Monday, February 4, 2013

ujungkelingking - Ada kejadian menarik (sekaligus menjengkelkan) saat saya pulang dari kantor, Jum'at kemarin. Saya pulang dengan naik bus, karena motor saya sedang opname di bengkel. (Lihat juga postingan sebelumnya).

Pada akhirnya, saya pun mendapat tempat duduk setelah hampir sepanjang perjalanan saya menemani mas kenek berdiri. Duduk di sebelah saya adalah seorang laki-laki baya dengan memangku sebuah tas besar. Melihat orangnya yang tampak amat ramah, saya pun mencoba membuka percakapan.

Pertanyaan saya sebenarnya standar untuk ukuran orang yang baru pertama kali bertemu, hanya berkutat seputar tempat tinggal, profesi dan keluarganya. Dan jawaban-jawaban yang diberikan bapak itu pun tampak biasa-biasa saja.

Namun yang membuat saya agak risih adalah setiap kali bapak tersebut berbicara dan menjawab pertanyaan saya, tangannya selalu jatuh di paha saya. Mulanya saya kira hal tersebut jamak saja untuk mengakrabkan diri antara yang lebih tua kepada yang lebih muda.

Apa yang saya kira rupanya salah. Tangan si bapak tua tak juga lepas dari paha saya. Semakin lama bahkan semakin berani menyentuh pangkal paha saya. Jiah!

Wah, gak beres nih, pikir saya. "Aset" saya harus segera diselamatkan. Tidak bisa tidak! Mimpi apa saya semalam sampai harus berurusan dengan hombreng. Saya pun menepis tangannya dari paha saya. Edannya, dia masih mengajak saya ngobrol seolah tidak terjadi apa-apa.

Beruntung kemudian karena tujuan si bapak tersebut sudah dekat sehingga perlu bersiap-siap di pintu keluar bus.

Huft, itulah sekelumit perjalanan saya yang paling menyeramkan selama ini. Setelah ini, bila Anda bepergian menggunakan angkutan umum dan harus duduk di sebelah seorang laki-laki, ada baiknya untuk ditanyakan kepada orang tersebut, "Anda hombreng (homo), tidak?"

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, February 04, 2013

Saturday, February 2, 2013

ujungkelingking - Sebelumnya, saya ingin bercerita dulu.

Kemarin, dengan terpaksa saya pergi ke kantor dengan naik angkutan umum. Sebab beberapa hari terakhir ini motor saya suka uring-uringan. Maklum sudah udzur, jadi kalau musim penghujan begini semua penyakitnya suka pada muncul. Okelah, kalau diterus-teruskan cerita yang ini bisa jadi curcol nanti.

Di tengah perjalanan, bus yang saya tumpangi berhenti untuk menaikkan penumpang. Beberapa orang laki-laki dan perempuan. Praktis, bus yang tadinya longgar menjadi penuh sesak. Ada yang terpaksa berdiri.

Di bangku depan saya, duduk seorang laki-laki dengan rambut gondrongnya dan seorang bapak tua dengan topinya.

Melihat ada seorang perempuan tidak mendapat tempat duduk, si bapak tua itu lalu berdiri bermaksud memberikan tempat duduknya untuk perempuan tersebut. Nah, belum sempat si perempuan duduk, naiklah seorang perempuan yang usianya lebih muda. Rupanya perempuan ini adalah teman dari laki-laki gondrong. Melihat ada temannya naik, si laki-laki gondrong ini langsung mempersilahkannya duduk di sebelahnya, di tempat yang sedianya diberikan oleh si bapak tua untuk perempuan yang pertama tadi. Lucunya, perempuan yang datang barusan ini langsung duduk saja tanpa menyadari bahwa tempat itu bukan untuknya.

Selesai.

***

Saya, kemudian jadi menghubung-hubungkan. Di dalam hidup -sadar atau tidak- sebenarnya tipikal-tipikal manusia kebanyakan telah terwakili oleh orang-orang yang saya temui di dalam bus itu. Coba simak saja tipikal-tipikal berikut:
  • Ketika dalam keadaan "tidak bisa berbuat apa-apa", ada tipikal orang yang lebih memilih diam menerima nasibnya. Tipikal ini diwakili oleh perempuan pertama yang tidak mendapat tempat duduk. Sadar karena naik terlambat sehingga tidak kebagian tempat duduk, maka dengan legowo dia berdiri.
  • Ada tipikal "orang-orang baik" yang diwakili oleh si bapak tua. Tipikal orang yang rela memberikan haknya untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Namun biasanya tipikal seperti ini tidak memiliki kekuasaan sehingga perbuatan baiknya sering tidak berefek banyak.
  • Ada juga tipikal orang yang diwakili oleh laki-laki gondrong. Memiliki "kekuasaan" namun suka merebut hak yang bukan miliknya. Apakah si laki-laki gondrong tidak tahu bahwa si bapak tua itu memberikan tempat duduknya untuk perempuan pertama? Tau, kok! Hanya saja atas nama "solidaritas" maka teman sendiri harus diutamakan daripada orang lain yang lebih berhak sebenarnya.
  • Tipikal keempat ini adalah orang-orang tidak memiliki kuasa apa-apa, namun sekaligus cuek dan tidak mau tahu dengan kepentingan orang lain. Tipikal seperti perempuan muda adalah tidak peka sosial, simpati dan empatinya kurang.
Si perempuan muda bisa saja beralasan, lah saya ditawari kok, kenapa ditolak? Tentu saja menerima bantuan orang lain sah-sah saja, namun yang perlu diingat adalah apakah penerimaan kita itu akan mencederai keadilan sosial atau tidak (waduh, bahasanya...). Lah memangnya ada orang yang ditawari, pakai bertanya dahulu?

Ternyata ada!

Tipikal kelima ini saya temukan kemarin juga, dalam perjalanan pulang ke rumah. Situasi di bus penuh sesak, saya bersama beberapa orang tidak mendapat tempat duduk. Setelah agak lama perjalanan, penumpang mulai berkurang, satu-dua kursi mulai kosong. Seorang laki-laki (tentang laki-laki ini akan saya ceritakan dalam postingan yang lain), menawarkan tempat duduk di sebelahnya. Karena saat itu masih ada seorang perempuan yang berdiri, saya cuma tersenyum, menolaknya. Akhirnya laki-laki ini menawarkan tempat kosong itu kepada perempuan tersebut. Mendapat tawaran seperti itu, si perempuan ini tak langsung menerimanya. Masih sempat ia bertanya, "Kosong ya, Pak?". Nah loh!

Karena itu, dengan mengetahui macam-macam tipikal itu, mudah-mudahan kita bisa menempatkan diri dalam posisi yang bermartabat.

Ya, ya ini sih cuma pemikiran saya yang masih dangkal. Kurang matang, memang. Maklum manggangnya di atas bus.

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, February 02, 2013

Thursday, January 31, 2013

ujungkelingking - Berkenaan dengan hari kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam, pada postingan sebelumnya, saya secara pribadi (dan secara awam) berpendapat bolehnya "merayakan"nya adalah dengan berpuasa. Hal tersebut didasarkan pada hadits Abu Qatadah,
"Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan aku diutus." (Muslim)
Sementara dari hadits Usamah bin Zaid, seringnya Rasulullah berpuasa pada hari Senin dan Kamis adalah,
"Dua hari ini dilaporkan amal kepada Rabbu 'l-alamiin, dan aku ingin, ketika amalku dilaporkan, aku sedang berpuasa." (Nasa'i, dihasan-shahihkan oleh Albani)

Dari kedua hadits ini bisa diambil kesimpulan bahwa alasan Rasulullah berpuasa pada hari Senin adalah:
  1. Karena pada hari tersebut amalan seorang hamba dilaporkan. Dan beliau ingin tercatat berpuasa ketika catatan amal diserahkan.
  2. Sebagai bentuk syukur atas kelahiran dan diutusnya beliau. Dan penting untuk digarisbawahi bahwa hal ini beliau lakukan setiap pekan (setiap Senin) dan bukan setiap tahun.

Dari sini, soal puasa hari Senin tentu bukan perselisihan lagi.

Nah, menjadi celah perdebatan kemudian adalah ketika kita berpuasa -khusus- dalam rangka memperingati kelahiran beliau.

Dalam kaidah ushu 'l-fiqh, terdapat kaidah: "Al-ashlu li 'l-ibadat li 't-tahriim" (hukum asal dari setiap bentuk ibadah adalah haram). Disini mengandung pengertian bahwa kita boleh melaksanakan suatu ibadah jika sudah ada dalil terlebih dahulu. Jika tidak ada perintah, baik dari Al-Qur'an maupun Hadits, maka amalan tersebut menjadi terlarang hukumnya.

Diantara puasa-puasa sunnah yang diajarkan oleh Nabi, tidak pernah sekalipun Rasulullah mengajarkan puasa Maulid. Artinya, berpuasa -khusus- untuk memperingati maulid nabi adalah terlarang. Namun hal itu berbeda konteksnya ketika maulid tahun ini karena jatuh pada tanggal 24 Januari 2013, hari Kamis. Maka sunnah berpuasa pada hari itu adalah karena Kamis-nya, bukan karena maulid-nya.

Maka benar, bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah adalah dianjurkan. Namun salah, bila untuk mengisinya malah kita melakukan hal-hal yang malah tidak diperintahkan.

Tulisan ini adalah sebagai ralat dari postingan saya sebelumnya. Namun, postingan sebelumnya tidak saya hapus, mudah-mudahan cukup sebagai pembanding bagi yang pro dan kontra saja. Dan mudah-mudahan juga setiap perbedaan mampu mendewasakan cara berpikir kita, melapangkan hati kita untuk menerima kebenaran.

Materi diambil dari http://www.konsultasisyariah.com/puasa-di-hari-maulid-nabi/#axzz2JX5TwZ9h



Sebelumnya saya menulis tentang:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 31, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!