Friday, December 23, 2011

ujungkelingking - Judul di atas terlalu provokatif ya?

Hehe... itu hanya sebuah judul. Saya tidak bermaksud menyombongkan diri dengan menganggap keislaman saya-lah yang paling benar. Ukuran keislaman yang benar itu hanya ada pada Allah sajalah. Kita mungkin hanya bisa mengira-ngira bahwa si A itu islamnya bagus, si B itu islamnya kurang, dst. Tapi kita tidak benar-benar bisa tahu, bukan?

Lalu apakah kita memang tidak boleh tahu "ukuran" keislaman itu?

Yang dikatakan baik keislamannya itu apakah orang yang hafal Al-Qur'an 30 juz?
Atau apakah yang puasa dan ibadahnya sepanjang tahun?
Atau apakah yang sedekahnya sudah tak terbilang?
Atau apakah yang jiwa sosialnya tak tertandingi?
Dan atau-atau yang lain...

Tapi sebuah "bocoran" dari Rasulullah mungkin bisa menyederhanakan rumusan itu. Kata Rasulullah,

"Diantara tanda-tanda bagusnya keislaman seseorang adalah dia (mampu) meninggalkan hal-hal yang tidak berguna".

Keislaman yang baik berarti jauh dari kesia-siaan. Logikanya, bila kita mampu meninggalkan segala hal yang sia-sia, insyaallah keislaman kita akan menjadi lebih baik.

Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk menunjukkan bahwa saya-lah orang yang paling jauh dari hal yang sia-sia sebab pada kenyataannya saya masih jauh sekali dari hal itu.

Tulisan ini hanya sekedar mengajari diri saya pribadi, sekaligus mengingatkan kita semua untuk terus memperbaiki keislaman kita.

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 23, 2011

Friday, December 16, 2011

ujungkelingking - Dulu saya bertanya-tanya tentang maksud dari sebuah karya fenomenal, al-Wala' wa 'l-Bara'. Tapi pada khutbah Jum'at tadi, sang khotib menjelaskan sedikit tentang maksud dari konsep tersebut.

Secara mudahnya, al-wala' berarti loyalitas, sedangkan al-bara' diartikan sebagai dis-loyalitas. Maksudnya apa? Maksudnya adalah bahwa kita sebagai seorang Muslim harus memiliki kedua prinsip ini. Ringkasnya, tahu kapan dan kepada siapa harus berloyalitas dan paham kapan kepada siapa harus "berseberang".

Dijelaskan oleh sang khotib bahwa ada tiga tujuan (target) dalam konsep ini. Pertama, kita wajib loyal (wala') kepada orang-orang Mu'miniin, yaitu orang-orang Muslim yang dalam pemikiran dan kehidupannya berlandaskan hukum-hukum Al-Qur'an. Haram bagi kita bila menentang dan tidak bermakmum kepada mereka.

Kedua, kita diwajibkan dis-loyalitas (bara') terhadap orang-orang Kafir, meski dalam kehidupan sosial kita tetap diharuskan berbuat baik terhadap mereka. Bara' terhadap mereka berarti tidak mengakui agama dan kepercayaan mereka, tidak meragukan kekafiran mereka, juga tidak ikut terlibat dalam acara-acara keagamaan mereka, termasuk dalam hal ini adalah mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.

Ketiga, kita memiliki kombinasi antara loyalitas dan dis-loyalitas terhadap orang-orang Muslim yang durhaka dan menyelisihi perintah Allah.

Wallahu a'lam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 16, 2011

Wednesday, December 14, 2011

ujungkelingking - Kemarin malam, akhirnya dengan terpaksa saya harus mengikuti anjuran istri saya untuk memanggil tukang urut ke rumah. Pasalnya tiga hari sebelumnya badan saya rasanya pegal luar biasa. Maklum jarak rumah-kantor yang lumayan jauh memaksa saya untuk duduk di jok motor satu jam lebih. Tapi bukan ini poinnya.

Malam itu, saat dipijat (biasa-lah tukang pijat kan banyak omongnya), hehe... Kami pun sempat mengobrol banyak. Mulai dari ayahnya yang (katanya) memiliki semacam "perguruan" dalam hal ilmu-ilmu pengobatan. Atau tentang dirinya yang (ngakunya) kenal dengan banyak pejabat-pejabat kelas atas. Tapi, ini juga bukan poin tulisan saya. :P

Yang menjadi perhatian saya kemudian adalah ketika dia menyayangkan tentang perbedaan-perbedaan yang kemudian pada akhirnya mengantarkan kita ke gerbang perdebatan-perdebatan panjang yang tak berujung pangkal. (Kok jadi puitis gini?) :D

Analoginya kemudian seperti ini, kita masing-masing memegang peta kota Surabaya. Kemudian masing-masing punya pendapat tentang rute menuju Tugu Pahlawan. Masing-masing mengaku tahu rute terbaik. Tapi sadarkah anda, bahwa kita cuma sekedar melihat peta saja. Tidak ada diantara kita yang benar-benar menelusuri rutenya, melewati jalannya. Dan kita hanya terus berdebat, berperang hebat.

Bukankah lebih bijaksana bila, tiap-tiap kita menelusuri rute masing-masing? Bila kita semua pada akhirnya bisa bertemu di Tugu Pahlawan, kita masing-masing akan berucap,

"Ohhh, ternyata anda sampai juga disini. Selamat ya!"

Dan bila ternyata salah jalan -meski ngedumel- kita toh tetap putar arah juga. Memang (harusnya) cuma ada satu jalan yang benar. Tapi tak pernah ada jaminan bahwa rute kita-lah yang benar.

Saling menghormati pendapat orang lain, itu poinnya.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, December 14, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!