Monday, May 5, 2014

ujungkelingking - Becak Gowes Bermesin, Amankah Untuk Anak?


Alhamdulillah, mudah-mudahan teman-teman semua senantiasa dalam keadaan sehat dan dalam rejeki yang melimpah. Aamiin.

Sebelumnya saya mohon maaf karena beberapa hari ini, dan (mungkin) beberapa waktu ke depan saya akan mulai jarang update postingan dan blogwalking ke tempat teman-teman. Hal ini karena ada hal-hal yang akan saya sampaikan di kemudian hari. Insya Allah.

***

Teman-teman pernah mendengar istilah becak gowes atau mobil gowes?

Sekitar awal 2013, tren becak gowes mulai booming. Di tempat saya, becak gowes memiliki peminat yang cukup banyak. Bukan saja dari kalangan anak-anak, akan tetapi orang dewasa juga sudah terkena demamnya.

Bagi yang belum tahu, becak gowes ini merupakan hasil modifikasi yang sangat kreatif. Jika biasanya becak yang sering kita temui memiliki 3 buah roda, untuk becak gowes ini ada 4 roda. Dengan dudukan untuk 4 orang dan modifikasi kemudi berbentuk bulat, ada pula yang menyebutnya dengan mobil gowes. Seperti mobil, tapi digowes (dikayuh). Kreasi ini mengingatkan kita pada sepeda tandem yang jauh lebih dulu ada. Hanya bedanya, jika pada sepeda tandem posisi pengayuhnya depan-belakang, pada becak gowes ini posisi pengayuh ada di kanan, kiri, depan dan belakang.

Dan seperti yang saya bilang tadi, peminatnya dari segala usia. Bahkan becak gowes ini memungkinkan kita bisa bercengkerama bersama seluruh anggota keluarga sambil mengayuh berkeliling kompleks. ^_^


Inovasi tiada henti


Ketatnya persaingan di dunia ini menuntut para pembuat becak gowes untuk semakin berinovasi. Modifikasi terbaru dari model ini adalah dengan menambahkannya mesin penggerak (biasanya diambil dari mesin sepeda motor). Praktis tidak ada lagi kayuh-mengayuh. Sudah benar-benar mirip mobil!

Atau kalau di kampung (baca: sawah), kita jadi ingat dengan kendaraan berbahan bakar diesel yang digunakan untuk memisahkan beras dari gabahnya.

Menjadi pertanyaan kecil, dengan "kecanggihan" seperti ini, apakah becak gowes (walaupun seharusnya namanya bukan lagi gowes, karena sudah bermesin) masih cocok disewakan untuk anak-anak?


Semakin high-tech, semakin high-risk


Malam kemarin, saat sedang menunggu istri berbelanja, lewatlah di depan saya sebuah becak gowes bermesin yang dikemudikan anak-anak berusia tanggung.

Waktu itu saya sempat berpikir, aman gak ya?

Namun tak berapa lama, terdengar bunyi yang cukup mengagetkan. Rupanya becak gowes bermesin tersebut menabrak mobil yang sedang diparkir di depan sebuah depot. Bagian belakang mobil yang ditabrak, penyok. Kejadian berikutnya sudah bisa ditebak. Orangtua dari si pengemudi becak gowes bermesin tersebutpun didatangkan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan anaknya.


Sayang itu boleh, bijaksana itu harus


Kejadian itu membuat saya teringat dengan kasus putra musisi kondang yang walau masih belia sudah sering mengemudikan mobil di jalan raya.

Kejadian-kejadian ini seharusnya cukup untuk membuat kita (baca: orangtua) bercermin diri. Bahwa rasa sayang kita kepada anak jangan sampai membuat mereka terkena -atau terserempet- bahaya. Yang mendapat getahnya bakal orangtuanya juga.

Kita mungkin tidak bisa membendung kemajuan teknologi atau inovasi. Tapi setidaknya kita memiliki kemampuan untuk menerapkannya secara bijak.

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 05, 2014

Monday, April 28, 2014

ujungkelingking - Cara Membuat Kalimat Positif yang Benar


Alhamdulillah. Mudah-mudahan kita semua masih dikarunia rejeki yang berkah. Aamiin.

Saya yakin teman-teman pernah mendengar hasil penelitian yang dilakukan seorang ilmuwan Jepang tentang air yang telah diberikan "sugesti" kepadanya. Hasil penelitian itu meyebutkan bahwa jika air yang telah diberikan sugesti baik, do'a atau kalimat positif (afirmasi), atau musik yang syahdu, maka pada air tersebut akan terbentuk semacam kristal-kristal yang indah. Namun berbeda jika pada air tersebut kita berikan musik cadas, atau kata-kata buruk, maka kristal-kristal tadi akan langsung pecah berantakan.


Menjadi menarik kemudian karena pada tubuh manusianya sebagian besar terdiri atas air. Karena itu penelitian ini bisa diterapkan pada tubuh makhluk hidup, seperti kita.


Penelitian lain menyebutkan bahwa dengan mengatakan kalimat-kalimat positif untuk diri sendiri, otak akan merekamnya sebagai sugesti yang kemudian itu akan sangat berpengaruh pada fisik dan mental kita. Menyehatkan dan meningkatkan kualitas berpikir kita.

Maka penting untuk mensugesti diri dengan kalimat-kalimat yang positif. Jika dalam agama kita punya do'a (yang sudah ada contohnya), maka untuk kalimat-kalimat positif ini kita bisa membuatnya sendiri sesuai dengan kondisi dan keinginan kita.

Seperti yang telah ditulis oleh mbak Femi Olivia dalam bukunya Change Yourself into Swan disebutkan untuk membuat sebuah kalimat positif (afirmasi) ada 4 hal yang harus diperhatikan:

1. Tentukan tujuan


Tentukan apa yang ingin kita sugestikan pada diri kita. Mungkin agar kita selalu merasa sehat, merasa bahagia... Terserah. Tentukan saja.
 

2. Gunakan kalimat untuk masa sekarang (present)


Kita bisa memakai kalimat, misalnya "Saya adalah pengusaha sukses". Kalimat seperti ini lebih baik daripada kita mengatakan, "Saya nanti akan jadi pengusaha sukses". Karena dampak psikologisnya dalam hati akan terus menunggu tercapainya maksud.

3. Gunakan bahasa positif


Alih-alih menggunakan "Saya tidak ingin gemuk", sebaiknya kita memakai kalimat "Saya suka terlihat langsing". Sugesti berupa kalimat positif biasanya lebih mengena daripada kita menggunakan kalimat negatif.

4. Singkat saja


Gunakan kalimat yang singkat. Otak akan lebih mudah mencernanya ketimbang kalimat yang panjang lebar dan bikin bingung.


Yup, keep your positive thinking!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, April 28, 2014

Friday, April 25, 2014

ujungkelingking - Selamatkan Anak dari Kekerasan Seksual


Alhamdulillah, semoga teman-teman semua senantiasa dikarunia kesehatan dan rejeki yang berkah. Aamiin.

Selama ini kita menganggap sekolahan adalah tempat yang aman buat anak-anak kita. Disamping ada para guru yang akan mendidik mereka, juga ada teman-teman tempat berbagi keceriaan.

Namun apa yang terungkap di media seolah membuyarkan itu semua. Belum selesai berita mengenai JIS, muncul berita serupa dengan korban lain di tempat berbeda. Sebelumnya, kasus-kasus tentang kekerasan seksual pada anak juga kerap menghiasi media.

Miris.

Prihatin.

Dan khawatir tentunya. Mengingat kita juga memiliki (atau akan memiliki) anak-anak yang juga akan masuk sekolah.


Bencana nasional yang tidak terlihat


Dari data yang diambil dari Komnas Perlindungan Anak, tahun 2012 tercatat ada 2.637 kasus kekerasan yang terjadi pada anak (62% berupa kasus pelecehan seksual). Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang "hanya" 2.509 kasus dengan 58% di antaranya yang berupa kekerasan seksual pada anak.

Melihat pertumbuhan kasusnya yang tidak bisa dibilang ringan, sudah sepantasnya hal ini disebut sebagai bencana nasional yang butuh perhatian lebih dari Pemerintah. Bukankah mereka-mereka ini yang akan menjadi pengganti kita? Namun sayangnya berita-berita seperti ini rupanya masih kalah pamor dengan berita tentang korupsi, banjir, dsb.

Menurut seorang psikolog spesialis parenting, Elly Risman, ketika seseorang melihat suatu konten porno, maka apa yang ditangkap mata akan langsung masuk ke sistem lindik di otak kecil, yang kemudian merangsang hormon dopamine, seperti ketika orang mengonsumsi narkoba. Efeknya menimbulkan kecanduan. Pada saat bersamaan, tubuh mengeluarkan hormon kenikmatan seperti hormon yang muncul ketika orang sedang bersetubuh.

Meski proses itu terjadi di otak kecil, kerusakan terjadi di otak bagian depan (prefrontal cortex/PFC). Tepatnya, di atas alis mata ke arah kanan yang fungsinya membuat perencanaan, kontrol diri, mengatur emosi hingga mengambil keputusan.

Kerusakan otak bagian depan ini sangat berbahaya. Sebab, fungsi-fungsi otak sebagai pembuat perencanaan, kontrol diri, pengatur emosi, dan mengambil keputusan tidak dapat dilakukan dengan baik. Padahal, fungsi-fungsi inilah yang membedakan manusia dengan binatang. (kompas.com)


Sanksi yang "nanggung"


Hukum yang mengatur tentang pelecehan seksual adalah:

Pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 289 KUHP

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Pasal 290 KUHP

Diancam dengan pidana paling lama 7 (tujuh) tahun:
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;

Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain

Pasal 291 KUHP

Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 (duabelas) tahun.

Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun.

Pasal 292 KUHP

Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Hukuman 3-15 tahun jelas tidak sebanding dengan trauma fisik dan psikis yang dialami korban. Apakah anda bisa bayangkan ketika pelaku keluar nanti dan kemungkinan kembali bertemu dengan anak-anak kita? Atau bisa saja pelaku akan melakukannya lagi dengan korban yang lain? Ingat saja, ini adalah soal kecanduan.

Berbeda dengan Islam yang menerapkan hukuman mati (rajam) atau pengasingan. Intinya pelaku tidak boleh lagi bertemu dengan korban, agar tidak timbul lagi trauma.


Perlu langkah proteksi


Sebuah pesan dari Change.org masuk ke email saya pagi ini. Isinya adalah permintaan untuk menandatangani petisi tentang perlunya membuat daftar orang-orang yang menjadi pelaku tindakan kekerasan seksual pada anak.

Di negara-negara lain sudah ada National Sex Offender Registry atau Daftar Pelaku Kekerasan Seks Nasional. Isinya adalah sebuah daftar yang berisikan nama dan foto dari para pelaku kekerasan seksual. 

Pelaku kekerasan seksual pada anak
Save Our Children


Dengan adanya daftar ini, pihak sekolah atau pihak penyelenggara pendidikan bisa menggunakannya sebagai acuan ketika akan merekrut karyawan-karyawan baru.

Petisi yang disampaikan oleh Precilia Siahaan melalui Change.org setidaknya butuh 15.000 tandatangan untuk bisa diserahkan ke Bpk. Amir Syamsudin (Menteri Hukum & HAM), Kementerian Hukum dan HAM, M. Nuh (Menteri Pendidikan & Kebudayaan).

Berikut petisinya.


Yang mau berpartisipasi, monggo. Semoga anak-anak Indonesia mendapatkan yang terbaik. Aamiin.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, April 25, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!