Monday, June 18, 2012

ujungkelingking - Hari ini, setelah membaca tulisan salah seorang Kompasianer, saya jadi teringat kejadian yang sering kita lihat di lingkungan kita, yaitu tentang “panik”nya seorang ibu yang, misalnya, melihat anaknya yang tiba-tiba terjatuh karena tersandung batu dan menangis. Lalu biasanya untuk menenangkan si anak, si ibu lantas memukul-mukul tembok atau jalanan sambil bilang, “Ini tembok nakal”, “Batunya nakal sudah ibu pukul”, dan sebagainya.

Kita harus sadar bahwa melakukan hal tersebut bukan saja salah namun juga tidak mendidik. Biarkan dia jatuh agar dia tahu bagaimana berhati-hati. Sesungguhnya panik (baca: kuatir)-nya seorang ibu adalah hal yang naluriah. Namun dalam beberapa kasus, seperti contoh di atas, bersikap kuatir atau panik adalah hal yang tidak disarankan.

Tentu saja kita sebagai orang tua harus selektif memilih respon. Maksudnya adalah dalam kondisi seperti apa kita harus kuatir dan dalam keadaan bagaimana kita tidak boleh (terlihat) panik. Karena yang banyak terjadi adalah si anak “melihat” bagaimana respon orang tua. Anda sadar atau tidak, ketika si anak terjatuh dan Anda terlihat panik, maka anak akan menangis sejadi-jadinya. Kalau boleh saya mengimajinasikan, seolah-olah si anak berkata, “Ibu kuatir, nih. Aku menangis, ah biar tambah disayang…” atau “Ibu, sakiittt… tolong aku, dong!”. Dengan langsung menolongnya dan bersikap kuatir sebenarnya justru akan membuat si anak merasa “didukung”: menangis karena tersandung itu, boleh.

Lalu bagaimana kita harus bersikap ketika melihat anak kita tersandung?

Pertama kali, lihat apakah jatuhnya itu berkemungkinan menyebabkan keadaan fatal pada anak atau tidak. Bila tidak, tunggu sebentar jangan langsung diangkat, biarkan anak menyadari bahwa dirinya terjatuh. Lalu katakan dengan nada tegas (bukan keras) meminta dia untuk bangun, katakan kepadanya bahwa terjatuh seperti tidak apa-apa. Setelah itu dekati dia, pastikan dia memang tidak apa-apa (dengan memegang, dsb.) lalu ceritakan kenapa dia bisa terjatuh seperti tadi, misalnya, “Adek tadi jalannya ndak lihat bawah. Ini ada batu terus adek tersandung. Lalu jatuh, deh. Lain kali hati-hati, ya!”

Yang perlu saya garis bawahi disini adalah bahwa panik atau kuatir itu naluriah. Sungguh pun demikian, jangan sampai kepanikan tersebut “terserap” oleh anak.

Peduli pada anak bukan berarti memanjakannya. 

Salam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 18, 2012

Thursday, June 14, 2012

ujungkelingking - Bismillahirrahamaanirrahiim,

Sesungguhnya banyak diantara orang-orang Kafir dan Murtad yang mencari-cari "celah" dalam agama ini untuk kemudian menyerang umat Muslim.

Salah satu contohnya adalah mereka mengatakan bahwa Rasulullah adalah seorang -maaf- pe**filia karena menikahi Aisyah radhiallahu anha pada saat Aisyah berusia sangat muda, yaitu 6 tahun, dan berumah tangga pada saat Aisyah menginjak usia 9 tahun. Tuduhan -tentu- ini adalah tuduhan yang tidak berdasar, mengada-ada. Atau kalau memang ada dasarnya, tentulah dasar yang mereka pakai adalah dasar/dalil yang DIRAGUKAN validitasnya.

Setelah mengikuti debat komen yang sempat memanas di Kompasiana tentang hal ini, saya sebutkan ada 5 poin (saya yakin masih banyak lagi) yang bisa mematahkan tuduhan keji mereka.

Pertama, tentang beda usia

Dalam Kitab Siyar A'la'ma'l-nubala karangan Al-Zahabi, terdapat riwayat yang menyatakan bahwa beda usia antara Aisyah dengan Asma, kakaknya adalah sekitar 10 tahun. (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).

Ibn Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 atau 74 H." (Taqribu'l-tahzib, Ibn Hajar Al-Asqalani, p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif). Artinya Asma lahir pada tahun 27 Sebelum Hijrah, dan Aisyah lahir pada tahun 17 Sebelum Hijrah.

Sementara itu, para ahli sejarah sepakat bahwa pernikahan Rasulullah dengan Aisyah terjadi sekitar tahun 2 H. Dengan kata lain, Aisyah radhiallahu anha berumah tangga dengan Rasulullah pada usia 19 tahun.

Kedua, tentang istilah dalam bahasa Arab

Aisyah radhiallhu anha pernah berkata, "Saya seorang jariyah ketika surah Al-Qamar diturunkan." (Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amar).

"Jariyah" dalam bahasa Arab berarti gadis muda, yaitu mereka yang berusia antara 6-13 tahun. Jika surah Al-Qamar diturunkan pada tahun 8 Sebelum Hijrah, berarti usia Aisyah saat menikah antara 16-23 tahun.

Selain itu, menurut riwayat dari Ahmad ibn Hambal, sesudah meninggalnya Khadijah, Khaulah datang menasehati Nabi untuk menikah lagi. Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan Khaulah. Khaulah berkata, "Anda dapat menikahi seorang bikr (gadis) atau seorang thayyib (wanita yang sudah pernah menikah)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas bikr (gadis) tersebut, Khaulah menyebut nama Aisyah.

Dalam bahasa Arab, kata bikr tidak akan digunakan untuk gadis belia yang baru berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk menunjukkan gadis belia yang masih suka bermain-main adalah jariyah. Dalam hal lain, bikr digunakan untuk menyebut seorang gadis, belum pernah menikah dan belum punya pengalaman dalam hal pernikahan. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Ketiga, tentang sejarah da'wah sirriyah

Berdasarkan Sirah An-Nabawiyah (Ibnu Hisyam, 1/245-262), Aisyah radhiallahu anha tercatat sebagai orang ke-19 yang menerima Islam, sedang da'wah secara sirriyah dilakukan selama kurang lebih 3 tahun sampai pengikut Islam berjumlah 40 orang. Jika Aisyah pada saat menikah (tahun 2 H) berusia 9 tahun, maka pada masa da'wah dilakukan secara sirriyah, berdasarkan perhitungan tahun, Aisyah masih belum lahir. Lalu bagaimana mungkin anak yang belum lahir bisa bersyahadat?

Keempat, tentang perowi hadits

Hadits-hadits yang menceritakan tentang hal ini diriwayatkan hanya oleh Hisyam ibn Urwah. Dan hadits ini diriwayatkannya setelah beliau pindah dari Madinah ke Iraq, pada usia tua.

Kitab Tahdibu'l-tahdib mencatat demikian, "Hisyam sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq." (Tahdibu'l-tahdib, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Lebih lanjut dalam kitab yang sama, Malik ibn Anas menolak riwayat Hisyam, "Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisyam yang dicatat dari orang-orang Iraq."

Sementara dalam Mizanu'l-i'tidal lebih jelas lagi, "Ketika masa tua, ingatan Hisyam mengalami kemunduran yang mencolok." (Mizanu'l-i'tidal, Al-Zahabi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan. Vol 4, p. 301).

Karena itu, hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam untuk hal ini tidak bisa dijadikan hujjah.

Kelima, tentang perang Badar dan Uhud

Aisyah ikut dalam perang Badar (Muslim, Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir) dan dalam perang Uhud (Bukhari, Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal).

Dalam riwayat yang berbeda, Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya ikut dalam perang Uhud, pada saat itu usianya 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, pada saat usianya 15 tahun, Nabi mengijinkannya ikut dalam perang tersebut. (Bukhari, Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b).

Kesimpulannya, Aisyah yang ikut dalam perang Badar dan Uhud mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 14, 2012

Tuesday, June 12, 2012

ujungkelingking - Ups, jangan terburu-buru mengeryitkan dahi atau me-melotot-kan mata. Apa yang akan saya sampaikan ini adalah benar adanya. Bahwa tidak ada hadits Nabi yang palsu.

Lho kok bisa? Bukankah kita seringkali mendengar istilah hadits dlo'if, matruk, munqothi', dan sebagainya, kalau itu bukan hadits palsu, terus apa namanya???

Hehehe... Sabar, sabar....

Untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan "tidak ada hadits Nabi yang palsu", terlebih dahulu kita harus tahu apa definisi "hadits" itu sendiri. Dalam terminoogi secara umum, hadits diartikan sebagai (perhatikan kata yang saya cetak tebal); segala hal yang berasal dari Nabi, yang bisa berupa perkataan atau perbuatan atau pembenaran yang hal itu bisa dijadikan dalil syar'i. Sederhananya, hadits itu dari Nabi. Dan karena hadits itu dari Nabi, maka mustahil hadits tersebut bisa palsu.

Lalu, definisi hadits palsu apa?

Hadits palsu adalah perkataan, perbuatan atau pembenaran yang dikatakan (seolah-olah) dari Nabi, padahal bukan. Dan karena ia bukan dari Nabi, maka sebenarnya dia bukan hadits.

Jadi, bila disebut istilah hadits, maka artinya dia memang berasal dari Nabi. Dan tidak ada yang berasal dari Nabi itu sesuatu yang palsu.

Hehehe... 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 12, 2012

Monday, June 11, 2012

ujungkelingking - Perjuangan saya kembali dilanjutkan...

Karena hari Rabu-nya masih ada pekerjaan yang nanggung untuk segera diselesaikan, akhirnya baru pada keesokan harinya, yaitu tanggal 10 Mei saya menyempatkan diri ke kantor Kecamatan guna mengambil hasil print out NIK. Saya tiba disana cukup pagi, yaitu pukul 9.00 kurang. Saya segera masuk dan menanyakan apakah hasil print out saya sudah bisa diambil. Jawabannya sudah bisa ditebak: belum dikerjakan. Dan karena petugasnya sudah datang, maka saya diminta menunggu sebentar agar hasil print out tersebut bisa segera saya bawa ke kantor Dispenduk.

Namun, bila Anda menganggap "sebentar" itu berarti beberapa menit, Anda siap-siap saja mendengus kesal. Saya tidak tahu komputer model apa yang mereka gunakan, atau metode mengetik macam apa yang mereka terapkan, sehingga untuk mencetak lembaran print out tersebut membutuhkan waktu sampai satu jam lebih!

Tapi Anda akan menganggap saya lebih "beruntung" karena beberapa orang yang datang, dengan entengnya si petugas -tanpa rasa bersalah dan permintaan maaf- mengatakan berkas belum selesai dan disuruh kembali lain hari. Dia tidak tahu bahwa untuk datang ke kantor itu, mereka harus rela meninggalkan pekerjaan mereka. Bahkan seorang nenek-nenek sempat mengeluh kepada saya tentang buruknya pelayanan di kantor Kecamatan. Dia harus bolak-balik hanya untuk mengurus surat kematian keluarganya, padahal ongkos naik becak untuk sekali pulang-pergi saja sampai 40 ribu rupiah! Saya tentu yakin uang sebesar itu besar juga nilainya buat si nenek tersebut. Petugas yang lain sempat bertanya kepada nenek tersebut, kenapa tidak naik motor (maksudnya diantar) saja? Si nenek menjawab bahwa motornya dipakai anaknya untuk bekerja. Si petugas tersebut lantas nyletuk (sambil makan roti), anak macam apa yang tidak mau mengantar ibunya... Nah, siapa menyalahkan siapa sekarang???

Setelah sejam lebih bengong di kantor Kecamatan, hasil print out tersebut akhirnya selesai dan saya dipersilahkan langsung membawanya ke kantor Dispenduk. Disinilah saya melakukan kesalahan. Seharusnya, karena proses kelahiran di wilayah Sidoarjo, maka yang berhak menerbitkan Akta Kelahiran tersebut adalah Dispenduk Sidoarjo. Di kantor Dispenduk Surabaya berkas saya ditolak dan diarahkan untuk mengurusnya di Dispenduk wilayah Sidoarjo. Saya pun kembali ngantor.

Catatan 6. Selalu-lah bertanya -bahkan- untuk urusan yang lebih detail. Namun jangan sampai terkesan cerewet.

Sedikit catatan, karena kemudian saya hendak menaruh berkas tersebut ke Dispenduk Sidoarjo melalui bidan yang mengurusi persalinan istri saya, saya kemudian diberi formulir isian "Surat Keterangan Kelahiran" yang nantinya diharuskan untuk di validasi bidan tersebut dan Kepala Desa Surabaya.

Akhirnya, tanggal 15 Mei-nya saya izin keluar kantor sebentar untuk pergi ke kantor Kelurahan guna meminta tanda tangan dari Pak Lurah. Beruntung orangnya berada di tempat sehingga saya bisa langsung kembali ngantor.

Pada hari itu juga, berkas tersebut saya serahkan ke bidan untuk kemudian diserahkan ke kantor Dispenduk.

***

Sampai artikel ini saya tulis, akte kelahiran anak saya masih belum jadi, padahal sudah hampir 1 bulan sejak masuk kantor Dispenduk. Namun, baru saja saya mendapat informasi dari bidan yang bersangkutan bahwa akte tersebut akan selesai pada tanggal 6 Juli 2012 yang itu berarti 7 minggu dan bukan 7 hari seperti yang diiklan-kan.

Huft!

*nb. bersambung di 4-selesai 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012
Istriku,

Maaf.
Jika aku dulu tak bisa memberikan pernikahan mewah yang diimpikan setiap perempuan.
Jika sampai saat ini aku belum mampu memberimu sebuah tempat tinggal sendiri yang layak dan nyaman.

Maaf.
Jika aku tak bisa memberikanmu perhiasan, meski hanya sekedar kalung atau gelang tangan.
Jika aku tak pernah membelikan untukmu pakaian yang layak untuk dipakai keluar rumah.
Jika aku kerap lamban untuk memberi apa yang kau butuhkan.

Maaf.
Jika lelahku menciptakan marahku padamu.
Jika aku tak menasehatimu dengan cara yang lembut dan baik.
Jika aku masih tak bisa meng-aqiqah-i kedua buah hati kita.
Jika aku tak mampu menjadi teladan bagi putra-putra kita.

Maaf.
Atas semua janji-janji yang belum bisa terpenuhi.
Jika denganku kau tak merasa bahagia meski aku akan tetap berusaha mencoba.
Jika hanya tulisan ini yang mewakili hati dan bibirku.
Jika aku bukan seperti yang kau bayangkan.

Maaf.
Jika ucapan maaf-ku ini tak berjumlah seribu seperti judulnya.


Selamat Ulang Tahun, Istriku.
Semoga dianugerahi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Semoga dikaruniai ilmu yang bermanfaat.
Semoga semakin ditambah rejeki dan keberkahannya.


Terima kasih sudah mau menemaniku sampai saat ini.

nb: soal hadiahnya, tak pikirkan nanti saat pulang kerja ya!


Senin, 11 Juni 2012
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012

Saturday, June 9, 2012

ujungkelingking - Tentu biasa-biasa saja hari ini bagi Anda. Tapi bagi saya berbeda. Kalau saya bertanya kira-kira kenapa, Anda mungkin bisa dengan segera menebaknya.

Yup, hari ini, tepat 28 tahun yang lalu saya dilahirkan.

28 tahun. Sebuah perjalanan yang sangat singkat sepertinya. Namun masih banyak cita-cita yang masih nyangkut di langit. Sebut saja, rumah yang masih ngontrak; masih dengan motor yang keluaran '97; masih dengan pekerjaan dengan gaji yang masih segitu-segitu saja, bahkan seringkali minus tiap bulannya karena besar pasak daripada cagak. Dan masih banyak masih, masih yang lain.

Namun juga bila disadari, sebenarnya masih lebih banyak yang sudah saya raih -atau lebih tepatnya dianugerahkan kepada saya- sampai saat sekarang ini.

28 tahun. Saya sudah dikaruniai seorang istri, yang tenyata sanggup melakukan pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan laki-laki. Seorang istri yang mau menerima keadaan saya, apapun itu. Seorang istri yang, wonderwoman. Yang terakhir ini sih, kata istri saya sendiri. Jgagaga...

28 tahun. Dan saya juga telah dititipi amanah berupa dua orang putra. Yang paling besar berusia 2 tahun, dan yang paling kecil, baru 2 bulan yang lalu lahir. Dua putra yang membanggakan saya -sekaligus- sukses membuat saya susah tidur bila membayangkan beratnya mendidik mereka sampai dewasa nanti.

Tapi itu baru anugerah yang saya sadari, yang kongkret. Belum kenikmatan-kenikmatan lain yang abstrak, absurd, atau apapun istilahnya. Sungguh, bila kita mencoba menghitung-hitung nikmat yang diberikan kepada kita, pastilah tak akan kita sanggup menghitungnya.

28 tahun. Itu artinya, saya sudah menikmati udara gratis selama 28 tahun atau itu setara dengan kurang lebih 245.448 jam. Apa yang sudah saya lakukan selama 28 tahun itu? Tak penting lagi untuk dibahas sepertinya, karena waktu terus berjalan, sebab usia terus berkurang.

Mari coba berandai-andai.

Anggap saja saya diberi umur sampai usia 60 tahun. Itu berarti waktu yang tersisa buat saya adalah 32 tahun atau 280.512 jam.

Jika saya tidur dengan rata-rata 8 jam perharinya, berarti saya telah menghabiskan sepertiga atau 11 tahun (96.426 jam) hanya untuk ngumpulin iler! (Bayangkan sodara!!!)

Lalu bila saya (tetap) bekerja di perusahaan yang sama, yang pada usia 55 tahun harus pensiun, berarti saya akan menghabiskan waktu di belakang meja-di depan komputer selama 9 tahun atau 78.894 jam.

Maka praktis waktu kosong yang benar-benar tersisa buat saya adalah 12 tahun atau sekitar 184.086 jam saja.

Apa yang bisa saya dapatkan selama kurun waktu yang “hanya” 12 tahun itu?

Tidak ada! Bila saya tetap seperti ini saja. Tanpa ada keberanian mengambil resiko, maka apapun yang direncanakan akan berhenti, bahkan sebelum berjalan. Perjalanan satu mil dimulai dari langkah pertama!
Bukankah Allah itu tidak akan mengubah nasib kita, bila kita sendiri tak mau (mencoba) mengubahnya?

Saya (harus) yakin, bahwa bila saya mau melangkah satu langkah untuk berusaha, maka Allah akan memberikan langkah kedua.

Ah, 28 tahun saja terasa singkat. Apalagi yang hanya 12 tahun?

Bismillah...


* hanya sebuah perenungan, mudah-mudahan dapat melecut diri
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 09, 2012

Thursday, June 7, 2012

ujungkelingking - Dari buku "Yang Orang Tua Harus Tahu Tentang Vaksinasi Pada Anak", karangan Stephanie Cave dan Deborah Mithchell dengan judul asli "What Your Doctor May Not Tell You About Children's Vaccinations" tahun 2003, dikatakan bahwa vaksin yang kita berikan demi kesehatan anak, justru bisa memberi efek negatif yang tak diinginkan.

Salah satu penyebabnya adalah adanya tambahan zat-zat berbahaya dalam vaksin tersebut. Sebut saja;
  1. Aluminium. Logam ini dikenal sebagai penyebab kejang, alzheimer, kerusakan otak dan dimensia (pikun).
  2. Benzetonium Chlorida. Bahan pengawet ini bahkan belum pernah dievaluasi tentang keamanannya untuk dikonsumsi manusia.
  3. Etilon Glikol. Biasa digunakan sebagai bahan utama produk anti-beku.
  4. Formaldehid (Formalin). Adalah karsinogenik (penyebab kanker), biasa digunakan untuk pengawet mayat, fungisida/insektisida, bahan peledak dan pewarna kain. Bahkan menurut pengarang buku "The Hazard of Immunization", formalin tidak memadai sebagai pembunuh kuman. Maka alih-alih menon-aktifkan kuman, formalin justru menguatkan kuman yang kemudian menginfeksi penggunanya.
  5. Gelatin. Adalah alergen (pemicu kanker), biasanya bahan dasarnya berasal dari babi.
  6. Glutamat. Bahan ini banyak dikenal sebagai penyebab reaksi buruk kesehatan.
  7. Neomisin. Dapat menyebabkan reaksi alergi pada beberapa orang.
  8. Fenol. Biasanya digunakan dalam produksi bahan pewarna non-makanan, plastik, bahan pengawet dan germisida. Pada dosis tertentu bahan ini bisa sangat beracun.
  9. Streptomisin. Penyebab reaksi alergi.
  10. Timerosa (Merkuri). Karena sistem imun tubuh bayi masih belum berkembang secara penuh, maka bayi tidak mempunyai kemampuan untuk melawan serangan benda asing (bakteri, virus, racun lingkungan), termasuk membuang racun dari tubuhnya sehingga zat-zat berbahaya tersebut cenderung menetap di tubuh. Beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh keracunan merkuri:
  • Merusak sel otak secara permanen
  • Perubahan suasana hati dan kepribadian (mudah marah dan malu)
  • Masalah penglihatan serius
  • Kecenderungan sulit berkomunikasi
  • Kelemahan otot, tidak adanya koordinasi tubuh yang baik
  • Lemah ingatan
  • Tremor (gemetar)

Berikut ini adalah fakta-fakta yang mungkin tidak Anda ketahui tentang vaksin:
  1. Beberapa vaksin mengandung racun (merkuri, aluminium, formalin)
  2. Tahun 1998, Pemerintah Prancis menghentikan program vaksinasi (Hepatitis B) berbasis sekolah karena kasus multiple-sklerosis dikaitkan dengan vaksin tersebut
  3. Beberapa vaksin dibuat dengan bahan yang berasal dari jaringan manusia dari janin yang telah digugurkan
  4. Kebanyakan negara mewajibkan bahwa saat anak berusia 5 tahun, ia sudah harus menerima 33 dosis dari 10 vaksin
  5. Para dokter hanya melaporkan kurang dari 10% kejadian buruk yang berkaitan dengan vaksinasi atau sesudah vaksinasi

Sumber: http://www.setiabudi.name/archives/359


Wallahu a'lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 07, 2012

Wednesday, May 30, 2012

ujungkelingking,

Contoh 1
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: bapak, ibu dan 2 anak laki-laki. Maka;
Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000

Ibu,
1/6 x 24.000
=
4.000

2 Anak Laki-laki,
ashabah
=
16.000
 (atau 8.000/Anak)

Contoh 2
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: istri, ibu, bapak, 2 anak laki-laki. Maka;
Istri,
1/8 x 24.000
=
3.000

Ibu,
1/6 x 24.000
=
4.000

Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000

2 Anak Laki-laki,
ashabah
=
13.000
 (atau 6.500/Anak)

Contoh 3
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: bapak, kakek dan anak perempuan. Maka;
Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000
Anak Perempuan,
1/2 x 24.000
=
12.000
Sisanya diberikan kepada bapak sebagai ashabah
Kakek,
mahjub


Contoh 4
Harta waris Rp 15.000,-. Ahli waris: suami, bapak dan ibu. Maka;
Suami,
1/2 x 15.000
=
7.500
Ibu,
1/3 x (15.000 - 7.500)
=
2.500
Bapak,
ashabah




Contoh 5
Harta waris Rp 160.000,-. Ahli waris: kakek, nenek, 2 orang istri. Maka;
2 Istri,
1/4 x 160.000
=
40.000
 (atau 20.000/Istri)
Nenek,
1/3 x (160.000 - 40.000)
=
40.000

Kakek,
ashabah





Contoh untuk kasus 'aul
Harta waris Rp 21.000,-. Ahli waris: suami dan 2 saudari sekandung (perlu diingat bahwa suami mendapat 1/2 bagian, sedang 2 saudari sekandung mendapat 2/3 bagian), maka dengan menyamakan penyebutnya didapat hasil seperti berikut;
  • Suami 1/2 atau 3/6, sedangkan
  • 2 saudari sekandung mendapat 2/3 atau 4/6
Jadi akumulasinya menjadi 7/6. Karena inilah kemudian ditempuh 'aul, yaitu dengan membulatkan angka penyebutnya sehingga jumlahnya menjadi 7/7 ('aul-nya: 1), sehingga bagian menjadi suami 3/7 bukan 3/6, dan bagian  2 saudari sekandung 4/7, bukan 4/6. Maka penghitungannya menjadi;
  •  
Suami,
3/7 x 21.000
=
9.000
  •  
2 Saudari Sekandung,
4/7 x 21.000
=
12.000
 (atau 6.000/Orang)

Contoh untuk kasus rad
Harta waris Rp 6.000,-. Ahli waris: ibu dan seorang anak perempuan. Maka;
  •  
Ibu,
1/6 x 6.000
=
1.000
  •  
Anak Perempuan,
1/2 x 6.000
=
3.000
Dengan penghitungan ini ternyata didapati sisa harta waris Rp 2.000,-. Karena itulah sisa harta ini kemudian dibagi lagi kepada ibu dan anak perempuan, dengan perbandingan 1 : 3 (nilai ini didapat dari perbandingan bagian ibu dan anak perempuan).

1/6 + 1/2 = 1/6 + 3/6 = 4/6, dijadikan 4/4, dengan perbandingan 1 : 3, maka 1/4 untuk ibu dan 3/4 untuk anak perempuan.

Namun dengan catatan, untuk rad ini ada beberapa syarat, yaitu:
  1. Adanya ashabul furudl (selain suami/istri, dikarenakan mereka bukan termasuk kerabat nasabiyah, akan tetapi kerabat sababiyah: sebab perkawinan)
  2. Tidak adanya ashabah
  3. Adanya kelebihan harta waris

***

لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

"...kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
(An-Nisa': 11)

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 30, 2012

Monday, May 28, 2012

ujungkelingking - Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, bahwa ashabah itu ahli waris yang memiliki hubungan dekat dengan yang meninggal. Beberapa penjelasan tentang siapa dan dalam hal apa dia menjadi ashabah adalah sebagai berikut:

Anak laki-laki
Di dalam Al-Qur'an dan Hadits tidak diterangkan tentang bagian anak laki-laki, padahal dia yang memiliki hubungan paling dekat dengan yang meninggal. Ini menunjukkan bahwa:
  1. Dia akan mendapatkan semua harta waris (bila sendiri)
  2. Harta waris dibagi rata bila ada ahli waris lain yang sederajat
  3. Dia akan mendapat sisa harta bila ada ahli waris lain yang memperoleh bagian tertentu (furudl muqaddar)
  4. Bila anak laki-laki mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya 2x bagian perempuan
"...Allah mewajibkan atas anak-anakmu bahwa seorang laki-laki dapat bagian dua anak perempuan..." (An-Nisa': 11)

Cucu laki-laki
Sama kedudukannya dengan anak laki-laki,selama yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki.
"Zaid bin Tsabit berkata: cucu laki-laki menempati warisan anak."

Catatan: Cucu laki-laki yang bisa menjadi waris atau ashabah adalah yang berasal dari anak laki-laki.


Bapak
Jika yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki, maka bapak menjadi ashabah. Tapi bila bersama ibu, maka diberikan dahulu untuk ibu 1/3.
"...jika yang meninggal tidak mempunyai anak, maka warisannya untuk kedua orang tuanya, adapun untuk ibu 1/3nya..." (An-Nisa': 11)

Catatan: Dalam ayat ini jelas yang mendapat bagian 1/3 adalah ibu. Adapun bapak menjadi ashabah.


Kakek
Kedudukan kakek dalam waris atau ashabah sama dengan kedudukan bapak, karena lafadz  أَبَوَاهُ  dapat diartikan ibu, bapak, kakek, atau nenek. Jadi kedudukannya menggantikan kedudukan bapak.


Saudara laki-laki sekandung
Jika yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak dan kakek, maka saudara laki-laki sekandung inilah yang menjadi ashabah.


Saudara laki-laki sebapak
Jika yang meninggal tidak meninggalkan kelima ashabah di atas maka saudara laki-laki sebapak yang menjadi ashabah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012
ujungkelingking - Bagian-bagian ahli waris dan ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut:

Anak laki-laki
  1. Jika yang meninggal hanya meninggalkan anak laki-laki saja, maka semua harta waris akan jatuh kepadanya (ashabah)
  2. Jika yang meninggal meninggalkan 2 (dua) anak laki-laki atau lebih, maka harta waris harus dibagi sama rata
  3. Jika yang meninggal meninggalkan anak laki-laki dan ahli waris lain, maka harta waris dibagikan terlebih dahulu kepada yang berhak mendapatkan diantara mereka dengan pembagian tertentu (furudl muqaddar), dan sisanya untuk anak laki-laki, sebagai ashabah
  4. Jika yang meninggal meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan, maka bagian anak laki-laki 2x bagian anak perempuan
  5. Semua ahli waris akan mahjub jika ada anak laki-laki, kecuali anak perempuan, bapak, ibu, kakek, nenek (pihak bapak), nenek (pihak ibu), suami/istri
"...Allah mewajibkan atas anak-anakmu bahwa seorang anak laki-laki mendapat bagian dua anak perempuan..." (An-Nisa': 11)

Anak perempuan
  1. Jika anak perempuan seorang, maka ia akan mendapatkan separuh dari harta waris
  2. Jika ada 2 (dua) anak perempuan atau lebih dan tidak ada anak laki-laki, maka mereka mendapat 2/3 dari harta
  3. Jika bersama saudara laki-laki, maka ia mendapat 1/2 dari besarnya bagian laki-laki
  4. Jika bersama saudara laki-laki dan ada ahli waris lain, maka ia dan saudara laki-lakinya mendapat sisa setelah diberikan kepada ahli waris lain yang berhak
  5. Jika ia sendiri, maka ia merupakan penghalang bagi saudara seibu orang yang meninggal. Jika 2 (dua) orang atau lebih, maka mereka menjadi penghalang bagi cucu perempuan
"...jika seorang diri maka dia mendapat separuh..." (An-Nisa': 11)
"...jika mereka (perempuan) di atas dua, maka bagian mereka duapertiga..." (An-Nisa': 11)

Bapak
  1. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, anak/cucu laki-laki, maka bagian bapak 1/6 dari harta, sedang sisanya untuk anak/cucu laki-laki. 
  2. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, anak/cucu perempuan, maka bagian bapak 1/6 dan anak/cucu perempuan mendapat 1/2 dari harta. Selanjutnya sisanya diberikan kepada bapak sebagai ashabah
  3. Jika yang meninggal hanya meninggalkan bapak saja, maka bapak mendapat semua harta (ashabah)
  4. Jika yang meninggal hanya meninggalkan bapak dan ibu, maka bagian ibu 1/3 dari harta
  5. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, ibu dan suami, maka suami dapat 1/2 dari harta, ibu mendapat 1/3 dari sisa harta, bapak sebagai ashabah.
  6. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, ibu dan istri, maka istri mendapat 1/4 dari harta, ibu 1/3 dari sisa harta, lebihnya untuk bapak (ashabah)
  7. Semua ahli waris akan mahjub jika ada bapak, kecuali: anak; cucu; ibu; suami/istri
"...dan bagi ibu-bapaknya masing-masing mendapatkan 1/6 dari harta peninggalan dan sisanya untuk anak..." (An-Nisa': 11)
"Serahkanlah harta waris itu kepada yang berhak, adapun sisanya untuk laki-laki yang terdekat dengan yang meninggal." (Bukhari dan Muslim)
"...jika yang meninggal tidak mempunyai anak, maka warisannya untuk kedua orang tuanya, adapun untuk ibu 1/3nya..." (An-Nisa': 11)

Ibu
  1. Jika yang meninggal meninggalkan ibu, anak/cucu, maka bagian ibu adalah 1/6 (seperti dalil di atas)
  2. Jika yang meninggal hanya meninggalkan ibu dan saudara, maka bagian ibu 1/6
  3. Jika yang meninggal tidak meninggalkan siapa-siapa kecuali ibu dan bapak, maka ibu mendapat 1/3
  4. Pada ketentuan ini ada 2 (dua) masalah:
  • Gharwiin*, yang sangat terang
  • Umariyyin, dua masalah yang disandarkan kepada Umar bin Khattab
Disebut demikian karena Umar bin Khattab memutuskan sebagai berikut:

1. Jika ahli waris terdiri dari suami, bapak dan ibu, maka:
  • Suami mendapat 1/2 dari harta
  • Ibu mendapat 1/3 dari sisa harta
  • Bapak sebagai ashabah
2. Jika ahli waris terdiri dari istri, bapak dan ibu, maka:
  • Istri mendapat 1/4 dari harta
  • Ibu mendapat 1/3 dari sisa harta
  • Bapak, ashabah

Suami
  1. Jika yang meninggal tidak mempunyai anak/cucu, maka suami memperoleh 1/2 dari harta
  2. Jika yang meninggal memiliki anak/cucu, maka suami mendapat 1/4 dari harta peninggalan istri
  3. Suami tidak dapat di-mahjub-kan oleh siapapun dan tidak pula dapat menjadi hajib
"...dan bagian kamu (suami) separuh dari harta peninggalan istri-istrimu jika ia tidak mempunyai anak..." (An-Nisa': 12)
"...jika mereka (istri-istrimu) mempunyai anak, maka bagianmu 1/4 dari harta yang ditinggalkannya..." (An-Nisa': 12)

Istri
  1. Jika yang meninggal mempunyai anak/cucu, maka istri akan memperoleh 1/8 bagian dari harta waris
  2. Jika yang meninggal tidak mempunyai anak/cucu, maka istri memperoleh 1/4 bagian dari harta
  3. Istri tidak dapat di-mahjub-kan dan tidak pula dapat menjadi hajib
  4. Jika istri lebih dari seorang, maka pembagian itu dibagi sama rata
"...jika engkau mempunyai anak, maka bagian mereka (istri) seperdelapan..." (An-Nisa': 12)
"...dan bagian mereka 1/4 dari harta peninggalanmu jika kamu tidak mempunyai anak..." (An-Nisa': 12)

Catatan:
  • Harta gono-gini, bila suami meninggal dan kekayaannya itu didapat setelah pernikahan, maka istri mendapat 1/3 dari harta peninggalan sebelum dibagi secara fara'idl.
  • Bila istri ikut andil modal sama banyaknya dengan suami, maka istri berhak memperoleh 1/2 dari harta sebelum dibagi. 

Kakek
  1. Jika yang meninggal meninggalkan kakek dan anak/cucu laki-laki, maka kakek akan mendapat 1/6 bagian (menggantikan bapak)
  2. Jika yang meninggal meninggalkan anak/cucu perempuan, maka kakek mendapatkan 1/6 bagian dan juga mendapatkan sisa (ashabah) bila masih ada, setelah dibagikan kepada yang berhak
  3. Jika ahli waris hanya kakek saja, maka semua harta waris jatuh padanya
  4. Jika yang meninggal disamping meninggalkan kakek juga meninggalkan ahli waris lain seperti; ibu, suami/istri, maka setelah dibagi kepada yang berhak sisanya untuk kakek (ashabah)
  5. Kakek akan menjadi mahjub selama masih ada bapak. Dan kakek dapat me-mahjub-kan ahli waris berikut:
  • Saudara seibu
  • Keponakan laki-laki sekandung
  • Keponakan laki-laki sebapak
  • Paman sekandung
  • Paman sebapak
  • Misan laki-laki sekandung
  • Misan laki-laki sebapak
  • Bapaknya kakek
"Dan Umar memberikan kepada kakek 1/6 jika tidak ada anak" (Ad Darimiy)
Nenek
Ada 2 (dua) nenek dalam masalah warisan ini; nenek dari pihak bapak dan nenek dari pihak ibu.
Keduanya dalam memperoleh harta waris menurut ketentuan-ketentuan berikut:
  1. Jika yang meninggal meninggalkan seorang nenek saja dan tidak ada ibu, maka nenek memperoleh 1/6 (baik ada ahli waris lain ataupun tidak)
  2. Jika nenek yang ditinggalkan itu lebih dari seorang, maka bagian yang 1/6 tersebut dibagi sama rata
  3. Nenek (dari pihak bapak ataupun ibu) akan mahjub jika yang meninggal masih meninggalkan ibu
  4. Nenek dari pihak bapak jika masih ada bapak akan mahjub, sedang nenek dari pihak ibu tidak
  5. Nenek tidak me-mahjub-kan siapapun diantara ahli waris, hanya nenek yang jauh tidak memperoleh harta waris selama ada nenek yang dekat
"Sesungguhnya Nabi shallallhu alaihi wa salaam memberikan kepada nenek 1/6 apabila tidak ada ibu." (Abu Dawud)
"Rasulullah shallallhu alaihi wa salaam telah memberikan 1/6 untuk tiga orang nenek, dua orang dari pihak bapak dan seorang dari pihak ibu." (Ad Daruquthni)

Wala' (Harta waris untuk yang memerdekakan budak, pen.)
  1. Jika bekas budak meninggal sedangkan ahli warisnya tidak ada kecuali bekas tuannya saja
  2. Jika bekas budak meninggalkan bekas tuannya dan ahli warisnya, maka harta diberikan kepada ahli warisnya, bila ada sisa untuk bekas tuannya
  3. Jika bekas budak meninggal, dengan meninggalkan ashabah, maka bekas tuannya tidak mendapatkan apa-apa
  4. Jika bekas budak meninggal sedang bekas tuannya mati terlebih dahulu, maka ashabah bekas tuannya sebagai gantinya

* maaf penulis kurang jelas, apakah penulisannya yang benar seperti itu
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012
ujungkelingking - Beberapa istilah-istilah yang akan muncul dalam pembahasan ilmu fara'idl ini diantaranya:

Wasiat,
Yaitu pemberian seseorang menyerahkan sebagian dari hartanya dan pelaksanaanya adalah setelah orang tersebut meninggal dunia. Wasiat boleh diberikan kepada siapa saja asal orang tersebut bukan sebagai ahli waris. Sebaliknya, ahli waris tidak boleh menerima wasiat.

"Tidak ada wasiat untuk ahli waris." (Tirmidzi dan Ahmad)

Dan besarnya wasiat ini sudah ditetapkan oleh Rasulullah, yaitu tidak boleh melebihi dari sepertiga harta peninggalan.

Dari Saad bin Abi Waqqash berkata bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wa salaam mengunjunginya saat sakit. Beliau bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, aku ingin mewasiatkan seluruh hartaku, bolehkah?" Rasulullah menjawab, "Tidak". "Setengah hartaku?", beliau menjawab,"Tidak". "Sepertiga ?" Rasulullah menjawab,"Ya, sepertiga dan sepertiga itu banyak..." (Bukhari dan Muslim)

Furudl Muqaddar,
Berarti "ketetapan". Maksudnya adalah bagian (persentase) yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits bagi ahli waris. Adapun ketetapan itu adalah:

1/8, 1/6, 1/4, 1/3, 1/2, dan 2/3


Ahli waris,
Yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan berdasarkan hukum Islam. Ahli waris ini dibagi dalam 3 (tiga) kelompok:
  1. Dzawil Furudl, yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (furudl muqaddar). Dalam pembagian harta waris kelompok ini harus didahulukan daripada dua kelompok berikutnya.
  2. Ashabah, pembela atau pelindung. Yaitu ahli waris yang mempunyai hubungan dekat dengan orang yang meninggal dan memperoleh "sisa" dari harta setelah dibagikan kepada ahli waris dari kelompok dzawil furudl (ashabul furudl). Penjelasan lebih lanjut tentang ashabah ini bisa dilihat pada artikel Siapa Saja Ashabah Itu?
  3. Dzawil Arham, yaitu ahli waris yang mendapatkan warisan atas nama keluarga, dan mereka tidak akan mendapat warisan selama dzawil furudl dan ashabah masih ada.

Hajib (asal kata dari hijab),
Penghalang. Yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris lain untuk memperoleh harta waris.

Mahjub,
Terhalang. Yaitu ahli waris yang tidak memperoleh harta waris karena terhalang oleh ahli waris lain.

Hijab ini dibagi dalam 2 (dua) macam:
  1. Hijab bi 'l washfi (dengan sifat). Adalah menghalangi diri dari semua harta waris karena adanya sifat yang terdapat pada ahli waris tersebut. Misalnya: pembunuh, kafir, murtad. (lihat pembahasan sebelumnya.
  2. Hijab bi 'l syakhsi (sebab diri). Adalah karena terdapat seseorang yang lebih berhak untuk menerima harta waris tersebut daripada yang lain. Dan hijab karena sebab diri ini dibagi menjadi 2 (dua):

  • Hijab Hirmaan, yaitu halangan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak mendapat bagian harta sama sekali. Misalnya: kakek terhalang oleh bapak, cucu terhalang oleh anak.
  • Hijab Nuqshaan, yaitu halangan yang membuat seorang ahli waris tidak mendapatkan bagian secara maksimal dikarenakan adanya ahli waris lain. Misalnya: istri tanpa anak mendapat 1/4 bagian, sedang bila mempunyai anak hanya mendapat 1/8 bagian. 

Ahli waris yang tidak dapat di-hijab -artinya, mereka pasti mendapat bagian dari harta waris- ada 3 (tiga):
  • Suami atau istri
  • Bapak atau ibu
  • Anak laki-laki atau perempuan

Catatan: bila kata-kata hijab disebut tanpa diberi tambahan apapun maka maksudnya adalah hijab hirmaan, bukan nuqshaan.


'Aul
Berarti irtifa' (meninggikan), jiyadah (bertambah).
Maksudnya adalah meninggikan angka masalah sehingga menjadi sama dengan jumlah pembilang dari bagian ahli waris yang ada.

Rad
Berarti 'l 'audu (pulang), 'l sharfu (berpaling), 'l ruju'u (kembali).
Yaitu mengembalikan sisa harta waris kepada ahli waris dikarenakan ahli waris yang ada hanya yang mendapatkan bagian tertentu saja, atau, tidak ada yang dapat menghabiskan semua harta.

Contoh penghitungan untuk bab ini bisa dilihat di Contoh Penghitungan Pembagian Harta Waris
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012
ujungkelingking - Berawal dari pertanyaan seorang rekan Kompasianer tentang pembagian harta peninggalan orang yang telah meninggal, maka tulisan ini coba membahas tentang hal tersebut. Sungguh, hal-ikhwal tentang harta waris ini adalah hal yang teramat penting dan sensitif. Dan karena begitu pentingnya masalah ini sampai-sampai Allah menetapkannya secara exclusive dalam Al-Qur'an, tepatnya di dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 12.

Dan tulisan tentang ilmu waris ini akan dibagi dalam tiga bahasan utama, yaitu:

Ilmu Fara'idl adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam. Berasal dari kata faraa'idl jamak al-fariidlah, berarti "ketentuan" atau "bagian yang tertentu". Yaitu suatu ilmu yang membahas ketentuan-ketentuan pembagian harta waris.


Sebelum harta peninggalan dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu harus dikeluarkan untuk;
  1. Biaya penguburan
  2. Melunasi wasiatAdapun besaran wasiat ini tidak boleh melebihi 1/3 dari harta.
  3. Membayar hutang, bila ada

Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan adalah;
  1. Nasab (keturunan)
  2. Pernikahan
  3. Agama
  4. Wala' (budak yang telah dimerdekakan)

Sedangkan sebab-sebab yang menghalangi seseorang mendapatkan warisan adalah;
  1. Berlainan agama
  2. Pembunuhan
  3. Perbudakan
  4. Saat kematian (mana yang meninggal lebih dahulu)
"Seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, dan seorang kafir (tidak mewarisi) dari seorang muslim" (Hadits)
"Pembunuh tidak dapat mewarisi" (Hadits) 

Ahli waris dari pihak laki-laki ada 15 (lima belas) orang;
  1. Anak laki-laki (ibn)
  2. Cucu laki-laki (ibn 'l ibn)
  3. Bapak ('l ab)
  4. Kakek dari pihak Bapak ('l jid min jihti 'l ab)
  5. Saudara sekandung (akh 'l syaqiiq)
  6. Saudara sebapak ('l akh 'l ab)
  7. Saudara seibu ('l akh  'l umm)
  8. Anak dari saudara sekandung (ibn 'l akh 'l syaqiiq)
  9. Anak laki-laki sebapak (ibn 'l akh 'l ab)
  10. Paman sekandung ('l 'am 'l syaqiiq)
  11. Paman sebapak ('l 'am 'l ab)
  12. Anak laki-laki dari paman sekandung (ibn 'l 'am 'l sayqiiq)
  13. Anak laki-laki dari paman sebapak (ibn 'l 'am ' ab)
  14. Suami ('l zauj)
  15. Orang yang memerdekakan budak ('l mu'tiq)

Ahli waris dari pihak perempuan ada 10 (sepuluh) orang;
  1. Anak perempuan ('l bintu)
  2. Cucu perempuan (bintu 'l ab) 
  3. Ibu ('l umm)
  4. Nenek adari pihak Ibu ('l jidah min jihti 'l umm)
  5. Nenek dari pihak Bapak ('l jidah min jihti 'l ab)
  6. Saudari sekandung (ukhtu 'l syaqiiq)
  7. Saudari sebapak ('l ukhtu 'l ab)
  8. Saudari seibu ('l ukhtu 'l umm)
  9. Istri ('l zaujah)
  10. Orang yang memerdekakan budak ('l mu'tiqah)
*Andai, kelimabelas dan kesepuluh orang ini ada dalam satu kasus waris, maka yang mendapat bagian harta waris adalah bapak, ibu, suami/istri, anak laki-laki, dan anak perempuan.

Atau lihat gambar berikut:

Silsilah Ahli Waris
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012

Thursday, May 24, 2012

Sumber: dok. pribadi
ujungkelingking - Berawal dari seorang teman yang menulis status di messenger-nya seperti ini: Dream, Pray, Action, yang saya mengartikannya Berharap (lalu) Berdo'a (lalu) Berusaha. Saya tergelitik untuk mengkritisi kalimat tersebut sebab menurut saya "do'a" itu harus setelah "usaha", bukankah itu inti dari sikap tawakkal seorang hamba yaitu menyerahkan hasil akhirnya hanya kepada Sang Khaliq?

Maka saya membalas statusnya tersebut. Tulis saya, "Seharusnya Action dulu, baru Pray... (tawakkal)".

Teman saya itu kemudian menjawab, "Itu sudah biasa, bos. Action terus Pray sudah umum. Sekarang dibuat Pray dulu baru Action, jadi semua tindakan kita harus berdasar/mengingat Allah."

Kemudian teman saya memberikan sebuah contoh kecil, "Sebelum kita masuk ke kamar mandi 'kan ada do'a masuk kamar mandi. Sebelum kita makan juga ada do'a sebelum makan. Nah ini yang sudah hampir dihilangkan."

Saya lantas berargumen lagi, "Lah setelah dari kamar mandi kan juga do'a? Setelah makan ya do'a."

"Nah itu sudah umum, ente kan sudah tahu," Kemudian lanjut dia, "Seharusnya itu yang benar: Pray, Dream, Pray, Action, Pray. Cuma yang belakang ane hilangkan."

Dari jawaban ini saya lantas berpikir kenapa antara "pray" dan "action" dipisahkan tanda koma (,)? Menurut saya tanda koma dalam terjemahan bahasa-nya bisa berarti "lalu", seperti cara saya menerjemahkan di atas. Dengan penggunaan kata "lalu" ini seolah ada jeda antara "pray" dan "action" yang dilakukan. Kenapa tidak digunakan saja istilah "dan" yang bisa berarti "dilakukan bersamaan"?

Jawab teman saya itu, "Nah ini membacanya jangan menggunakan bahasa Indonesia, tapi pakai hati yang paling dalam. Nanti langsung tembus sama Gusti Allah."

Hehehe.. tersenyum saya membacanya. Akhirnya dengan guyon saya bilang ke dia, "Wah, wah bos pulsa satu ini sudah sampai tahap langit kayaknya..."

"Belum, Cak (Mas, pen.). Ini masih di bumi aja, cuma kebanyakan nonton Ust. Yusuf Mansyur di TV. Setiap jam 5 pagi nonton aja. Insyaallah barokah."

Ah, jam segitu biasanya saya baru bangun, hahaha... Tapi daripada ngaku, lebih baik saya mencari jawaban yang lebih diplomatis, "Wah istriku sukanya nonton Mamah Dedeh. Nonton sambil sarapan."

"Sama aja. Yang penting setiap hari harus ada peningkatan."

"Nah itu masalahnya," Kata saya, "masalahnya, iman itu yaziiduu wa yanquss (fluktuatif)"

"Betul. Karena itulah setiap turun 1 meter, kita harus naik LEBIH dari 1 meter. Kalau sama itu artinya tenggelam. Nah inilah alat pengukur hati yang langsung connect sama Gusti Allah."

Tak ada argumen, pesan tidak saya balas.


nb: bahasa & dialog sudah di-edit seperlunya
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, May 24, 2012

Monday, May 21, 2012

ujungkelingking - Banyak yang masih berpendapat bahwa Islam adalah suatu budaya asing (baca: Arab) yang masuk ke Indonesia. Tapi tentu pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang salah kaprah. Sudah jelas-jelas jika kebudayaan itu adalah produk manusia, sedangkan Islam adalah produk Allah. Budaya, bisa jadi dianggap salah di tempat lain, sedangkan Islam bersifat universal, bisa diterima oleh siapa dan dimana pun, selama memiliki akal yang waras.

Namun setidaknya sebuah hadits tentang seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi lalu ia juga membenarkan jawaban Nabi ini bisa menyadarkan para pemikir yang salah kaprah tersebut.

Suatu ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para shahabat, lalu datanglah seorang laki-laki yang langsung masuk ke tengah-tengah majlis dan kemudian duduk tepat di depan Rasulullah. Laki-laki itu lalu bertanya kepada Nabi,

Apa IMAN itu?

Jawab Rasulullah, "Iman adalah kamu percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat-malaikatNya, percaya kepada kitab-kitabNya, percaya kepada rasul-rasulNya, percaya kepada qadla' dan qadarNya."

Kata laki-laki itu kemudian, "Engkau benar!"

Lalu ia bertanya lagi,

Apa ISLAM itu?

Jawab Rasulullah, "Islam adalah kamu mengucapkan syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusanNya, engkau mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadlan, dan melaksanakan haji bagi yang mampu melaksanakannya."

Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata, "Engkau benar!"

"Lalu tanyanya lagi,

Apa IHSAN itu?

Jawab Rasulullah, "Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya, dan seandainya engkau tidak melihatNya maka ketahuilah bahwa Ia melihatmu."

Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata, "Engkau benar!"

***

Kemudian setelah laki-laki tersebut pergi, Nabi bertanya kepada Umar, "Tahukah engkau siapa laki-laki tadi?"

"Allah dan RasulNya yang lebih tahu." Jawab Umar.

"Orang yang bertanya dan membenarkan jawabanku tadi adalah Jibril. Dia datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian."

Subhanallah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 21, 2012

Saturday, May 5, 2012

ujungkelingking - Perjuangan saya pun berlanjut...

Setelah dua kali mengalami hambatan (yaitu saat di RT dan saat di Kelurahan), Jum'at-nya, 4 Mei, saya membulatkan tekad untuk mengambil izin cuti satu hari guna menuntaskan urusan ini. Setidaknya berkas harus sudah sampai di kantor Kecamatan.

Namun pagi itu hujan turun sejak shubuh, dan itu sudah cukup untuk membuat saya bimbang; berangkat pagi ini atau agak siang nanti. Dan karena istri saya juga mengeluhkan elpiji yang habis, jadilah saya harus menunggu sampai toko buka. Setelah semua urusan di rumah selesai, saya pun segera berangkat ke Surabaya. Saat itu sudah pukul 9.00 siang.

Kira-kira satu jam lebih saya baru sampai di Surabaya, dan saya langsung menuju ke Kantor Urusan Agama tempat surat nikah kami dulu diterbitkan, tujuannya adalah untuk melegalisir copy dokumen tersebut. Sudah saya siapkan sepuluh lembar copy Surat Nikah untuk dilegalisir, meskipun kemarin yang diminta hanya empat lembar.

Lagi-lagi usaha saya agak terhambat. Rupanya copy Surat Nikah yang saya bawa belum lengkap, yaitu halaman terakhir dari buku tersebut tidak saya copy-kan. Sebenarnya di kantor tersebut terdapat mesin fotocopy sekaligus printer juga. Mestinya lebih mudah, bukan? Nyatanya tidak, sebab saat saya kesana mesin fotocopy tersebut sedang rusak dan belum bisa diperbaiki. Jadilah saya harus keluar lagi untuk mencari tukang fotocopy. Sekembalinya dari situ di tengah perjalanan sempat ada razia kendaraan oleh Polantas. Beruntung surat-surat saya lengkap.

Catatan 3. Bila Anda menggunakan kendaraan pribadi, ada baiknya Anda melengkapi surat-surat sekaligus memeriksa kondisi kendaraan Anda. Intinya, jangan sampai hal-hal yang di luar proses menghambat proses tersebut.

Dalam benak saya, urusan di KUA ini dan kemudian di kantor Kelurahan bisa selesai sebelum sholat Jum'at, sehingga setelah sholat Jum'at saya tinggal meneruskan ke kantor Kecamatan. Namun apa yang saya harapkan tak sama dengan kenyataan di lapangan. Untuk menandatangani copy-an Surat Nikah itu saja butuh waktu sampai jam 11.00, gara-gara Kepala KUA-nya masih sibuk dengan mesin fotocopy-nya yang rusak. Weleh-weleh...

Catatan 4. Untuk legalisir Surat Nikah, yang harus Anda fotocopy ada tiga halaman, yaitu; halaman pertama yang berisi foto kedua pasangan; halaman berikutnya yang berisi data-data kedua pasangan; dan halaman terakhir yang berisi keterangan mas kawin dan tanggal diterbitkannya surat atau akad nikah terjadi. Dan ketiga halaman tersebut harus jadi satu dalam satu lembar folio, tidak boleh terpisah.

Setelah legalisir selesai, saya mampir ke rumah mertua saya untuk mengambil copy KTP saksi yang sudah disiapkan oleh adik ipar saya. Namun, lagi-lagi tak mulus. Orang seisi rumah tak ada yang tahu dimana adik saya meletakkan copy KTP tersebut. Dan baru ketemu saat adik saya tersebut pulang dari sekolah. Dan itu sudah pukul 11.30!

Tak membuang waktu, bergegas saya ke kantor Kelurahan. Dan, oleh beberapa orang yang masih berada disana saya diberi informasi bila yang bersangkutan sudah istirahat dan dipersilahkan kembali lagi nanti jam 13.00. Huft!

Tapi bagaimanapun saya harus memaklumi hal itu karena hari itu adalah hari Jum'at, yang sholat Jum'at biasanya dimulai sebelum pukul 12.00. Saya pun bergerak ke masjid terdekat.

***

Setelah sholat Jum'at dan menyempatkan diri menikmati ayam bumbu bali di sebuah warung, saya lalu kembali ke kantor Kelurahan. Disana saya diterima dengan cukup baik. Petugas bagian pelayanan segera membuatkan surat pengantar untuk saya. Surat itu nantinya digunakan di kantor Kecamatan beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya. Anehnya, petugas tersebut tidak lagi menanyakan tentang copy KTP saksi yang harus saya bawa. Asumsi saya, copy KTP tersebut digunakan saat di kantor Dinas Kependudukan.

Tapi tahukah Anda, apa yang membuat saya lebih kesal? Setelah surat pengantar tersebut selesai, oleh petugas yang bersangkutan tidak segera dimintakan tanda-tangan ke Kepala Kelurahan. Anda tahu kenapa? Pak Lurah sedang istirahat (baca: tidur)! Dan petugas ini tidak berani mengganggu.

Selama satu jam setengah saya menunggu disana hanya untuk menunggu Pak Lurah bangun. Walhasil, saya baru bisa meninggalkan kantor Kelurahan tepat jam 14.30.

Catatan 5. Meskipun secara aturan jam kerja bisa sampai jam 16.00 sore, namun biasanya instansi-instansi semacam ini sudah tidak melayani warga lagi selepas jam 15.00. Saya tak mau komentar untuk hal ini.

Tak ingin ketinggalan jam, saya segera memacu motor saya menuju ke kantor Kecamatan. Saya serahkan berkas-berkasnya termasuk Surat Pengantar dari Kelurahan. Saya kemudian diberikan tanda terima untuk mengambil hasil print out NIK-nya hari Rabu besok.

Dari petugas di kantor Kecamatan tersebut saya mendapat informasi bahwa harus terbit Akta Kelahiran dulu, baru kemudian saya harus mengulang prosesnya lagi untuk mendapatkan Kartu Keluarga yang baru.

Aduh, sudah terbayang deh capeknya!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, May 05, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!