Monday, December 9, 2013

ujungkelingking - Sebenarnya tidak pernah ada yang memaksa kita untuk menjadi seorang blogger. Karena kita suka menulis, maka kita membuat blog yang berisikan tulisan-tulisan kita. Akhirnya disebutlah kita sebagai seorang blogger.

Akan tetapi, menjadi seorang blogger saja tidak lantas mengantarkan kita menjadi seorang penulis yang baik. Inilah yang meresahkan sebenarnya.

Apakah dengan banyaknya pembaca mengindikasikan blogger tersebut adalah seorang penulis yang baik?

Apakah dengan tidak adanya perdebatan di dalam kolom komentarnya menandakan dia adalah penulis yang baik?

Apakah jika kita menulis apa yang disukai pembaca, maka kita adalah penulis yang baik?

Ataukah jika kita menulis yang sesuai dengan pemikiran kita meskipun itu bertentangan dengan hal-hal umum bisa dikatakan penulis yang baik?

Ataukah justru penulis yang baik itu adalah yang mampu membuat artikel kontroversial sehingga memancing reaksi pikir dari pembaca?

***

Sebenarnya, yang saya khawatirkan di sini adalah kita menjadi seperti katak di dalam tempurung. Kita menulis, lalu orang lain meng-iyakan apa yang kita tulis. Dan seperti itu saja, selesai.

Dengan terlalu seringnya orang lain meng-iyakan saja apa yang kita tulis membuat kita pada akhirnya menjadi takut didebat, ditentang atau dikritik. Padahal seringkali itulah yang membuat kita menjadi bergairah untuk berpikir.

Lalu kita terjebak untuk menuliskan apa yang orang lain ingin baca...

Maka kemudian kita kehilangan prinsip menulis kita...

Dan pada akhirnya kita hanya bisa jadi "pengikut" dalam dunia yang serba dinamis ini...


Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 09, 2013

Friday, December 6, 2013

ujungkelingking - Pertahanan saya jebol sudah...

Setelah hampir seminggu-an bertahan dengan obat flu yang beli di tetangga dan jahe "kepruk" bawa dari rumah, rupanya sakit flu-batuk-demam-pusing saya tak juga hengkang dari ini badan. Akhirnya dengan terpaksa saya pun menuruti teriakan istri saya yang menyuruh untuk menemui bidan di desa sebelah. 

Sebenarnya penyakit seperti flu ini masih bisa dimasukkan ke dalam kategori penyakit yang self-disease, artinya bisa sembuh dengan sendirinya. Namun karena ada hal yang saya langgar (yaitu istirahat yang banyak), jadilah penyakit ini awet ngendon di tubuh saya.

Selepas Isya', dengan ditemani istri dan kedua bocah saya, kami pun berangkat ke bidan. Lucu juga ya, kan yang sakit saya, yang nyetir sepeda tetap saja saya. Dengan kata lain, saya-lah yang sedang mengantar diri saya sendiri berobat ke bidan. H-hee...

Jarak rumah bidan sekitar satu kilo-an dari rumah saya. Namun harus melewati tuang, dimana sebelah kiri adalah areal persawahan yang lumayan luas sedangkan di sebelah kanannya adalah lahan perkebunan yang ditanami tebu. Otomatis udara dingin langsung menyergap ketika melewati daerah tersebut, apalagi tadi sore hujan telah turun dengan lebatnya.

Sesampainya di tempat bidan -setelah ditanyai keluhannya apa- saya pun segera diperiksa, disuntik, diberi obat (enam macam, bro!), bayar, dan pulang.

Dalam perjalanan pulang, lamat-lamat saya mendengar nyanyian Susan yang Punya Cita-Cita.

"Susan, Susan, Susan besok gede mau jadi apa?
Aku kepingin pinter, biar jadi dokter

Kalau, kalau, kalau jadi dokter, kamu mau apa?
Mau suntik orang lewat jus... jus... jus..."


*Untuk dialog selanjutnya, gak perlu dibahas di sini ya!

Gak etis.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 06, 2013

Monday, December 2, 2013

ujungkelingking - Setelah melalui proses birokrasi yang njilmet, seorang wartawan infotainment akhirnya berhasil menemui Kepala Desa untuk wawancara terkait keadaan desa yang tengah menjadi perbincangan hangat.

Wartawan: "Pak, ada informasi, katanya di kampung ini ada perempuan yang hamil duluan?"

Kades: "Benar, malah tidak cuma satu."

Wartawan: "Tidak cuma satu? Maksudnya, Pak?"

Kades: "Ya, banyak mas yang seperti itu di sini."

Wartawan: "Berarti ini masalah yang gawat ya, Pak. Lalu langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh perangkat Bapak?"

Kades: "Ah, biasa aja, mas. Gak usah terlalu lebay menanggapi hal-hal semacam ini."

Wartawan: "Lho, kok bisa biasa aja, Pak? Ini kan cermin sudah bobroknya moral generasi muda kita?"

Kades: "Ah, gak juga. Di kampung sebelah juga begitu. Di kampung sebelahnya lagi juga ndak jauh beda."

Wartawan: "Waduh, saya kok bisa ketinggalan berita gini ya? Orang tua mereka gimana, Pak?"

Kades: "Ya, nggak gimana-gimana.. Malah mereka senang."

Wartawan: "Kok malah senang sih Pak, anak perempuannya hamil duluan?"

Kades: "Mas, mas… sampeyan ini gimana toh, dimana-mana yang namanya perempuan itu ya hamil duluan baru melahirkan. Memang sampeyan pernah liat yang melahirkan dulu baru hamil? Ada-ada saja SAMPEYAN ini!"

Wartawan: ???????

***

Lelucon di atas adalah lelucon yang pernah saya tulis di sebuah blog keroyokan, Kompasiana, dengan sedikit perubahan. Namun, lelucon hanyalah lelucon. Beda lelucon beda pula dengan fakta yang ada.

Seperti yang dilansir IndonesiaRayaNews.com (28/11/13), Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), dr. Julianto Witjaksono menyatakan bahwa satu dari dua remaja usia produktif pernah melakukan hubungan suami-istri.

Beliau ia juga mengungkapkan adanya peningkatan angka kehamilan anak di luar nikah. Tahun 2012 sudah tercatatat 48,1% kasus kehamilan ini. Dan hal ini terjadi pada anak-anak berusia 15-19 tahun.

Kita tentu miris melihat kenyataan ini. Minimnya pendidikan agama, ditunjang dengan lingkungan yang serba permisif menjadikan anak-anak kehilangan kontrol dirinya. Hubungan seksual dengan bukan pasangan sahnya bukan menjadi hal yang aneh di kalangan remaja. Bahkan mereka yang belum pernah "mencicipi" hal tersebut dikatakan kuno dan ketinggalan jaman.

Parahnya, pemerintah seolah merestui hal ini. Terbukti dalam rangka memperingati hari AIDS Sedunia, pemerintah melalui Menteri Kesehatan membuat progam yang bertajuk Pekan Kondom Nasional. Rencananya, kondom-kondom ini akan dibagi-bagikan secara gratis kepada mereka yang beresiko terkena paparan virus HIV.

Meski ada juga yang mengklaim bahwa kondom cukup efektif untuk mencegah penularan HIV, namun permasalahan sesungguhnya bukanlah di situ. Perilaku remaja terhadap seks bebaslah yang harus diatasi.

Pemblokiran konten-konten porno, penutupan lokalisasi dan warung remang-remang, mempersulit izin diskotik, menutup praktek-praktek aborsi ilegal merupakan cara-cara yang lebih relevan untuk menanggulangi HIV dalam konteks seks bebas. Namun alih-alih membasminya, kita malah melegalisasi-nya dengan pembagian kondom gratis. #Haduh!


*Ah, ini hanyalah uneg-uneg iseng dari rakyat yang bukan siapa-siapa.

Semoga kita dan keluarga kita dihindarkan dari hal-hal semacam ini dan dampak-dampaknya. Aamiin. 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 02, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!