Monday, June 13, 2011

ujungkelingking - Dari definisi dan konteks jihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme (dalam arti melakukan berbagai peledakan bom ataupun bom bunuh diri bukan dalam wilayah perang, seperti di Indonesia) bukanlah termasuk jihad fi sabilillah. Sebab, tindakan tersebut nyata-nyata telah mengorbankan banyak orang yang seharusnya tidak boleh dibunuh. Tindakan ini haram dan termasuk dosa besar berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:


مَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya, Allah pun murka kepadanya, mengutukinya, dan menyediakan baginya azab yang besar.” [QS An-Nisa': 93]

Keagungan jihad tidak boleh dinodai

Telah dijelaskan di awal, bahwa jihad adalah amal yang agung. An-Nawawi, dalam Riyadh ash-Sholihin, membuat bab khusus tentang jihad. Beliau antara lain mengutip sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa salaam sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Hurairah:

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salaam pernah ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Jawab Nabi, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau diitanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Perang di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Haji mabrur."
(HR Bukhari dan Muslim)

Karena itu, sudah seharusnya kaum Muslimin menjaga keagungan jihad. Sebab, di samping makna jihad telah diterapkan dengan kurang tepat, keagungan jihad juga telah sengaja direndahkan oleh orang-orang Kafir. Barat, misalnya, telah lama menyebut Islam sebagai agama 'barbarian' hanya karena mengajarkan jihad. Presiden Bush bahkan menyebut Islam sebagai agama radikal dan fasis, sementara PM Inggris Blair menjuluki Islam sebagai 'ideologi Iblis'.

Semua itu tidak lain sebagai bentuk propaganda mereka agar kaum Muslimin menjauhi aktivitas jihad. Sebab, bagaimanapun Barat menyadari bahwa jihad adalah ancaman terbesar bagi keberlangsungan mereka atas Dunia Islam. Karena itu, Barat bahkan berusaha agar jihad dihilangkan dari ajaran Islam.

Maka, di satu sisi kita jelas tidak setuju jika peledakan bom terhadap masyarakat (termasuk Muslimin) -bukan dalam kondisi perang- dikategorikan sebagai jihad. Sebaliknya, di sisi lain, kita pun harus mewaspadai setiap upaya dari kafir penjajah yang berusaha memanipulasi bahkan menghapuskan ajaran dan hukum jihad dari Islam demi kepentingan politik mereka.


dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 13, 2011

Friday, June 10, 2011

ujungkelingking - Jihad adalah bagian dari ajaran Islam. Jihad bahkan termasuk di antara kewajiban dalam Islam yang sangat agung.
Secara etimologis, jihad berasal dari kata  جَهَدَ - يُجَهِدُ  yang berarti mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan, untuk memperoleh tujuan.

Sedang para ahli fiqih mendefinisikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah secara langsung maupun tidak (misalnya dengan memberikan bantuan keuangan, pendapat, atau perbanyakan logistik, dll.). Karena itu, perang dalam rangka menegakkan kalimat Allah disebut dengan jihad.

Jihad dalam pengertian perang dan keagungannya disebut dalam Al-Qur’an pada banyak ayat. Begitu juga ancaman dan celaan Allah terhadap orang-orang yang enggan berjihad.

Pertanyaannya, kapan dan dimana jihad -dalam pengertian perang- itu dilakukan?

Pertama: Ketika kaum/negeri Muslimin diserang oleh orang-orang/negara kafir.

Ini disebut dengan jihad defensif.

Dalam kondisi seperti ini, Allah subhanahu wa ta'alaa telah mewajibkan kaum Muslimin untuk membalas tindakan penyerang dan mengusirnya dari tanah kaum Muslimin,


وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِ

"Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Baqarah: 190]

Kedua: Ketika ada sekelompok Muslimin yang diperangi oleh orang-orang/negara kafir.

Kaum Muslimin wajib menolong mereka. Kaum Muslimin itu bersaudara, laksana satu tubuh. Karena itu, serangan atas sebagian kaum Muslimin pada hakikatnya merupakan serangan terhadap seluruh kaum Muslimin di seluruh dunia. Karena itu pula, upaya membela kaum Muslimin di Afganistan, Irak, atau Palestina, misalnya, merupakan kewajiban kaum Muslimin di seluruh dunia.

Allah subhanahu wa ta'alaa berfirman:


وَإِنْ اسْتَنْصُرُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمْ النَّصْر

“Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan agama ini maka kalian wajib menolong mereka.” [Al-Anfal: 72]

Ketiga: Ketika dakwah Islam yang dilakukan oleh Daulah Islam (Khilafah) dihadang oleh penguasa kafir dengan kekuatan fisik mereka.

Dakwah adalah seruan pemikiran, non fisik. Maka, ketika dihalangi secara fisik, wajib kaum Muslimin berjihad untuk melindungi dakwah dan menghilangkan halangan-halangan fisik yang ada di hadapannya dibawah pimpinan khalifah. Ini disebut dengan jihad ofensif.



Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, June 10, 2011
ujungkelingking - Ada sebuah kisah di jaman Rasulullah.

Seorang sahabat hendak berangkat ke medan perang. Sebelum berangkat, sahabat ini berpesan kepada istrinya agar tidak meninggalkan rumah selama dia berada di medan perang. Istri sahabat ini rupanya seorang istri yang sholehah. Pandai menjaga amanah. Taat kepada suami.

Setelah itu, beberapa waktu kemudian datanglah utusan dari orang tua si istri ini, mengabarkan bahwa ibunya sedang sakit keras. Ibunya berharap agar anaknya mau menjenguknya.

Istri sahabat ini dengan halus menolak. Ia mengatakan bahwa dirinya dilarang oleh suaminya untuk meninggalkan rumah, selama sang suami di medan perang. Maka pulanglah utusan itu.

Beberapa hari kemudian, utusan tersebut datang kembali. Dari utusan itu diperoleh kabar bahwa sakit ibunya semakin bertambah parah. Utusan itu berharap agar si istri sahabat ini sudi untuk menjenguknya, karena ini mungkin untuk yang terakhir kali.

Istri sahabat ini tetap menolaknya. Hatinya sedih mendengar keadaan ibunya, tapi dirinya adalah seorang muslimah –yang menjaga amanah suami adalah segala-galanya. Utusan itu pun akhirnya pulang dengan tangan hampa.

Hari berikutnya, utusan itu datang lagi. Kali ini kabar yang dibawanya cukup menyedihkan. Ibunya, telah meninggal. Lagi-lagi utusan itu meminta agar si istri ini mau untuk sekedar melihat jenazahnya.

Istri sahabat ini menangis. Namun dia tetap bergeming. Suaminya telah berpesan kepadanya, dan ia harus mentaatinya.

Utusan itu pun akhirnya kembali pulang. Akan tetapi sebelum pulang utusan itu mendatangi Rasulullah. Dia bermaksud melaporkan tindakan si istri sahabat –yang tidak mau menjenguk ibunya sendiri yang sedang sakit, hanya karena mentaati pesan suaminya.

Tapi apa jawaban Rasulullah?

“Perempuan itu, masuk Surga.”
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, June 10, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!