ujungkelingking - Rasulullah, Seorang Panutan dan Nasehat
Dari khutbah Jum'at tadi siang.
Bismillah...
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswah hasanah bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
[Al-Ahzab: 21]
Uswah hasanah biasanya diterjemahkan sebagai contoh teladan atau panutan yang baik. Selain kata ini, kita juga punya istilah lain yang sering kita dengar yaitu mau'idha hasanah. Akan tetapi dari segi arti dan maksud, mau'idha hasanah berbeda dengan uswah hasanah.
Mau'idha hasanah lebih sering diartikan dengan nasehat yang baik. Namanya nasehat, tentu semua orang bisa memberi nasehat yang baik. Bahkan seorang maling jemuranpun bisa menasehati orang lain dengan nasehat yang baik. Hal ini jelas berbeda dengan uswah hasanah yang menyangkut perilaku atau kebiasaan. Maka Allah subhanahu wa ta'ala telah memerintahkan kita untuk meniru pola hidup, kebiasaan dan perilaku Rasulullah. Karena seperti perilaku beliau-lah seharusnya perilaku seorang muslim.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, Rasulullah pernah bersabda,
"Sungguh tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan akhlak."[Diriwayatkan Ahmad, dalam Silsilah as-Shahiihah]
Ini menjadi catatan, karena meski hidup di lingkungan jahiliyah, Rasulullah tidak mengatakan akan menyempurnakan ilmu pengetahuan. Jelas, agama yang beliau bawa adalah agama akhlak.
Hal ini juga menjelaskan kenapa banyak orang-orang besar yang notabene berpendidikan dan berpengetahuan luas namun masih berperilaku jahil, terlibat ke dalam hal-hal kotor. Karena mereka hanya pintar namun minus akhlak.
Jika ditarik lebih ke dalam, kenapa banyak muslim yang mengerjakan shalat namun masih tetap menjalankan maksiat? Bukankah katanya shalat itu dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar?
Jawabannya, karena meski kita shalat, kita tetap tidak berakhlak kepada Allah. Meski kita beribadah, namun hati kita tidak nyambung kepada Allah. Itulah kenapa shalat tidak tidak mampu berefek apa-apa pada perilaku dan kebiasaan kita.
Padahal jelas-jelas Allah telah merumuskan,
وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
"... dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku."[Thaahaa: 14]
Jika disambung dengan ayat yang lain,
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"... ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."[Ar-Ra'd: 28]
Jadi inilah rumusnya: Shalat ---> ingat Allah ---> hati tenteram
Dan ketenteraman hati inilah yang menjadi kunci agar kita bisa melakoni kehidupan ini dengan tanpa gelap mata. Tenteramnya hati ini juga akan membuka pandangan kita agar tidak pernah berprasangka buruk kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Dan ketenteraman hati inilah yang menjadi kunci agar kita bisa melakoni kehidupan ini dengan tanpa gelap mata. Tenteramnya hati ini juga akan membuka pandangan kita agar tidak pernah berprasangka buruk kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Maka, meneladani perilaku Rasulullah bukan melulu urusan dhahir (nyata), namun juga sekaligus menata bathin (hati).
***
Mohon maaf jika terlalu panjang.
Saya hanya menyampaikan. Anda sekalian hanya mendengarkan.
Tidak ada ketentuan bahwa yang menyampaikan itu lebih baik daripada yang mendengarkan.
Yang beruntung hanyalah mereka yang melaksanakan,
dan istiqamah dalam keimanan.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, February 07, 2014