hahaha… mana mungkin binatang sekecil kamu bisa menjadi raja di hutan ini? Kamu jangan coba-coba membohongi aku!”

“Aku tidak membohongimu,” jawab rusa mantab.
“Semua binatang-binatang yang ada di hutan ini takut kepadaku.”

“Aku tidak percaya!” Sergah harimau.

“Baiklah. Bagaimana kalau kita buktikan saja? Kalau binatang-binatang di hutan ini takut kepadaku, maka kau harus percaya kalau aku adalah raja disini dan kau tidak boleh memakanku.”

“Baiklah. Aku setuju.”

Maka keduanya pun mulai berjalan berkeliling.

***

Tiba di suatu tempat, terlihat oleh keduanya seekor monyet yang sedang memunguti pisang di tanah. Maka keduanya menghampiri monyet tersebut.

“Hai, monyet sedang apa kamu?” teriak rusa.

Melihat rusa yang datang dengan seekor harimau, takut bukan kepalang si monyet. Segera dilemparkan pisang-pisang yang ada ditangannya lalu kemudian lari terbirit-birit.

“Nah, kau lihat kan? Melihatku saja dia sudah ketakutan.” kata rusa.

Harimau mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Tapi aku masih belum percaya. Kita cari binatang lain.”

Keduanya lalu melanjutkan perjalanan.

***

Di tempat berikutnya, keduanya bertemu dengan seekor kuda yang sedang merumput.

Rusa mendekatinya,
“Hei, kuda. Kenapa kau tidak cari rumput di tempat lain saja?”

Kuda yang melihat di sebelah rusa ada harimau, tentu ketakutan. Tanpa berpikir lagi ia pun lari tunggang langgang.

“Kau percaya sekarang?” kata rusa kepada harimau.

“Kita cari binatang sekali lagi.” jawab harimau dengan penuh keheranan.

Lalu keduanya berjalan lagi.

***

Rusa dan harimau kemudian bertemu dengan seekor gajah yang sedang bersantai-santai. Harimau berpikir, mungkin binatang yang cukup besar ini tidak takut kepada rusa. Tapi harimau itu keliru. Melihat kedatangan keduanya, gajah itu langsung lari masuk ke dalam hutan.

“Bagaimana sekarang?” tanya rusa.

“Ya.. ya aku percaya. Aku tidak akan memakanmu.” jawab harimau itu yang lalu pergi meninggalkan rusa sambil bertanya-tanya bagaimana binatang seperti rusa bisa ditakuti oleh seisi hutan?

***

Cerita tentang rusa dan harimau di atas adalah merupakan gambaran umum tentang persepsi masyarakat kita. Bahwa orang akan lebih menghormati kita dan respek, apabila kita mempunyai teman, kenalan -atau sebut saja, koneksi- yang hebat. Segala urusan kita akan jauh lebih mudah dan cepat bila kita memiliki “jaringan” orang-orang yang masuk dalam kategori priority person.

Bukankah pernah kita mengurus sesuatu, begitu berlama-lama dan seolah-olah kita dipersulit? Tidak adil memang, hanya karena kita adalah warga biasa lalu kepentingan kita selalu “tidak dianggap”.

Terlepas dari fair atau tidaknya praktek-praktek yang sedang terjadi di lapangan, toh tidak ada salahnya kita mulai membangun koneksi kita sendiri. Untuk mempermudah kita. Tapi dengan cara yang fair (bukan suap-menyuap) dan tentu, bukan untuk melegalisir urusan-urusan kita yang kotor.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 07, 2011

Monday, February 28, 2011

ujungkelingking - Sebelumnya, saya akan bercerita tentang putra pertama saya yang berusia hampir satu tahun. Yang saat ini sedang memulai langkah-langkah pertamanya. Dua langkah, tiga langkah, bahkan, pernah sampai enam langkah. Tapi lalu kemudian dia “ngambek”, gak mau berjalan lagi. Dua hari kemudian baru dia mau berjalan lagi. Memang baru 2-3 langkah, lalu jatuh, lalu mencoba berjalan lagi.

Pernah coba menaiki jendela yang setinggi bahunya. Tentu saja gak bisa. Tapi siangnya dia malah mencoba lagi. Begitu juga keesokan harinya.

Begitulah anak-anak.

Nah, yang ingin saya sampaikan disini adalah kenapa meskipun beberapa kali jatuh, berkali-kali terbentur tembok tapi anak-anak masih akan mencoba lagi, dan lagi, sampai pada akhirnya mereka bisa? Jawabannya ternyata cukup sederhana, karena mereka belum mengenal istilah “putus-asa” dan kata “menyerah”. Meminjam bahasa guru saya, mereka belum mengenal konsep gagal.

Berbeda dengan kita, yang sudah dewasa, konsep gagal itu itu sudah terekam kuat pada diri kita. Hingga memunculkan paradigma bahwa kita pasti gagal, bahwa kita akan jatuh. Konsep gagal itu pula yang membuat kita mundur, tidak berkembang, dan menjadi sosok paranoid.

Kapan kita mulai mengenal konsep gagal?

Sejatinya, kita mengenal konsep gagal sejak kita mengenal arti kata “malu”.
Saya contohkan saja seperti saat kita masih di sekolah dasar. Ketika guru memberikan soal kepada para muridnya, lalu kita yang saat itu begitu pe-de menjawab dengan lantang. Di luar dugaan, ternyata jawaban kita salah, lalu teman-teman sekelas kita mulai menyoraki dan mentertawakan kita. Saat itu kita merasa malu. Bahkan ketika sang guru memberikan soal yang lain, kita jadi ragu-ragu menjawabnya, jangan-jangan kita akan salah lagi. Kita menjadi begitu takut salah, tapi sebenarnya saat itu dimulailah pengenalan kita akan kegagalan.

Bagaimana mensikapinya?

Sama seperti dalam contoh di atas, ketika kita salah dalam menjawab soal, kita membutuhkan support dari guru kita, bahwa menjawab salah itu bukan kesalahan. Kegagalan itu adalah saat kita takut untuk mencoba lagi.

Dan pemikiran semacam ini haruslah kita bawa sampai kita dewasa. Bahwa jatuh saat berusaha bukanlah hal yang harus ditakuti. Diantisipasi, mungkin. Tapi bila terlalu over juga akan membuat setiap langkah kita menjadi berat.

Atau tanamkan saja dalam kepala kita bahwa dalam setiap memulai sesuatu yang baru kita justru harus jatuh. Karena dengan begitu kita akan “lebih siap” jika benar-benar jatuh. Dan dengan begitu kita akan lebih mudah melanjutkan, karena kita sudah mempelajari sebab kejatuhan kita.

Konon, sebelum Thomas A. Eddison berhasil dengan percobaannya menemukan lampu pijar, dia telah mencoba dan gagal hingga 2 ribuan kali.

Saat dia ditanya tentang kegagalannya itu, Thomas dengan cepat menjawab, “Saya tidak pernah gagal,”

“Saya justru telah menemukan 2 ribu benda yang tidak bisa menghantarkan listrik.”
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, February 28, 2011

Thursday, February 24, 2011

Syukuri apa yang ada… Hidup adalah anugerah…”
(Jangan Menyerah, by: D’Masiv)

ujungkelingking - Beberapa waktu yang lalu, pada sebuah tayangan di salah satu stasiun televisi, seorang host bertanya kepada bintang tamunya –yang kebetulan- adalah band penyanyi lagu di atas. Pertanyaan simpel, tapi juga menggelitik: “Kalau dikatakan jangan menyerah, kenapa pada lirik lagu tersebut ada kalimat syukuri apa yang ada? Bukankah dengan kita mensyukuri apa yang ada berarti sudah tidak diperlukan lagi yel-yel jangan menyerah?”

Pertanyaan itu tak urung membuat saya berpikir. Sebab selama ini bila kita ditanya perbedaan secara etimologi dari kata “menyerah” dan “bersyukur”, kita kerap kali kebingungan. Lalu jawaban yang kemudian terlontar adalah, kalau “menyerah” itu ya, menyerah. “Bersyukur” ya, bersyukur. Itu, baru secara bahasa saja. Bagaimana dengan kenyataannya pada kehidupan sehari-hari kita?

Satu misal, seorang pegawai rendahan dengan upah pas-pasan. Lalu datang seseorang dan bertanya, kenapa tidak mencoba usaha atau pekerjaan lain? Maka pegawai itu menjawab bahwa dia bersyukur dengan keadaannya yang seperti itu.

Menurut anda, pegawai dalam contoh di atas sebenarnya masuk kategori yang mana? Dia bersyukur, atau dia justru menyerah pada keadaan?

Untuk menjawabnya, tentu saja kita harus mundur selangkah untuk mendefinisikannya. Akan banyak variasi jawaban nantinya. Tetapi secara garis besar bisa kita artikan bahwa “menyerah” adalah hasil akhir dari sikap putus-asa. Menyerah berarti berhenti, buntu, atau titik. Sedangkan “syukur” berarti (masih) koma. Syukur, bukan berarti selesai. Kita akan mengatakannya seperti ini: “Saya bersyukur dengan keadaan yang sekarang ini, tapi…”

Anda lihat, ada tambahan kata “tapi” disitu, yang menyiratkan masih ada satu hal lagi untuk dilakukan.

Yup, keep fight!

Agama, mengajarkan kepada kita untuk tidak berputus-asa dalam hal kebaikan. Karena hal-hal baik menanti orang yang pantang putus-asa.

Kehidupan sosial, memberitahu kita bahwa orang-orang besar adalah orang-orang yang pada masa lalunya pernah terpuruk, tapi definisi “menyerah” tidak pernah ada dalam dirinya.

Hamka pernah menulis begini: “Takut gagal adalah gagal sejati. Takut mati adalah sebelum mati. Hidup itu ialah gerak. Dan gerak itu adalah maju, berjuang dan naik. Jatuh, dan naik lagi.”
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, February 24, 2011

Thursday, February 17, 2011

ujungkelingking - Agar orang-orang bisa bekerja dengan gembira, ada 3 hal yang perlu diperhatikan:
Sumber: Google
  1. Mereka harus cocok dengan pekerjaannya
  2. Mereka tidak terlalu banyak bekerja
  3. Mereka harus punya keyakinan kuat untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan sukses

(John Ruskin, penulis & kritikus seni asal Inggris)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, February 17, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!