ujungkelingking - Judul untuk postingan ini sebenarnya lebih tepat "Cerita-cerita Saat Mengurus Akta Kelahiran", karena tulisan ini adalah catatan saat saya mengurus Akta Kelahiran untuk putra kedua kami. Banyak hal-hal yang amat-sangat menjengkelkan sebenarnya, dan sengaja memang saya share disini, mudah-mudahan bermanfaat, terutama bagi Anda yang hendak mengurus hal yang sama.
Seminggu setelah kelahiran putra kedua kami -Daffa- saya berinisiatif untuk mulai mengurus Akta Kelahiran-nya. Sebenarnya, akta tersebut akan diurus oleh bidan yang menangani persalinan istri saya. Namun untuk data-data pendukungnya harus saya yang mengurus sendiri karena kebetulan tempat tinggal kami yang sekarang berbeda dengan alamat yang tertera di Kartu Keluarga. Inilah yang kemudian menjadi kendala, karena saya harus mondar-mandir, dan waktu terbuang disitu.
Okelah, saya kembali ke cerita,
Selasa, tanggal 24 April, saya izin setengah hari dari kantor. Itu untuk meminta surat pengantar dari RT dan RW di Surabaya, sesuai dengan alamat pada Kartu Keluarga. Maklum, kami sekarang ini tinggal di Sidoarjo. Namun sepertinya nasib baik belum berpihak pada saya. Sekretaris (atau Bendahara?) yang bertugas mengeluarkan surat pengantar tidak berada di tempat. Sedang keluar, kata tetangganya. Tapi ketika saya coba konfirmasi lebih jauh, orang tersebut tidak bisa menjawab dengan pasti, keluar kemana atau sampai berapa lama. Saya pun bimbang: lebih baik menunggu sampai yang bersangkutan datang atau mending langsung pulang saja?
Akhirnya karena rasa segan saya terhadap ibu mertua (masa' baru datang langsung pulang?) saya pun menunggu-lah. Satu atau dua jam kemudian orang yang saya tunggu-tunggu pun terlihat datang. Bergegas saya menemui orang tersebut di rumahnya dan menjelaskan keperluan saya. Singkatnya, saya pun berhasil mendapatkan Surat Pengantar. Namun, karena surat itu harus bertanda-tangan dan berstempel RT/RW, saya segera menuju rumah Pak RT.
Lagi-lagi nasib baik tidak bersama saya. Yang bersangkutan sedang bekerja, dan biasanya baru pulang setelah Maghrib. Saya pun menimbang-nimbang lagi: andai saya menunggu Pak RT pulang kerja dan andai saya berhasil mendapat stempel RT, tetap saja saya tidak bisa melanjutkan mengurus surat pengantar tersebut karena jam kerja RW-nya hanya sampai jam 4 sore saja. Jadi, untuk bertemu Pak RT harus malam hari sedang untuk bertemu Pak RW harus siang hari. Prosesnya juga tentu tak bisa dibalik. Hal ini yang cukup mengganggu bagi saya, yang tidak bertempat tinggal disitu. Maka dengan terpaksa surat itu saya titipkan kepada adik ipar saya agar dia mengurus validasi-nya ke Pak RW.
Catatan 1: Ketika Anda hendak mengurus hal-hal semacam ini, Anda sebaiknya tidak terburu-buru mengajukan cuti. Sebab mungkin saja ada hal-hal diluar prediksi Anda -sekalipun remeh- yang akan menghambat rangkaian proses itu. Disamping cuti Anda akan sia-sia, pun juga akan memperburuk penilaian terhadap kinerja Anda. Jadi lebih aman bila untuk satu atau dua hari Anda izin masuk setengah hari.
***
Tepat seminggu kemudian, saya mendapat informasi dari adik ipar saya bahwa tanda-tangan RW sudah didapatkannya. Artinya, surat pengantar itu siap untuk diproses lebih lanjut.
Selasa, tanggal 2 Mei saya kembali izin setengah hari untuk mengurus ke kantor Kelurahan. Dokumen-dokumen pendukung lainnya seperti copy Surat Nikah, Kartu Keluarga dan KTP sudah saya siapkan dan saya sertakan dalam satu map. Saya pikir, beres.
Namun (lagi-lagi) nasib baik masih jauh dari saya. Dokumen saya ditolak karena dianggap belum lengkap. Copy Surat Nikah yang saya sertakan harus terlegalisir; disamping itu juga harus disertakan copy KTP dari dua orang saksi (yang ini sekedar formalitas saja karena saya dipersilahkan menggunakan KTP siapa saja).
Akhirnya, dengan terpaksa saya pun kembali ngantor.
Catatan 2: Karena banyaknya kasus pemalsuan dokumen seperti itu, ada baiknya bila dokumen-dokumen copy tersebut sudah terlegalisir. Atau bila memungkinkan bawa saja sekalian dokumen aslinya.
Perjuangan masih berlanjut...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 02, 2012
0 comments:
Post a Comment
Komentar Anda tidak dimoderasi.
Namun, Admin berhak menghapus komentar yang dianggap tidak etis.