Saturday, November 2, 2013

ujungkelingking - Ketika rekan-rekan memutuskan untuk membuat sebuah blog, maka saya bisa tahu bahwa rekan-rekan memiliki satu kesukaan yang sama yaitu, menulis. Sebuah blog memang adalah sebuah fasilitas bagi kita yang memiliki kegemaran menulis. Namun untuk mengisi sebuah blog atau membuat suatu tulisan di dalamnya tidak cukup hanya mengandalkan suka menulis saja, kita juga memerlukan materi (baca: ide).

Bagi penulis yang sudah pro, materi bukan lagi sebuah masalah. Itu dikarenakan mereka sudah terlatih untuk 'membuat ide' dan bukan lagi 'mencari ide'. Namun bagi penulis amateur seperti saya, ketiadaan ide ini menjadi ganjalan yang cukup berarti, bahkan bisa membuat kita kehilangan gairah menulis. Dampak jangka panjangnya, jika dibiarkan berlarut-larut, bisa menyebabkan kita kehilangan kesukaan terhadap menulis, atau setidaknya kehilangan "kemampuan" kita dalam mengolah kata.

Writer's block, adalah istilah yang secara umum digunakan untuk menunjukkan kebuntuan seseorang dalam menulis. Namun dalam tulisan ini saya tidak menjelaskan seputar ketiadaan materi, akan tetapi lebih difokuskan pada kebosanan terhadap aktifitas menulis.

Daffa lagi bosan

Faktanya, perasaan bosan terhadap aktifitas menulis ini bisa menghinggapi siapa saja. Sepanjang dia adalah seorang manusia maka rasa bosan itu pasti pernah dirasakannya, entah dia seorang yang profesional atau hanya seorang penulis biasa. Kebosanan ini adalah sebuah rasa yang muncul karena,
  • Kita melakukan hal-hal yang sama setiap harinya
  • Atau ada pula yang mengatakan bahwa kebosanan disebabkan karena tidak adanya campur tangan hati, artinya kita sebenarnya tidak benar-benar suka terhadap apa yang kita kerjakan

Nah, karena bagi seorang blogger kesukaan terhadap aktifitas menulis adalah mutlak, maka penyebab kebosanan yang nomor dua di atas bisa kita eliminasi. Dengan kata lain, bagi seorang penulis, kebosanan terjadi hanya karena selalu menulis dan menulis. Segala sesuatu yang dilakukan secara terus-menerus bisa menyebabkan kebosanan, ini hal yang lumrah. Namun -seperti yang sudah saya tulis di atas- hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Lalu bagaimana cara kita mengatasi rasa bosan ini?

Mengatasi rasa bosan bagi setiap orang tentu berbeda-beda caranya. Namun kalau boleh saya persingkat hanya ada 2 cara saja sebenarnya.

Refresh otak dan tubuh Anda

Tinggalkan dahulu kegiatan tulis-menulis kita. Lakukan hal-hal yang menyenangkan atau hobi kita yang lain, misalnya saja memancing, pergi ke toko buku, menonton film terbaru, berwisata bersama keluarga, atau mengunjungi teman-teman lama.

Dengan melakukan hal-hal di luar tulis-menulis bisa membuat pikiran kita segar. Ini seperti re-charge "baterai" kita. Dan bukan tidak mungkin kita akan bisa membuat sebuah tulisan yang segar sekembalinya kita nanti.

Membacalah

Seperti kita tahu bahwa menulis dan membaca adalah sebuah satu-kesatuan yang saling melengkapi. Seorang penulis fiksi berbakat, Asma Nadia, pernah mengatakan bahwa yang harus dilakukan seorang penulis ketika sedang tidak menulis adalah membaca.

Bagi saya, membaca adalah sebuah kegiatan sederhana untuk mengumpulkan kata atau kalimat yang menarik. Ketika sedang membaca, akan ada kata atau kalimat yang punya greget, gaya bahasa yang unik atau lucu, menggugah semangat, membuat haru, dsb. Dan kata atau kalimat itu bisa kita pakai atau kita kembangkan untuk melengkapi tulisan kita suatu waktu nanti.

Sebagai misal, saya menemukan dan mencatat ungkapan mbak Asma Nadia di atas sekitar 10 tahun yang lalu. Dan akhirnya bisa saya tambahkan di tulisan ini. H-hii...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, November 02, 2013

Friday, November 1, 2013

ujungkelingking - Musim hujan telah tiba. Kemarin sore dalam perjalanan pulang dari kantor, saya mendapatkan gerimis pertama saya. Cuma sebentar, saya pikir ini hanya perkenalan. Namun, ini juga bisa jadi isyarat agar kita mulai waspada, terutama bagi yang sedang berkendara. Sebab, dalam beberapa minggu kedepan hujan akan semakin intens dengan durasi yang semakin panjang.

Nah, menghadapi hujan yang mungkin tidak bersahabat bagi para pengguna jalan raya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Persiapkan jas hujan Anda

Bagi Anda yang pengendara motor, jas hujan adalah asesoris yang wajib Anda bawa pada musim-musim seperti ini. Pilihlah jas hujan yang sesuai dengan ukuran tubuh Anda. Bila Anda suka yang model poncho (kelelawar), selalu pasangkan kancing yang berada di sisi kanan dan kiri mantel agar tidak beterbangan ketika dipakai bergerak. Selain nyaman, jas hujan juga harus aman.

2. Persiapkan kendaraan Anda

Hujan yang amat lebat atau banjir yang menggenang tentu tidak ramah bagi kendaraan Anda. Alih-alih sampai di rumah tepat waktu, Anda mungkin akan disibukkan memperbaiki kendaraan Anda karena mogok.

Jadi sebelum berangkat selalu periksa komponen-komponen kendaraan seperti busi, aki, dsb.

3. Pelajari rutenya

Bila memungkinkan cobalah sebisa mungkin untuk menghindari banjir. Hal ini tentu saja bila Anda sering melewati daerah tersebut dan memahami karakteristik jalan tersebut. Ada baiknya bila Anda mengetahui ‘jalan-jalan tikus’ sebagai jalur alternatif ketika jalan yang biasa Anda lalui digenangi banjir.

4. Berdo’a

Meskipun disebut paling akhir, namun ini adalah poin yang paling penting (takut kena sentil lagi sama mas Muroi El-Barezy, h-hii). Jangan lupa untuk berdo’a ketika akan berangkat dan pulang. Kita hanya mencoba mengantisipasi, selebihnya Tuhan yang mengeksekusi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, November 01, 2013

Thursday, October 31, 2013

Ilustrasi: kaskus.co.id
ujungkelingking - Dalam kita berbicara, berdiskusi, dan berdebat tentunya kita memakai ilmu. Dan tingkatan ilmu itu ternyata bermacam-macam. Setidaknya ada 4 tingkatan ilmu, dari yang paling rendah -yang mudah dipatahkan- sampai ilmu yang paling tinggi, yang tak mungkin bisa dikalahkan.

Nah, kita perlu tahu tingkatan-tingkatan ilmu itu agar kita paham ada diposisi mana kita sekarang. Berikut adalah tingkatan-tingkatannya:

Pertama, Ilmu "Katanya"

Ini adalah tingkatan ilmu yang paling rendah, menurut saya. Ilmu "katanya" ini bisa dibilang ilmu tanpa ilmu, lha wong cuma katanya. Katanya si A begini... Si B pernah bilang seperti ini..., dst.

Menghadapi ilmu jenis ini harus dipastikan terlebih dahulu sumber "katanya" itu valid atau tidak. Bila sumbernya memang orang yang berkompeten dan bisa dijadikan rujukan, maka harus diterima. Jika tidak, silahkan ditampung saja... di tong sampah.

Kedua, Ilmu "Teorinya"

Tingkatan ilmu yang kedua ini lebih tinggi satu tingkat dibandingkan dengan ilmu "katanya". Dari sebutannya bisa disimpulkan bahwa ilmu "teorinya" memiliki dasar ilmu, yaitu nalar atau logika. Namanya teori, tentu masih perlu pembuktian. Karena itu kebanyakan ilmu jenis ini masih bisa diterima publik, sisanya masih diperdebatkan.

Ketiga, Ilmu "Faktanya"

Ilmu ini jelas lebih "berbobot" ketimbang kedua ilmu yang disebut sebelumnya. Biasanya ilmu "faktanya" lebih bisa diterima dibandingkan ilmu "teorinya" ataupun ilmu "katanya". Apalagi jika terdapat pertentangan, ilmu "faktanya"-lah yang dimenangkan.

Namun yang masih menjadikan kebingungan saya adalah ucapan Albert Einstein yang mengatakan bahwa jika fakta tidak sesuai dengan teori, maka ubahlah faktanya. Jika ada diantara rekan-rekan yang bisa menjelaskan hal ini saya sangat berterima kasih sekali.

Keempat, Ilmu "Pokoknya"

Nah, ilmu ini adalah ilmu yang terkuat. Bisa jadi ilmu jenis ini adalah ilmu yang tak bisa dipatahkan teori atau fakta manapun. Yang melahirkan ilmu ini pertama kali adalah ke-ego-an. Misinya adalah hanyalah kemenangan. Mungkin tak ada tempat bagi kebenaran.

Jadi bila Anda menginginkan kemenangan mutlak, kuasailah baik-baik ilmu ini, karena orang lain jika ada yang berbicara, berdiskusi, berdebat menggunakan ilmu jenis ini akan saya sarankan untuk segera mundur teratur dan minggir menyingkir dari arena. Energinya kan bisa dimanfaatkan untuk yang lain.

H-hee...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, October 31, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!