Thursday, March 7, 2013

ujungkelingking - Dalam surah An-Nahl ayat 43 tersebut,


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl: 43]

'Ahli dzikir' pada ayat di atas kerap diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan; orang yang berilmu di bidangnya. Padahal ada suatu kaidah berbunyi, "hukum awal dari sebuah (arti) kata adalah arti secara harfiahnya". Maka untuk menetapkan arti yang lain dari arti denotasinya, dibutuhkan sebuah dalil.

An-Nahl ayat selanjutnya berbunyi,


بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu adz-dzikrah (Al-Qur'an) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. [An-Nahl: 44]

Di ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menggunakan nama 'adz-dzikrah' untuk menyebut Al-Qur'an. Maka korelasinya dari ayat sebelumnya -tentu- yang dimaksud dengan 'ahli dzikir' itu adalah ahlu 'l-Qur'an atau orang yang mengerti dan paham tentang Al-Qur'an, sebutan yang paling umum adalah para Ulama'.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/571-572)

Sedang tentang 'majelis dzikir', Imam Al-Qurthubi menjelaskan, "Majelis dzikir adalah majelis ilmu dan nasehat (peringatan). Yaitu majelis yang diuraikan padanya firman-firman Allah, sunnah Rasul-Nya, dan keterangan para salafus shaleh serta imam-imam ahli zuhud yang terdahulu..." (Fiqh Sunnah 2/87)

Hujjatul Islam -Imam Al-Ghazali- mengatakan, "Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah: tadabbur Al-Qur'an, mempelajari agama, dan menghitung-hitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita." (Faidhu 'l-Qadir 5/519)


Penyebutan 'ahli dzikir' memang lebih menarik perhatian, kenapa harus ahli dzikir?

Kita tahu bahwa isi dari Al Qur’an bukan hanya berkisah tentang orang-orang terdahulu, akan tetapi tiap rangkaian kata yang dipakainya mempunyai arti yang amat luas dan dalam. Karena itu tidak semua orang bisa dan bebas men-terjemahkannya ke dalam bahasa lain karena dibutuhkan disiplin ilmu tertentu.

Di dalam surah Ali Imraan ayat 190-191 dijelaskan bahwa ahli dzikir itu adalah ulil albab, yang diterjemahkan sebagai ‘orang-orang yang berakal’,


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, [Ali Imraan: 190]

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". [Ali Imraan: 191]


Maka logikanya dengan An-Nahl: 43 adalah bahwa jika bertanya, bertanyalah kepada orang yang berakal, bukan kepada orang yang tidak berakal.

Kenapa tidak diartikan kepada ‘orang yang memiliki ilmu pengetahuan’ saja?

Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu luas sekali. Dan jika yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan –selain ulama’- maka mereka mungkin hanya tahu hal-hal yang kasat mata saja, hanya tahu hal-hal yang dapat terjangkau oleh sains mereka. Lebih dari itu, tidak.

Mereka mungkin juga tahu mana yang baik (haq) dan mana yang bathil, namun belum tentu mereka mengamalkannya. Seorang koruptor, misalnya, mereka bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan. Mereka adalah orang-orang yang paham hukum. Namun, justru karena ilmu yang dimilikinya mereka mampu melakukan korupsi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda,

“Perbedaan antara orang berdzikir dan yang tidak adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” [Bukhari, Muslim dan Baihaqi]


Cukup jelas dan tegas perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah ini. Jika dilogikakan kembali dengan An-Nahl: 43, jika bertanya, maka bertanyalah kepada orang yang hidup, bukan kepada “orang mati”!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 07, 2013
Categories:

1 comment:

  1. Beruntung sangat2 orang Johor ada SEKOLAH AGAMA

    Bila Tak Sekolah Agama, mudah Sesat dengan Dakwah2 Palsu orang Jahil yang rasa pandai Agama PETIK2 ayat AlQuran seperti ULAMA MUFASSIR

    Kalau macam ULAMA MUFASSIR macam IMAM IBNU KATSIR, IMAM QURTUBIY, IMAM JALALAIN, IMAM THABARIY tu takpelah..

    فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

    Bukan

    فاسالوا اهل الجهل

    ReplyDelete

Komentar Anda tidak dimoderasi.
Namun, Admin berhak menghapus komentar yang dianggap tidak etis.

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!