ujungkelingking - Senin kemarin bisa jadi adalah hari yang paling menunjukkan kenekatan (baca: kebodohan) saya. Bagaimana tidak, saya tetap berangkat kerja meski dengan bahan bakar dan uang yang menipis. Bahan bakar yang tidak akan dapat membawa saya sampai ke kantor -yang jaraknya hampir 40 km- dan uang yang bahkan tidak cukup untuk membeli setengah liter bensin.
***
Jadi begini ceritanya,
Sejak Sabtu sebelumnya, rekan kerja saya sudah memberitahu bahwa dirinya akan masuk kantor agak siang Senin ini karena ada suatu keperluan. Karena kami hanya berdua saja, itu berarti saya harus masuk agak pagi, sebab tidak mungkin membiarkan kantor kosong sampai siang hari.
Yang menjadi masalah adalah, bensin saya sudah sangat menipis, begitu juga dengan isi dompet saya. Namun saya berpikir, toh, saya hanya harus mencari ATM terdekat, lalu mampir sebentar ke SPBU, dan saya akan sampai di kantor. Atas dasar itulah saya memutuskan untuk tetap berangkat kerja.
Beberapa ratus meter dari rumah saya ada sebuah Bank dengan ATM di depannya. Tempat itu yang saya tuju kali pertama. Namun sayang, di pintu ATM tersebut saya disambut sebuah tulisan besar-besar, "Mohon maaf untuk sementara ATM tidak dapat melayani transaksi tunai". Hehh, saya harus beralih ke ATM lain. Beruntung tidak jauh dari tempat itu ada ATM milik Bank lain.
Ibarat 11-12, ATM tersebut juga kehabisan uang.
Mulai bercabang pikiran saya. Saya berpikir untuk pulang saja dan meminta izin cuti hari itu. Itu langkah paling aman daripada saya harus kehabisan bensin di tengah jalan sedangkan saya juga tidak membawa uang. Namun itu juga langkah paling pengecut karena itu berarti saya membiarkan pekerjaan saya terbengkalai padahal saya berhubungan dengan banyak rekanan perusahaan.
Akhirnya pilihan saya jatuh pada opsi yang kedua, yaitu tetap melanjutkan perjalanan sambil mencari ATM-ATM lain di perjalanan. Saya ingat setidaknya ada 2 ATM lagi di depan nanti.
Saya pun melaju dengan harap-harap cemas. Biar bagaimana juga feeling saya mengatakan sebaliknya. Dan,
Apa yang saya khawatirkan terjadi. ATM yang ketiga ini pun tidak bisa melayani transaksi tunai. Begitu pula dengan ATM keempat yang lokasinya lebih jauh lagi. Aarrggh, lemaslah saya. Betapa tidak, saat ini posisi saya sudah hampir di separuh perjalanan. Saya harus menimbang kembali,
Seingat saya, di depan sudah tidak ada ATM lagi kecuali nanti mendekati kantor. Jika saya memaksa untuk tetap melanjutkan perjalanan, maka bisa dipastikan saya akan kehabisan bensin sebelum sampai kantor. Kalaupun saya bisa mampir ke SPBU, toh saya tidak sedang pegang uang. Dan jika hal itu terjadi, bisa dibayangkan bingungnya saya: mau maju tidak bisa, mau pulang juga sudah terlalu jauh.
Akhirnya saya terpaksa mengambil keputusan yang paling memalukan sekaligus paling rasional saat itu: go back to home.
Yah, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah kembali pulang. Kalaupun nanti saya kehabisan bensin di jalan, toh saya sudah lebih dekat ke rumah. Saya sudah sangat pasrahnya. Seperti prajurit kalah perang, :-(
Yang ada di benak saya kemudian hanyalah segera sampai di rumah dan istirahat. Biar saja pekerjaan kantor terbengkalai. Biar saja rekan kerja saya nantinya marah-marah. Biar saja bos besar naik pitam. Biar saja rekanan perusahaan pulang kecewa dengan membawa gerutuan mereka. Biar...
Namun, seperti yang pernah dikatakan Ust. Yusuf Manshur dalam salah satu bukunya, pasrahkan saja semuanya. Pasrah pun belum tentu (hal yang ditakutkan itu) akan terjadi.
Dan itu benar.
Dalam perjalanan balik itu tiba-tiba saja saya melihat tulisan "ATM" pada sebuah plakat besar milik Bank yang cukup mendominasi di Indonesia. Heran ya, padahal sebelumnya saya sudah tengak-tengok namun tidak menyadari ada tulisan sebesar itu.
Fiuhh! Akhirnya saya tidak jadi pulang, dan tetap ngantor meski telat.
Jadi, apa yang definisi yang pas buat saya;
Saya pun melaju dengan harap-harap cemas. Biar bagaimana juga feeling saya mengatakan sebaliknya. Dan,
Apa yang saya khawatirkan terjadi. ATM yang ketiga ini pun tidak bisa melayani transaksi tunai. Begitu pula dengan ATM keempat yang lokasinya lebih jauh lagi. Aarrggh, lemaslah saya. Betapa tidak, saat ini posisi saya sudah hampir di separuh perjalanan. Saya harus menimbang kembali,
Seingat saya, di depan sudah tidak ada ATM lagi kecuali nanti mendekati kantor. Jika saya memaksa untuk tetap melanjutkan perjalanan, maka bisa dipastikan saya akan kehabisan bensin sebelum sampai kantor. Kalaupun saya bisa mampir ke SPBU, toh saya tidak sedang pegang uang. Dan jika hal itu terjadi, bisa dibayangkan bingungnya saya: mau maju tidak bisa, mau pulang juga sudah terlalu jauh.
Akhirnya saya terpaksa mengambil keputusan yang paling memalukan sekaligus paling rasional saat itu: go back to home.
Yah, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah kembali pulang. Kalaupun nanti saya kehabisan bensin di jalan, toh saya sudah lebih dekat ke rumah. Saya sudah sangat pasrahnya. Seperti prajurit kalah perang, :-(
Yang ada di benak saya kemudian hanyalah segera sampai di rumah dan istirahat. Biar saja pekerjaan kantor terbengkalai. Biar saja rekan kerja saya nantinya marah-marah. Biar saja bos besar naik pitam. Biar saja rekanan perusahaan pulang kecewa dengan membawa gerutuan mereka. Biar...
***
Dan itu benar.
Dalam perjalanan balik itu tiba-tiba saja saya melihat tulisan "ATM" pada sebuah plakat besar milik Bank yang cukup mendominasi di Indonesia. Heran ya, padahal sebelumnya saya sudah tengak-tengok namun tidak menyadari ada tulisan sebesar itu.
Fiuhh! Akhirnya saya tidak jadi pulang, dan tetap ngantor meski telat.
Jadi, apa yang definisi yang pas buat saya;
- Pasrah tingkat SMA?
- Nekat tanpa pertimbangan?
- Atau bodoh yang direncanakan?
Hehe... au ah! (Gak usah dijawab yah!)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 08, 2013
yg penting niat untuk mencari ATM udah dilaksanakan, perkara tidak menarik uang tunai itu udah nasib mas. hahaha
ReplyDeleteNdak narik uangnya gara2 "malu" sm ATM-nya, :D
Deletekalau kata temen aku di saat segala daya dan upaya manusia sudah sampai pada batas maksimal, yg ada hanya pasrah kepada Yang Maha Kuasa, maka amal ibadah kita lah yg bekerja untuk menolong kita :)
ReplyDeleteSaya juga pernah mendengar yg mirip2 dg itu. Mlh kita bs minta tlg kpd Tuhan dg bantuan amal ibadah kita...
Delete