Tuesday, July 3, 2012

ujungkelingking - Ketika kita memutuskan untuk datang ke dokter, sering pada akhirnya kita mendapat obat antibiotik. Masalahnya seberapa penting antibiotik tersebut?

Antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari  mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik.  Satu jenis antibiotik  biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak  untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh  berbagai kelompok kuman.

Namun yang harus ditekankan adalah sembarangan mengkonsumsi antibiotik bisa menyebabkan masalah yang serius misalnya alergi, atau yang paling ditakuti adalah terjadinya resistensi (antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi). Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.

INFEKSI

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur ke dalam tubuh.

Sebagian (besar) masyarakat masih beranggapan bahwa bila tubuh demam maka hal itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan antibiotik. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Hal ini karena demam merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.

Tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta merta menunjukan adanya suatu infeksi. Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan (inflamasi) sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik maupun kimia, dan juga luka.

Infeksi, tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi bila terjadi peradangan belum tentu akibat infeksi. Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat anti radang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.

Sebenarnya, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat dapat diatasi sendiri. Namun begitu, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak perlu diobati dengan antibiotik karena fungsi antibiotik adalah mematikan bakteri. Pemberian antibiotik menjadi tidak berguna, kecuali dokter menduga telah terjadi infeksi bakteri. Namun, ini pun bukan untuk penyakit common cold. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.

Kita baru butuh antibiotik bila terserang flu yang penyebabnya adalah bakteri. Sedangkan penyakit flu yang diakibatkan virus adalah bersifat self-limiting disease, atau bisa sembuh dengan sendirinya. Bila kita terkena flu biasa atau batuk-pilek, cukup tingkatkan stamina tubuh dengan cara makan makanan bergizi agar tubuh sehat kembali. Juga, minum air putih yang banyak dan cukup istirahat.


Referensi:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 03, 2012

Saturday, June 23, 2012

ujungkelingking - Seorang pria berjalan melewati seekor gajah. Ia tiba-tiba berhenti, bingung pada fakta bahwa makhluk sebesar itu hanya ditahan oleh tali kecil yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak juga kandang.

Bukankah jelas, bahwa gajah itu bisa kapan saja melepaskan diri dari ikatan itu? Namun mengapa tidak mereka lakukan?

Ketika melihat seorang pelatih di dekatnya, pria tadi segera bertanya mengapa hewan-hewan ini hanya berdiri di sana dan tidak berusaha melarikan diri.

Jawab si pelatih, “Ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kita menggunakan tali berukuran sama untuk mengikat mereka. Dan pada usia itu, tali sebesar itu cukup untuk menahan mereka,”

“Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali itu masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri.”

Pria itu terdiam, antara kagum dan keheranan. Hewan besar ini bisa setiap saat membebaskan diri dari ikatan mereka, tapi karena mereka percaya mereka tidak bisa, mereka terjebak disana.

Seperti gajah, banyak dari kita menjalani hidup berpegangan pada keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita pernah gagal sebelumnya. Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran.

Bukan begitu?


Sumber: www.zoom-indonesia.com
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 23, 2012

Thursday, June 21, 2012

ujungkelingking - Sebuah cerita dari seorang rekan Kompasianer...

***

Suatu pagi, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk "merebut" sang perempuan muda dari sisinya.

"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya yang rupanya adalah ayah si gadis.

"Iya, Pak," jawab si pemuda.

"Apakah engkau telah mengenalnya dalam-dalam?" tanya sang ayah sambil menunjuk si perempuan.

"Ya Pak. Sangat kenal." jawab si pemuda, mencoba meyakinkan.

"Lamaranmu kutolak!" Jawab sang ayah tegas, "Berarti engkau telah pacaran dengannya selama ini? Tidak bisa! Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" sergah sang ayah.

Si pemuda tergagap, “Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.”

Sang ayah berkata lagi, “Kalau begitu lamaranmu kutolak. Itu seperti membeli kucing dalam karung kan? Aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu anakku ini siapa?” balas sang ayah keras.

Ini situasi yang sulit. Sang gadis mencoba membantu si pemuda. Dia berbisik kepada ayahnya, "Ayah, dia dulu aktivis, lho."

"Kamu dulu aktivis, ya?" tanya sang ayah.

"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di kampus,” jawab si pemuda percaya diri.

"Lamaranmu kutolak." Jawab sang ayah kemudian, "Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"

"Ah, ya nggak, Pak. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."

"Kalau begitu, lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang gadis membisik lagi, membantu. "Ayah, dia pinter lho."

"Kamu lulusan mana?" tanya sang ayah.

"Saya lulusan kampus ini, Pak. Itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."

"Lamaranmu kutolak, kalau begitu," jawab sang ayah. "Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini toh? Menganggap saya bodoh, kan?"

"Enggak kok, Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IP-nya juga cuma dua koma, Pak."

"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bodoh gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"

Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja, lho."

"Jadi, kamu sudah bekerja?" tanya sang ayah.

"Sudah Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."

"Anu Pak, kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."

"Lho lamaranmu ya tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali datang, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."

"Rencananya maharmu apa?" tanya sang ayah kemudian.

"Seperangkat alat shalat Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf."

"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."

Bisikan datang lagi dari sang gadis, "Dia jago IT lho, Pak."

"Kamu bisa apa itu, internet?"

"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."

"Kalau begitu lamaranmu kutolak. Sebab nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."

"Tapi saya nge-net cuma untuk cek email saja kok Pak."

"Lamaranmu tetap kutolak kalau begitu. Jadi kamu nggak ngerti apa itu Facebook, Blog, Twitter, Youtube, kompasiana? Aku nggak mau punya mantu gaptek begitu."

Sang gadis hendak berbisik, tapi sang ayah keburu bertanya lagi, "Kamu kesini tadi naik apa?"

"Mobil, Pak."

"Kamu mau pamer toh kalau kamu kaya. Itu namanya riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik. Lamaranmu kutolak."

"Anu, Pak. Saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Lha wong itu mobil dia. Saya juga nggak bisa nyetir."

"Lamaranmu kutolak, kalau begitu. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Sang gadis hendak berbisik lagi, tapi sang ayah sudah bertanya, "Kamu merasa ganteng ya?"

"Nggak Pak. Biasa saja kok."

"Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."

"Tapi Pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir saya kok, Pak."

"Kalau begitu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh. Lamaranmu kutolak!"

***

Sang gadis kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"

Sang ayah menatap wajah sang anak, dan berganti menatap si pemuda yang sudah menyerah pasrah. "Nak, apakah ada yang engkau hapal dari Al Qur’an dan Hadits?"

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah. Jawabnya, "Pak, dari tigapuluh juz saya cuma hapal juz ketigapuluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits-pun cuma dari Arba'in, yang terpendek pula."

Sang ayah tersenyum.

"Lamaranmu kuterima, anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja aku masih tertatih."

Mata si pemuda-pun ikut berkaca-kaca.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 21, 2012

Monday, June 18, 2012

ujungkelingking,


"Anak belajar dari kehidupannya"



Jika anak dibesarkan dengan celaan,

ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,

ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan,

ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba,

ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok,

ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati,

ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan,

ia belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,

ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,

ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,

ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan,

ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,

ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan,

ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi,

ia belajar kedermawaan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan,

ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,

ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan,

ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman,

ia belajar berdamai dengan pikiran

Dorothy Law Nolte
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 18, 2012
ujungkelingking - Hari ini, setelah membaca tulisan salah seorang Kompasianer, saya jadi teringat kejadian yang sering kita lihat di lingkungan kita, yaitu tentang “panik”nya seorang ibu yang, misalnya, melihat anaknya yang tiba-tiba terjatuh karena tersandung batu dan menangis. Lalu biasanya untuk menenangkan si anak, si ibu lantas memukul-mukul tembok atau jalanan sambil bilang, “Ini tembok nakal”, “Batunya nakal sudah ibu pukul”, dan sebagainya.

Kita harus sadar bahwa melakukan hal tersebut bukan saja salah namun juga tidak mendidik. Biarkan dia jatuh agar dia tahu bagaimana berhati-hati. Sesungguhnya panik (baca: kuatir)-nya seorang ibu adalah hal yang naluriah. Namun dalam beberapa kasus, seperti contoh di atas, bersikap kuatir atau panik adalah hal yang tidak disarankan.

Tentu saja kita sebagai orang tua harus selektif memilih respon. Maksudnya adalah dalam kondisi seperti apa kita harus kuatir dan dalam keadaan bagaimana kita tidak boleh (terlihat) panik. Karena yang banyak terjadi adalah si anak “melihat” bagaimana respon orang tua. Anda sadar atau tidak, ketika si anak terjatuh dan Anda terlihat panik, maka anak akan menangis sejadi-jadinya. Kalau boleh saya mengimajinasikan, seolah-olah si anak berkata, “Ibu kuatir, nih. Aku menangis, ah biar tambah disayang…” atau “Ibu, sakiittt… tolong aku, dong!”. Dengan langsung menolongnya dan bersikap kuatir sebenarnya justru akan membuat si anak merasa “didukung”: menangis karena tersandung itu, boleh.

Lalu bagaimana kita harus bersikap ketika melihat anak kita tersandung?

Pertama kali, lihat apakah jatuhnya itu berkemungkinan menyebabkan keadaan fatal pada anak atau tidak. Bila tidak, tunggu sebentar jangan langsung diangkat, biarkan anak menyadari bahwa dirinya terjatuh. Lalu katakan dengan nada tegas (bukan keras) meminta dia untuk bangun, katakan kepadanya bahwa terjatuh seperti tidak apa-apa. Setelah itu dekati dia, pastikan dia memang tidak apa-apa (dengan memegang, dsb.) lalu ceritakan kenapa dia bisa terjatuh seperti tadi, misalnya, “Adek tadi jalannya ndak lihat bawah. Ini ada batu terus adek tersandung. Lalu jatuh, deh. Lain kali hati-hati, ya!”

Yang perlu saya garis bawahi disini adalah bahwa panik atau kuatir itu naluriah. Sungguh pun demikian, jangan sampai kepanikan tersebut “terserap” oleh anak.

Peduli pada anak bukan berarti memanjakannya. 

Salam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 18, 2012

Thursday, June 14, 2012

ujungkelingking - Bismillahirrahamaanirrahiim,

Sesungguhnya banyak diantara orang-orang Kafir dan Murtad yang mencari-cari "celah" dalam agama ini untuk kemudian menyerang umat Muslim.

Salah satu contohnya adalah mereka mengatakan bahwa Rasulullah adalah seorang -maaf- pe**filia karena menikahi Aisyah radhiallahu anha pada saat Aisyah berusia sangat muda, yaitu 6 tahun, dan berumah tangga pada saat Aisyah menginjak usia 9 tahun. Tuduhan -tentu- ini adalah tuduhan yang tidak berdasar, mengada-ada. Atau kalau memang ada dasarnya, tentulah dasar yang mereka pakai adalah dasar/dalil yang DIRAGUKAN validitasnya.

Setelah mengikuti debat komen yang sempat memanas di Kompasiana tentang hal ini, saya sebutkan ada 5 poin (saya yakin masih banyak lagi) yang bisa mematahkan tuduhan keji mereka.

Pertama, tentang beda usia

Dalam Kitab Siyar A'la'ma'l-nubala karangan Al-Zahabi, terdapat riwayat yang menyatakan bahwa beda usia antara Aisyah dengan Asma, kakaknya adalah sekitar 10 tahun. (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).

Ibn Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 atau 74 H." (Taqribu'l-tahzib, Ibn Hajar Al-Asqalani, p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif). Artinya Asma lahir pada tahun 27 Sebelum Hijrah, dan Aisyah lahir pada tahun 17 Sebelum Hijrah.

Sementara itu, para ahli sejarah sepakat bahwa pernikahan Rasulullah dengan Aisyah terjadi sekitar tahun 2 H. Dengan kata lain, Aisyah radhiallahu anha berumah tangga dengan Rasulullah pada usia 19 tahun.

Kedua, tentang istilah dalam bahasa Arab

Aisyah radhiallhu anha pernah berkata, "Saya seorang jariyah ketika surah Al-Qamar diturunkan." (Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amar).

"Jariyah" dalam bahasa Arab berarti gadis muda, yaitu mereka yang berusia antara 6-13 tahun. Jika surah Al-Qamar diturunkan pada tahun 8 Sebelum Hijrah, berarti usia Aisyah saat menikah antara 16-23 tahun.

Selain itu, menurut riwayat dari Ahmad ibn Hambal, sesudah meninggalnya Khadijah, Khaulah datang menasehati Nabi untuk menikah lagi. Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan Khaulah. Khaulah berkata, "Anda dapat menikahi seorang bikr (gadis) atau seorang thayyib (wanita yang sudah pernah menikah)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas bikr (gadis) tersebut, Khaulah menyebut nama Aisyah.

Dalam bahasa Arab, kata bikr tidak akan digunakan untuk gadis belia yang baru berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk menunjukkan gadis belia yang masih suka bermain-main adalah jariyah. Dalam hal lain, bikr digunakan untuk menyebut seorang gadis, belum pernah menikah dan belum punya pengalaman dalam hal pernikahan. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Ketiga, tentang sejarah da'wah sirriyah

Berdasarkan Sirah An-Nabawiyah (Ibnu Hisyam, 1/245-262), Aisyah radhiallahu anha tercatat sebagai orang ke-19 yang menerima Islam, sedang da'wah secara sirriyah dilakukan selama kurang lebih 3 tahun sampai pengikut Islam berjumlah 40 orang. Jika Aisyah pada saat menikah (tahun 2 H) berusia 9 tahun, maka pada masa da'wah dilakukan secara sirriyah, berdasarkan perhitungan tahun, Aisyah masih belum lahir. Lalu bagaimana mungkin anak yang belum lahir bisa bersyahadat?

Keempat, tentang perowi hadits

Hadits-hadits yang menceritakan tentang hal ini diriwayatkan hanya oleh Hisyam ibn Urwah. Dan hadits ini diriwayatkannya setelah beliau pindah dari Madinah ke Iraq, pada usia tua.

Kitab Tahdibu'l-tahdib mencatat demikian, "Hisyam sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq." (Tahdibu'l-tahdib, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Lebih lanjut dalam kitab yang sama, Malik ibn Anas menolak riwayat Hisyam, "Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisyam yang dicatat dari orang-orang Iraq."

Sementara dalam Mizanu'l-i'tidal lebih jelas lagi, "Ketika masa tua, ingatan Hisyam mengalami kemunduran yang mencolok." (Mizanu'l-i'tidal, Al-Zahabi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan. Vol 4, p. 301).

Karena itu, hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam untuk hal ini tidak bisa dijadikan hujjah.

Kelima, tentang perang Badar dan Uhud

Aisyah ikut dalam perang Badar (Muslim, Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir) dan dalam perang Uhud (Bukhari, Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal).

Dalam riwayat yang berbeda, Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya ikut dalam perang Uhud, pada saat itu usianya 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, pada saat usianya 15 tahun, Nabi mengijinkannya ikut dalam perang tersebut. (Bukhari, Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b).

Kesimpulannya, Aisyah yang ikut dalam perang Badar dan Uhud mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 14, 2012

Tuesday, June 12, 2012

ujungkelingking - Ups, jangan terburu-buru mengeryitkan dahi atau me-melotot-kan mata. Apa yang akan saya sampaikan ini adalah benar adanya. Bahwa tidak ada hadits Nabi yang palsu.

Lho kok bisa? Bukankah kita seringkali mendengar istilah hadits dlo'if, matruk, munqothi', dan sebagainya, kalau itu bukan hadits palsu, terus apa namanya???

Hehehe... Sabar, sabar....

Untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan "tidak ada hadits Nabi yang palsu", terlebih dahulu kita harus tahu apa definisi "hadits" itu sendiri. Dalam terminoogi secara umum, hadits diartikan sebagai (perhatikan kata yang saya cetak tebal); segala hal yang berasal dari Nabi, yang bisa berupa perkataan atau perbuatan atau pembenaran yang hal itu bisa dijadikan dalil syar'i. Sederhananya, hadits itu dari Nabi. Dan karena hadits itu dari Nabi, maka mustahil hadits tersebut bisa palsu.

Lalu, definisi hadits palsu apa?

Hadits palsu adalah perkataan, perbuatan atau pembenaran yang dikatakan (seolah-olah) dari Nabi, padahal bukan. Dan karena ia bukan dari Nabi, maka sebenarnya dia bukan hadits.

Jadi, bila disebut istilah hadits, maka artinya dia memang berasal dari Nabi. Dan tidak ada yang berasal dari Nabi itu sesuatu yang palsu.

Hehehe... 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 12, 2012

Monday, June 11, 2012

ujungkelingking - Perjuangan saya kembali dilanjutkan...

Karena hari Rabu-nya masih ada pekerjaan yang nanggung untuk segera diselesaikan, akhirnya baru pada keesokan harinya, yaitu tanggal 10 Mei saya menyempatkan diri ke kantor Kecamatan guna mengambil hasil print out NIK. Saya tiba disana cukup pagi, yaitu pukul 9.00 kurang. Saya segera masuk dan menanyakan apakah hasil print out saya sudah bisa diambil. Jawabannya sudah bisa ditebak: belum dikerjakan. Dan karena petugasnya sudah datang, maka saya diminta menunggu sebentar agar hasil print out tersebut bisa segera saya bawa ke kantor Dispenduk.

Namun, bila Anda menganggap "sebentar" itu berarti beberapa menit, Anda siap-siap saja mendengus kesal. Saya tidak tahu komputer model apa yang mereka gunakan, atau metode mengetik macam apa yang mereka terapkan, sehingga untuk mencetak lembaran print out tersebut membutuhkan waktu sampai satu jam lebih!

Tapi Anda akan menganggap saya lebih "beruntung" karena beberapa orang yang datang, dengan entengnya si petugas -tanpa rasa bersalah dan permintaan maaf- mengatakan berkas belum selesai dan disuruh kembali lain hari. Dia tidak tahu bahwa untuk datang ke kantor itu, mereka harus rela meninggalkan pekerjaan mereka. Bahkan seorang nenek-nenek sempat mengeluh kepada saya tentang buruknya pelayanan di kantor Kecamatan. Dia harus bolak-balik hanya untuk mengurus surat kematian keluarganya, padahal ongkos naik becak untuk sekali pulang-pergi saja sampai 40 ribu rupiah! Saya tentu yakin uang sebesar itu besar juga nilainya buat si nenek tersebut. Petugas yang lain sempat bertanya kepada nenek tersebut, kenapa tidak naik motor (maksudnya diantar) saja? Si nenek menjawab bahwa motornya dipakai anaknya untuk bekerja. Si petugas tersebut lantas nyletuk (sambil makan roti), anak macam apa yang tidak mau mengantar ibunya... Nah, siapa menyalahkan siapa sekarang???

Setelah sejam lebih bengong di kantor Kecamatan, hasil print out tersebut akhirnya selesai dan saya dipersilahkan langsung membawanya ke kantor Dispenduk. Disinilah saya melakukan kesalahan. Seharusnya, karena proses kelahiran di wilayah Sidoarjo, maka yang berhak menerbitkan Akta Kelahiran tersebut adalah Dispenduk Sidoarjo. Di kantor Dispenduk Surabaya berkas saya ditolak dan diarahkan untuk mengurusnya di Dispenduk wilayah Sidoarjo. Saya pun kembali ngantor.

Catatan 6. Selalu-lah bertanya -bahkan- untuk urusan yang lebih detail. Namun jangan sampai terkesan cerewet.

Sedikit catatan, karena kemudian saya hendak menaruh berkas tersebut ke Dispenduk Sidoarjo melalui bidan yang mengurusi persalinan istri saya, saya kemudian diberi formulir isian "Surat Keterangan Kelahiran" yang nantinya diharuskan untuk di validasi bidan tersebut dan Kepala Desa Surabaya.

Akhirnya, tanggal 15 Mei-nya saya izin keluar kantor sebentar untuk pergi ke kantor Kelurahan guna meminta tanda tangan dari Pak Lurah. Beruntung orangnya berada di tempat sehingga saya bisa langsung kembali ngantor.

Pada hari itu juga, berkas tersebut saya serahkan ke bidan untuk kemudian diserahkan ke kantor Dispenduk.

***

Sampai artikel ini saya tulis, akte kelahiran anak saya masih belum jadi, padahal sudah hampir 1 bulan sejak masuk kantor Dispenduk. Namun, baru saja saya mendapat informasi dari bidan yang bersangkutan bahwa akte tersebut akan selesai pada tanggal 6 Juli 2012 yang itu berarti 7 minggu dan bukan 7 hari seperti yang diiklan-kan.

Huft!

*nb. bersambung di 4-selesai 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012
Istriku,

Maaf.
Jika aku dulu tak bisa memberikan pernikahan mewah yang diimpikan setiap perempuan.
Jika sampai saat ini aku belum mampu memberimu sebuah tempat tinggal sendiri yang layak dan nyaman.

Maaf.
Jika aku tak bisa memberikanmu perhiasan, meski hanya sekedar kalung atau gelang tangan.
Jika aku tak pernah membelikan untukmu pakaian yang layak untuk dipakai keluar rumah.
Jika aku kerap lamban untuk memberi apa yang kau butuhkan.

Maaf.
Jika lelahku menciptakan marahku padamu.
Jika aku tak menasehatimu dengan cara yang lembut dan baik.
Jika aku masih tak bisa meng-aqiqah-i kedua buah hati kita.
Jika aku tak mampu menjadi teladan bagi putra-putra kita.

Maaf.
Atas semua janji-janji yang belum bisa terpenuhi.
Jika denganku kau tak merasa bahagia meski aku akan tetap berusaha mencoba.
Jika hanya tulisan ini yang mewakili hati dan bibirku.
Jika aku bukan seperti yang kau bayangkan.

Maaf.
Jika ucapan maaf-ku ini tak berjumlah seribu seperti judulnya.


Selamat Ulang Tahun, Istriku.
Semoga dianugerahi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Semoga dikaruniai ilmu yang bermanfaat.
Semoga semakin ditambah rejeki dan keberkahannya.


Terima kasih sudah mau menemaniku sampai saat ini.

nb: soal hadiahnya, tak pikirkan nanti saat pulang kerja ya!


Senin, 11 Juni 2012
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012

Saturday, June 9, 2012

ujungkelingking - Tentu biasa-biasa saja hari ini bagi Anda. Tapi bagi saya berbeda. Kalau saya bertanya kira-kira kenapa, Anda mungkin bisa dengan segera menebaknya.

Yup, hari ini, tepat 28 tahun yang lalu saya dilahirkan.

28 tahun. Sebuah perjalanan yang sangat singkat sepertinya. Namun masih banyak cita-cita yang masih nyangkut di langit. Sebut saja, rumah yang masih ngontrak; masih dengan motor yang keluaran '97; masih dengan pekerjaan dengan gaji yang masih segitu-segitu saja, bahkan seringkali minus tiap bulannya karena besar pasak daripada cagak. Dan masih banyak masih, masih yang lain.

Namun juga bila disadari, sebenarnya masih lebih banyak yang sudah saya raih -atau lebih tepatnya dianugerahkan kepada saya- sampai saat sekarang ini.

28 tahun. Saya sudah dikaruniai seorang istri, yang tenyata sanggup melakukan pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan laki-laki. Seorang istri yang mau menerima keadaan saya, apapun itu. Seorang istri yang, wonderwoman. Yang terakhir ini sih, kata istri saya sendiri. Jgagaga...

28 tahun. Dan saya juga telah dititipi amanah berupa dua orang putra. Yang paling besar berusia 2 tahun, dan yang paling kecil, baru 2 bulan yang lalu lahir. Dua putra yang membanggakan saya -sekaligus- sukses membuat saya susah tidur bila membayangkan beratnya mendidik mereka sampai dewasa nanti.

Tapi itu baru anugerah yang saya sadari, yang kongkret. Belum kenikmatan-kenikmatan lain yang abstrak, absurd, atau apapun istilahnya. Sungguh, bila kita mencoba menghitung-hitung nikmat yang diberikan kepada kita, pastilah tak akan kita sanggup menghitungnya.

28 tahun. Itu artinya, saya sudah menikmati udara gratis selama 28 tahun atau itu setara dengan kurang lebih 245.448 jam. Apa yang sudah saya lakukan selama 28 tahun itu? Tak penting lagi untuk dibahas sepertinya, karena waktu terus berjalan, sebab usia terus berkurang.

Mari coba berandai-andai.

Anggap saja saya diberi umur sampai usia 60 tahun. Itu berarti waktu yang tersisa buat saya adalah 32 tahun atau 280.512 jam.

Jika saya tidur dengan rata-rata 8 jam perharinya, berarti saya telah menghabiskan sepertiga atau 11 tahun (96.426 jam) hanya untuk ngumpulin iler! (Bayangkan sodara!!!)

Lalu bila saya (tetap) bekerja di perusahaan yang sama, yang pada usia 55 tahun harus pensiun, berarti saya akan menghabiskan waktu di belakang meja-di depan komputer selama 9 tahun atau 78.894 jam.

Maka praktis waktu kosong yang benar-benar tersisa buat saya adalah 12 tahun atau sekitar 184.086 jam saja.

Apa yang bisa saya dapatkan selama kurun waktu yang “hanya” 12 tahun itu?

Tidak ada! Bila saya tetap seperti ini saja. Tanpa ada keberanian mengambil resiko, maka apapun yang direncanakan akan berhenti, bahkan sebelum berjalan. Perjalanan satu mil dimulai dari langkah pertama!
Bukankah Allah itu tidak akan mengubah nasib kita, bila kita sendiri tak mau (mencoba) mengubahnya?

Saya (harus) yakin, bahwa bila saya mau melangkah satu langkah untuk berusaha, maka Allah akan memberikan langkah kedua.

Ah, 28 tahun saja terasa singkat. Apalagi yang hanya 12 tahun?

Bismillah...


* hanya sebuah perenungan, mudah-mudahan dapat melecut diri
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 09, 2012

Thursday, June 7, 2012

ujungkelingking - Dari buku "Yang Orang Tua Harus Tahu Tentang Vaksinasi Pada Anak", karangan Stephanie Cave dan Deborah Mithchell dengan judul asli "What Your Doctor May Not Tell You About Children's Vaccinations" tahun 2003, dikatakan bahwa vaksin yang kita berikan demi kesehatan anak, justru bisa memberi efek negatif yang tak diinginkan.

Salah satu penyebabnya adalah adanya tambahan zat-zat berbahaya dalam vaksin tersebut. Sebut saja;
  1. Aluminium. Logam ini dikenal sebagai penyebab kejang, alzheimer, kerusakan otak dan dimensia (pikun).
  2. Benzetonium Chlorida. Bahan pengawet ini bahkan belum pernah dievaluasi tentang keamanannya untuk dikonsumsi manusia.
  3. Etilon Glikol. Biasa digunakan sebagai bahan utama produk anti-beku.
  4. Formaldehid (Formalin). Adalah karsinogenik (penyebab kanker), biasa digunakan untuk pengawet mayat, fungisida/insektisida, bahan peledak dan pewarna kain. Bahkan menurut pengarang buku "The Hazard of Immunization", formalin tidak memadai sebagai pembunuh kuman. Maka alih-alih menon-aktifkan kuman, formalin justru menguatkan kuman yang kemudian menginfeksi penggunanya.
  5. Gelatin. Adalah alergen (pemicu kanker), biasanya bahan dasarnya berasal dari babi.
  6. Glutamat. Bahan ini banyak dikenal sebagai penyebab reaksi buruk kesehatan.
  7. Neomisin. Dapat menyebabkan reaksi alergi pada beberapa orang.
  8. Fenol. Biasanya digunakan dalam produksi bahan pewarna non-makanan, plastik, bahan pengawet dan germisida. Pada dosis tertentu bahan ini bisa sangat beracun.
  9. Streptomisin. Penyebab reaksi alergi.
  10. Timerosa (Merkuri). Karena sistem imun tubuh bayi masih belum berkembang secara penuh, maka bayi tidak mempunyai kemampuan untuk melawan serangan benda asing (bakteri, virus, racun lingkungan), termasuk membuang racun dari tubuhnya sehingga zat-zat berbahaya tersebut cenderung menetap di tubuh. Beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh keracunan merkuri:
  • Merusak sel otak secara permanen
  • Perubahan suasana hati dan kepribadian (mudah marah dan malu)
  • Masalah penglihatan serius
  • Kecenderungan sulit berkomunikasi
  • Kelemahan otot, tidak adanya koordinasi tubuh yang baik
  • Lemah ingatan
  • Tremor (gemetar)

Berikut ini adalah fakta-fakta yang mungkin tidak Anda ketahui tentang vaksin:
  1. Beberapa vaksin mengandung racun (merkuri, aluminium, formalin)
  2. Tahun 1998, Pemerintah Prancis menghentikan program vaksinasi (Hepatitis B) berbasis sekolah karena kasus multiple-sklerosis dikaitkan dengan vaksin tersebut
  3. Beberapa vaksin dibuat dengan bahan yang berasal dari jaringan manusia dari janin yang telah digugurkan
  4. Kebanyakan negara mewajibkan bahwa saat anak berusia 5 tahun, ia sudah harus menerima 33 dosis dari 10 vaksin
  5. Para dokter hanya melaporkan kurang dari 10% kejadian buruk yang berkaitan dengan vaksinasi atau sesudah vaksinasi

Sumber: http://www.setiabudi.name/archives/359


Wallahu a'lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 07, 2012

Wednesday, May 30, 2012

ujungkelingking,

Contoh 1
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: bapak, ibu dan 2 anak laki-laki. Maka;
Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000

Ibu,
1/6 x 24.000
=
4.000

2 Anak Laki-laki,
ashabah
=
16.000
 (atau 8.000/Anak)

Contoh 2
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: istri, ibu, bapak, 2 anak laki-laki. Maka;
Istri,
1/8 x 24.000
=
3.000

Ibu,
1/6 x 24.000
=
4.000

Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000

2 Anak Laki-laki,
ashabah
=
13.000
 (atau 6.500/Anak)

Contoh 3
Harta waris Rp 24.000,-. Ahli waris: bapak, kakek dan anak perempuan. Maka;
Bapak,
1/6 x 24.000
=
4.000
Anak Perempuan,
1/2 x 24.000
=
12.000
Sisanya diberikan kepada bapak sebagai ashabah
Kakek,
mahjub


Contoh 4
Harta waris Rp 15.000,-. Ahli waris: suami, bapak dan ibu. Maka;
Suami,
1/2 x 15.000
=
7.500
Ibu,
1/3 x (15.000 - 7.500)
=
2.500
Bapak,
ashabah




Contoh 5
Harta waris Rp 160.000,-. Ahli waris: kakek, nenek, 2 orang istri. Maka;
2 Istri,
1/4 x 160.000
=
40.000
 (atau 20.000/Istri)
Nenek,
1/3 x (160.000 - 40.000)
=
40.000

Kakek,
ashabah





Contoh untuk kasus 'aul
Harta waris Rp 21.000,-. Ahli waris: suami dan 2 saudari sekandung (perlu diingat bahwa suami mendapat 1/2 bagian, sedang 2 saudari sekandung mendapat 2/3 bagian), maka dengan menyamakan penyebutnya didapat hasil seperti berikut;
  • Suami 1/2 atau 3/6, sedangkan
  • 2 saudari sekandung mendapat 2/3 atau 4/6
Jadi akumulasinya menjadi 7/6. Karena inilah kemudian ditempuh 'aul, yaitu dengan membulatkan angka penyebutnya sehingga jumlahnya menjadi 7/7 ('aul-nya: 1), sehingga bagian menjadi suami 3/7 bukan 3/6, dan bagian  2 saudari sekandung 4/7, bukan 4/6. Maka penghitungannya menjadi;
  •  
Suami,
3/7 x 21.000
=
9.000
  •  
2 Saudari Sekandung,
4/7 x 21.000
=
12.000
 (atau 6.000/Orang)

Contoh untuk kasus rad
Harta waris Rp 6.000,-. Ahli waris: ibu dan seorang anak perempuan. Maka;
  •  
Ibu,
1/6 x 6.000
=
1.000
  •  
Anak Perempuan,
1/2 x 6.000
=
3.000
Dengan penghitungan ini ternyata didapati sisa harta waris Rp 2.000,-. Karena itulah sisa harta ini kemudian dibagi lagi kepada ibu dan anak perempuan, dengan perbandingan 1 : 3 (nilai ini didapat dari perbandingan bagian ibu dan anak perempuan).

1/6 + 1/2 = 1/6 + 3/6 = 4/6, dijadikan 4/4, dengan perbandingan 1 : 3, maka 1/4 untuk ibu dan 3/4 untuk anak perempuan.

Namun dengan catatan, untuk rad ini ada beberapa syarat, yaitu:
  1. Adanya ashabul furudl (selain suami/istri, dikarenakan mereka bukan termasuk kerabat nasabiyah, akan tetapi kerabat sababiyah: sebab perkawinan)
  2. Tidak adanya ashabah
  3. Adanya kelebihan harta waris

***

لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

"...kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
(An-Nisa': 11)

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 30, 2012

Monday, May 28, 2012

ujungkelingking - Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, bahwa ashabah itu ahli waris yang memiliki hubungan dekat dengan yang meninggal. Beberapa penjelasan tentang siapa dan dalam hal apa dia menjadi ashabah adalah sebagai berikut:

Anak laki-laki
Di dalam Al-Qur'an dan Hadits tidak diterangkan tentang bagian anak laki-laki, padahal dia yang memiliki hubungan paling dekat dengan yang meninggal. Ini menunjukkan bahwa:
  1. Dia akan mendapatkan semua harta waris (bila sendiri)
  2. Harta waris dibagi rata bila ada ahli waris lain yang sederajat
  3. Dia akan mendapat sisa harta bila ada ahli waris lain yang memperoleh bagian tertentu (furudl muqaddar)
  4. Bila anak laki-laki mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya 2x bagian perempuan
"...Allah mewajibkan atas anak-anakmu bahwa seorang laki-laki dapat bagian dua anak perempuan..." (An-Nisa': 11)

Cucu laki-laki
Sama kedudukannya dengan anak laki-laki,selama yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki.
"Zaid bin Tsabit berkata: cucu laki-laki menempati warisan anak."

Catatan: Cucu laki-laki yang bisa menjadi waris atau ashabah adalah yang berasal dari anak laki-laki.


Bapak
Jika yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki, maka bapak menjadi ashabah. Tapi bila bersama ibu, maka diberikan dahulu untuk ibu 1/3.
"...jika yang meninggal tidak mempunyai anak, maka warisannya untuk kedua orang tuanya, adapun untuk ibu 1/3nya..." (An-Nisa': 11)

Catatan: Dalam ayat ini jelas yang mendapat bagian 1/3 adalah ibu. Adapun bapak menjadi ashabah.


Kakek
Kedudukan kakek dalam waris atau ashabah sama dengan kedudukan bapak, karena lafadz  أَبَوَاهُ  dapat diartikan ibu, bapak, kakek, atau nenek. Jadi kedudukannya menggantikan kedudukan bapak.


Saudara laki-laki sekandung
Jika yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak dan kakek, maka saudara laki-laki sekandung inilah yang menjadi ashabah.


Saudara laki-laki sebapak
Jika yang meninggal tidak meninggalkan kelima ashabah di atas maka saudara laki-laki sebapak yang menjadi ashabah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012
ujungkelingking - Bagian-bagian ahli waris dan ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut:

Anak laki-laki
  1. Jika yang meninggal hanya meninggalkan anak laki-laki saja, maka semua harta waris akan jatuh kepadanya (ashabah)
  2. Jika yang meninggal meninggalkan 2 (dua) anak laki-laki atau lebih, maka harta waris harus dibagi sama rata
  3. Jika yang meninggal meninggalkan anak laki-laki dan ahli waris lain, maka harta waris dibagikan terlebih dahulu kepada yang berhak mendapatkan diantara mereka dengan pembagian tertentu (furudl muqaddar), dan sisanya untuk anak laki-laki, sebagai ashabah
  4. Jika yang meninggal meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan, maka bagian anak laki-laki 2x bagian anak perempuan
  5. Semua ahli waris akan mahjub jika ada anak laki-laki, kecuali anak perempuan, bapak, ibu, kakek, nenek (pihak bapak), nenek (pihak ibu), suami/istri
"...Allah mewajibkan atas anak-anakmu bahwa seorang anak laki-laki mendapat bagian dua anak perempuan..." (An-Nisa': 11)

Anak perempuan
  1. Jika anak perempuan seorang, maka ia akan mendapatkan separuh dari harta waris
  2. Jika ada 2 (dua) anak perempuan atau lebih dan tidak ada anak laki-laki, maka mereka mendapat 2/3 dari harta
  3. Jika bersama saudara laki-laki, maka ia mendapat 1/2 dari besarnya bagian laki-laki
  4. Jika bersama saudara laki-laki dan ada ahli waris lain, maka ia dan saudara laki-lakinya mendapat sisa setelah diberikan kepada ahli waris lain yang berhak
  5. Jika ia sendiri, maka ia merupakan penghalang bagi saudara seibu orang yang meninggal. Jika 2 (dua) orang atau lebih, maka mereka menjadi penghalang bagi cucu perempuan
"...jika seorang diri maka dia mendapat separuh..." (An-Nisa': 11)
"...jika mereka (perempuan) di atas dua, maka bagian mereka duapertiga..." (An-Nisa': 11)

Bapak
  1. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, anak/cucu laki-laki, maka bagian bapak 1/6 dari harta, sedang sisanya untuk anak/cucu laki-laki. 
  2. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, anak/cucu perempuan, maka bagian bapak 1/6 dan anak/cucu perempuan mendapat 1/2 dari harta. Selanjutnya sisanya diberikan kepada bapak sebagai ashabah
  3. Jika yang meninggal hanya meninggalkan bapak saja, maka bapak mendapat semua harta (ashabah)
  4. Jika yang meninggal hanya meninggalkan bapak dan ibu, maka bagian ibu 1/3 dari harta
  5. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, ibu dan suami, maka suami dapat 1/2 dari harta, ibu mendapat 1/3 dari sisa harta, bapak sebagai ashabah.
  6. Jika yang meninggal meninggalkan bapak, ibu dan istri, maka istri mendapat 1/4 dari harta, ibu 1/3 dari sisa harta, lebihnya untuk bapak (ashabah)
  7. Semua ahli waris akan mahjub jika ada bapak, kecuali: anak; cucu; ibu; suami/istri
"...dan bagi ibu-bapaknya masing-masing mendapatkan 1/6 dari harta peninggalan dan sisanya untuk anak..." (An-Nisa': 11)
"Serahkanlah harta waris itu kepada yang berhak, adapun sisanya untuk laki-laki yang terdekat dengan yang meninggal." (Bukhari dan Muslim)
"...jika yang meninggal tidak mempunyai anak, maka warisannya untuk kedua orang tuanya, adapun untuk ibu 1/3nya..." (An-Nisa': 11)

Ibu
  1. Jika yang meninggal meninggalkan ibu, anak/cucu, maka bagian ibu adalah 1/6 (seperti dalil di atas)
  2. Jika yang meninggal hanya meninggalkan ibu dan saudara, maka bagian ibu 1/6
  3. Jika yang meninggal tidak meninggalkan siapa-siapa kecuali ibu dan bapak, maka ibu mendapat 1/3
  4. Pada ketentuan ini ada 2 (dua) masalah:
  • Gharwiin*, yang sangat terang
  • Umariyyin, dua masalah yang disandarkan kepada Umar bin Khattab
Disebut demikian karena Umar bin Khattab memutuskan sebagai berikut:

1. Jika ahli waris terdiri dari suami, bapak dan ibu, maka:
  • Suami mendapat 1/2 dari harta
  • Ibu mendapat 1/3 dari sisa harta
  • Bapak sebagai ashabah
2. Jika ahli waris terdiri dari istri, bapak dan ibu, maka:
  • Istri mendapat 1/4 dari harta
  • Ibu mendapat 1/3 dari sisa harta
  • Bapak, ashabah

Suami
  1. Jika yang meninggal tidak mempunyai anak/cucu, maka suami memperoleh 1/2 dari harta
  2. Jika yang meninggal memiliki anak/cucu, maka suami mendapat 1/4 dari harta peninggalan istri
  3. Suami tidak dapat di-mahjub-kan oleh siapapun dan tidak pula dapat menjadi hajib
"...dan bagian kamu (suami) separuh dari harta peninggalan istri-istrimu jika ia tidak mempunyai anak..." (An-Nisa': 12)
"...jika mereka (istri-istrimu) mempunyai anak, maka bagianmu 1/4 dari harta yang ditinggalkannya..." (An-Nisa': 12)

Istri
  1. Jika yang meninggal mempunyai anak/cucu, maka istri akan memperoleh 1/8 bagian dari harta waris
  2. Jika yang meninggal tidak mempunyai anak/cucu, maka istri memperoleh 1/4 bagian dari harta
  3. Istri tidak dapat di-mahjub-kan dan tidak pula dapat menjadi hajib
  4. Jika istri lebih dari seorang, maka pembagian itu dibagi sama rata
"...jika engkau mempunyai anak, maka bagian mereka (istri) seperdelapan..." (An-Nisa': 12)
"...dan bagian mereka 1/4 dari harta peninggalanmu jika kamu tidak mempunyai anak..." (An-Nisa': 12)

Catatan:
  • Harta gono-gini, bila suami meninggal dan kekayaannya itu didapat setelah pernikahan, maka istri mendapat 1/3 dari harta peninggalan sebelum dibagi secara fara'idl.
  • Bila istri ikut andil modal sama banyaknya dengan suami, maka istri berhak memperoleh 1/2 dari harta sebelum dibagi. 

Kakek
  1. Jika yang meninggal meninggalkan kakek dan anak/cucu laki-laki, maka kakek akan mendapat 1/6 bagian (menggantikan bapak)
  2. Jika yang meninggal meninggalkan anak/cucu perempuan, maka kakek mendapatkan 1/6 bagian dan juga mendapatkan sisa (ashabah) bila masih ada, setelah dibagikan kepada yang berhak
  3. Jika ahli waris hanya kakek saja, maka semua harta waris jatuh padanya
  4. Jika yang meninggal disamping meninggalkan kakek juga meninggalkan ahli waris lain seperti; ibu, suami/istri, maka setelah dibagi kepada yang berhak sisanya untuk kakek (ashabah)
  5. Kakek akan menjadi mahjub selama masih ada bapak. Dan kakek dapat me-mahjub-kan ahli waris berikut:
  • Saudara seibu
  • Keponakan laki-laki sekandung
  • Keponakan laki-laki sebapak
  • Paman sekandung
  • Paman sebapak
  • Misan laki-laki sekandung
  • Misan laki-laki sebapak
  • Bapaknya kakek
"Dan Umar memberikan kepada kakek 1/6 jika tidak ada anak" (Ad Darimiy)
Nenek
Ada 2 (dua) nenek dalam masalah warisan ini; nenek dari pihak bapak dan nenek dari pihak ibu.
Keduanya dalam memperoleh harta waris menurut ketentuan-ketentuan berikut:
  1. Jika yang meninggal meninggalkan seorang nenek saja dan tidak ada ibu, maka nenek memperoleh 1/6 (baik ada ahli waris lain ataupun tidak)
  2. Jika nenek yang ditinggalkan itu lebih dari seorang, maka bagian yang 1/6 tersebut dibagi sama rata
  3. Nenek (dari pihak bapak ataupun ibu) akan mahjub jika yang meninggal masih meninggalkan ibu
  4. Nenek dari pihak bapak jika masih ada bapak akan mahjub, sedang nenek dari pihak ibu tidak
  5. Nenek tidak me-mahjub-kan siapapun diantara ahli waris, hanya nenek yang jauh tidak memperoleh harta waris selama ada nenek yang dekat
"Sesungguhnya Nabi shallallhu alaihi wa salaam memberikan kepada nenek 1/6 apabila tidak ada ibu." (Abu Dawud)
"Rasulullah shallallhu alaihi wa salaam telah memberikan 1/6 untuk tiga orang nenek, dua orang dari pihak bapak dan seorang dari pihak ibu." (Ad Daruquthni)

Wala' (Harta waris untuk yang memerdekakan budak, pen.)
  1. Jika bekas budak meninggal sedangkan ahli warisnya tidak ada kecuali bekas tuannya saja
  2. Jika bekas budak meninggalkan bekas tuannya dan ahli warisnya, maka harta diberikan kepada ahli warisnya, bila ada sisa untuk bekas tuannya
  3. Jika bekas budak meninggal, dengan meninggalkan ashabah, maka bekas tuannya tidak mendapatkan apa-apa
  4. Jika bekas budak meninggal sedang bekas tuannya mati terlebih dahulu, maka ashabah bekas tuannya sebagai gantinya

* maaf penulis kurang jelas, apakah penulisannya yang benar seperti itu
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!