ujungkelingking - Sekilas mengamati perkembangan kasus video Innocence of
Mosleem –tentang peghinaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam- yang diunggah di youtube pada 11
(atau 12?) September kemarin, yang menyebabkan kecaman dan protes di berbagai
negara di dunia. Bahkan korban luka dan tewas berjatuhan, baik di pihak
demonstran pun juga polisi.
Banyak yang menyayangkan reaksi spontan dari kaum Muslimin
itu. Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa terunggahnya video tersebut
adalah “jebakan” untuk men-justifikasi bahwa Islam itu memang mengajarkan
kekerasan dan teror. Mereka berpendapat jika kita melakukan protes keras
semacam itu –bahkan sampai terjadi bentrok- maka sebenarnya kita telah
memuluskan tujuan video tersebut. Memecah umat Islam dengan cara seperti ini
adalah hal yang mudah. Karena itu hal paling relevan adalah mengabaikan video
tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa Rasulullah dahulu saja diam-tidak
merespon apa-apa ketika diri beliau diolok-olok kaum kafir Qurays, jadi kenapa
kita musti marah-marah ketika Rasul diejek?
Namun di lain pihak, ada juga yang berpendapat bahwa hal-hal
yang semacam ini tidak boleh dibiarkan. Sebab jika diabaikan, bukan tidak
mungkin mereka merasa bahwa umat Islam baik-baik saja lalu mengunggah video
yang lain. Ketika saat itu kita juga diam, dan seterusnya juga diam, lalu
dimana izzah kalian, wahai kaum
Muslimin?! Orang-orang di luar Islam akan seenaknya saja mengobok-obok Islam.
Bahwa dahulu Rasulullah shallallahu
alaihi wa salaam diam saja, hal itu karena yang diolok-olok adalah diri
beliau sendiri. Personal. Karena itu beliau bersabar. Tapi lihat ketika yang
dilecehkan adalah agama, maka perang, adalah hal yang hampir tidak terelakkan.
Nah, ketika kita menerapkan rumusan ini dalam kehidupan
kita, maka ketika diri kita yang diejek dan diperolok, bereaksi diam dan
bersabar adalah respon yang diajarkan. Namun jika agama yang dilecehkan
(termasuk di dalamnya adalah Allah dan Rasul-Nya) maka keharusan bagi kita
adalah mengecam dan memprotes!
Namun satu hal yang penting untuk digaris-bawahi adalah
bahwa kecaman dan protes kita hendaknya sesuai dengan kapasitas kita sebagai
warga negara. Bahwa kita harus bereaksi, adalah benar. Namun, merusak fasilitas
publik, apalagi yang sampai menimbulkan korban jiwa adalah hal yang dilarang
Islam.
Maka bagi seorang presiden, kecamlah dan proteslah dengan
kekuasaan yang dimilikinya. Bagi seorang politikus, kecamlah dengan menggunakan
fasilitas politiknya. Bagi seorang yang melek teknologi, proteslah dengan
teknologi yang dikuasainya. Mungkin memblokir peredarannya atau sekedar
men-dislikes videonya bukan hal yang sulit. Bagi yang memiliki jaringan luas di
jejaring sosial bisa melakukan klarifikasi dari sana . Bagi kita –masyarakat sipil- yang tidak
memiliki kekuasaan dan ilmu apa-apa, maka proteslah dengan do’a dan mencoba
mempertebal keyakinan kita dengan lebih banyak lagi mempelajari Islam.
Mudah-mudahan Allah berkenan menampakkan kekuasaanNya.
Dan tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak
bereaksi. Diam dan abai, adalah hal yang naif.
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم
يستطع فبقلبه ، وذلك أضعف الإيمان رواه مسلم
Barang siapa diantara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Maka bila ia tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Maka bila ia tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman. (Muslim)
Hasbunallah wa ni’mal
wakiil…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, September 19, 2012
0 comments:
Post a Comment
Komentar Anda tidak dimoderasi.
Namun, Admin berhak menghapus komentar yang dianggap tidak etis.