Friday, September 14, 2012

ujungkelingking - Berbicara tentang manusia sebagai makhluk sosial, maka kita akan menemukan bahwa suatu individu –secara langsung atau tidak- memiliki keterkaitan dengan individu-individu lain. Bahwa seseorang untuk kelangsungan hidupnya membutuhkan bantuan dari orang lain, bisa berupa bantuan fisik atau materiil, pun juga bisa berupa support atau perhatian.

Dalam konteks ini, ketika kita memiliki beban yang cukup berat, maka kita butuh orang lain agar kita dapat membagi beban itu dengannya. Kita umum menyebutnya, curhat.

Dalam hal curhat-mencurhat (halahhh) kita biasanya memilih teman atau orang terdekat sebagai tempat kita curhat. Namun, disinilah sebenarnya kita perlu berwaspada. Sebagai orang yang akan mendengarkan permasalahan kita, yang di dalamnya kemungkinan besar ada aib yang akan kita buka, maka sangatlah penting bagi kita untuk selektif memilih tempat curhat. Karena salah pilih orang, bisa-bisa malu berkepanjangan yang kita tanggung.

Sebenarnya, kita bebas ber-curhat kepada siapa saja, asalkan dia memiliki 2 kriteria berikut ini;

1. Dia mampu memberikan solusi

Hal ini penting. Sebab jika tidak, tentu percuma-tidak-berguna kita curhat panjang lebar sampai berbusa-busa ke dia. Lha mending nulis di jejaring sosial (lumayan ada yang komen meski rada ngawur, hehe…)

Maka, ketika kita yakin (atau setidaknya berharap) dia memiliki solusi untuk permasalahan kita, maka dia-lah orang yang paling tepat untuk diajak curhat.

2. Dia mampu menyimpan rahasia

Yang ini juga tak kalah pentingnya. Sebab curhat kepada orang yang “ember”, sama saja seperti kita teriak-teriak dengan speaker di depan balai desa. Malu-lah yang kita dapat.

Masih mending kalau solusinya ada. Kalau tidak? Ke laut aja, mas!

Karena itulah, dua hal ini menjadi teramat penting ketika kita memutuskan akan curhat, sebab menyangkut harga diri dan (mungkin) aib kita atau orang lain. Carilah orang yang bisa memberikan solusi sekaligus menjaga rahasia kita.

Tapi jangan khawatir jika kita kesulitan menemukan sosok yang memiliki kedua kriteria tersebut, masih ada satu yang maha pemberi jalan keluar terbaik, dan tidak juga "ember"…

Allah subhanahu wa ta’alaa...

Dia-lah satu-satunya yang maha pembuat rencana terhebat dan pembuat solusi ter-unpredictable. Jika orang lain terlalu sibuk mengurusi kepentingannya sendiri-sendiri, maka Dia-lah yang sesungguhnya paling sibuk mengurusi keperluan makhluk-makhlukNya, dan akan selalu welcome untuk menerima curhatan kita.

So, what are you waiting for?


Selamat curhat
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 14, 2012

Friday, September 7, 2012

ujungkelingking - Ada satu tradisi yang selalu dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia, yaitu yang biasanya dilaksanakan pada minggu-minggu pertama atau kedua di bulan Syawal. Kita sering menyebutnya dengan "Halal bi Halal".

Terlepas dari benar-tidaknya tradisi ini, namun ada suatu dasar yang (konon) menjadi landasan diadakannya acara seperti ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah bersabda, yang artinya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه   

Barang siapa yang beribadah Ramadhan dengan iman dan sungguh-sungguh, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq 'alaihi) 

Penjelasan ini harus kita yakini betul-betul, bahwa jika kita telah melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka Allah (pasti) akan mengampuni dosa-dosa kita. Dengan kata lain, ketika kita memasuki bulan Syawal, maka secara otomatis kita sudah tidak punya lagi dosa terhadap Allah subhanahu wa ta'ala. Lalu apakah dengan begitu kita secara fitrah sudah bisa dikatakan suci?

Tentu saja belum. Sebab jangan lupa bahwa kita masih memiliki dosa terhadap manusia. Dosa dan salah kita terhadap orang lain hanya bisa terhapus dengan permintaan maaf kita kepada yang bersangkutan. Karena itulah biasanya setelah melaksanakan sholat 'Id orang-orang saling berkunjung ke rumah-rumah untuk saling bermaaf-maafan. Dari sinilah istilah "halal bi halal" muncul.

"Halal" atau "menghalalkan" bisa dimaknai sebagai meminta maaf atau memberi maaf. Sedang kata "bi halal" lebih menunjuk kepada tata-caranya, yaitu (meminta dan memberi maaf) haruslah dengan cara yang baik: cara yang halal.

***

Namun yang perlu ditekankan disini adalah bahwa meminta maaf adalah merupakan perintah (baca: kewajiban) dari agama. Karena itu meminta maaf sesungguhnya tidak pernah dibatasi oleh waktu dan tempat. Ketika kita telah merasa berbuat salah terhadap seseorang maka seharusnya kita segera meminta maaf kepada orang tersebut.


Wallahu a'lam,

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 07, 2012

Wednesday, September 5, 2012

ujungkelingking - Jika Anda kebetulan akrab dengan Ms. Office, terutama Word, tentu apa yang akan saya sampaikan ini bukanlah hal yang baru.

Namun bagi saya yang baru tahu, postingan ini sekaligus buat pengingat, kali aja besok-besok lupa! (Hehehe...)

Hanya ada 3 langkah mudah untuk membuat daftar isi secara otomatis pada Ms. Word. Kebetulan yang saya pakai Word 2003.

Langkah pertama:

  • Buka Word Anda. Dan munculkan Ruller, bila belum ada.



Langkah kedua:

  • Lakukan double klik pada ruller paling kanan, sehingga muncul jendela baru. Pada leader, pilih no. 2 yang berisi titik-titik. Lalu pilih OK.



Langkah ketiga:

  • Daftar isi otomatis Anda sudah selesai. Tekan tombol Tab pada keyboard Anda, dan titik-titik antara sisi kiri sampai sisi kanan akan muncul.




Mudah, kan?
Semoga bermanfaat!


*dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, September 05, 2012

Friday, August 31, 2012

ujungkelingking - Dari sebuah khutbah Jum'at...

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Muslim Indonesia bahwa ketika menjelang hari raya 'Idul Fitri, mereka berbondong-bondong untuk mudik. Istilah "mudik" sendiri biasa diartikan sebagai pulang ke kampung atau ke desa. Artinya dari kota menuju desa. Atau bisa dipakai definisi: melawan arus. Disini sang khatib mencoba mempertanyakan kenapa digunakan istilah "mudik"?

Kenapa tidak memakai istilah "turun", karena secara strata-sosial, kota biasanya diposisikan lebih tinggi daripada desa? Kenapa juga tidak digunakan kata "ngintir" (bhs. jawa, mengikuti arus), padahal pada waktu-waktu seperti itu hampir semua masyarakat kita melakukan tradisi yang sama?

Rupanya, menurut sang khatib, desa memiliki sesuatu yang sulit ditemukan di kota. Dia adalah kerukunan, kegotong-royongan, kedamaian, persaudaraan, dan ke-religius-an.

Pernah, seorang peneliti (maaf, saya kurang dengar namanya) melakukan tes unik untuk melihat perbedaan kehidupan di kota dan desa. Si peneliti ini kemudian membeli 2 buah mobil yang sama merk-nya, jenis dan warnanya. Kemudian, salah satu dari mobil itu diletakkan di sebuah kota, dan mobil yang satunya diletakkan di sebuah desa. Si peneliti ini kemudian mengamati apa yang terjadi beberapa hari ke depan.

Seminggu setelah diletakkan di tempatnya, mobil yang ditempatkan di kota telah hilang roda bagian depannya, sedang mobil yang berada di desa masih utuh. Dua minggu berikutnya mobil yang berada di kota atapnya sudah terlepas, sedang mobil yang berada di desa masih tetap utuh. Dan begitulah.

Namun, sungguhpun demikian, mudik yang seperti yang biasa dilakukan orang-orang ini dinilai sang khatib sebagai mudik yang kecil dan mudik yang biasa-biasa saja. Karena sebenarnya ada mudik yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting. Yaitu mudik kita ke hadirat Allah subhanahu wa ta'ala.

Untuk mudik yang kecil saja kita rela merepotkan diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya. maka untuk mudik yang lebih besar dan lebih penting ini sudah sepatutnyalah kita jauh lebih bersungguh-sungguh.

Karena itu, secara luas, kehidupan kita di dunia ini, dan khusus Ramadhan yang baru saja kita lewati dan (insyaallah) Ramadhan di tahun-tahun berikutnya adalah sarana untuk men-training dan mempersiapkan diri untuk mudik yang pasti setiap kita akan menjalaninya.

Maka kita akan bersungguh-sungguh beribadah, mengharap ridha-Nya. Agar nantinya kita benar-benar diterima saat mudik ke hadirat-Nya.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nasiir...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, August 31, 2012
ujungkelingking -



Ilustrasi: iN | Photography
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, August 31, 2012

Thursday, August 23, 2012

ujungkelingking - Sebelumnya, perkenankanlah kami mengucapkan:

Taqabbalallahu minna wa minkum

Mohon maaf lahir dan batin, mudah-mudahan puasa kita yang kemarin diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan puasa tersebut mampu menjadikan kita manusia-manusia yang bertaqwa.

Amin, ya Robbal 'alamiin....

***

Sudah menjadi tradisi bagi kita -umat Muslim di Indonesia pada khususnya- bahwa setelah kita melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh, kita memasuki lebaran yang oleh sebagian orang disebut dengan "Hari Raya Kupat" (bhs. Jawa, ketupat).

Nah, mengutip apa yang diistilahkan oleh Sunan Bonang, menurut terminologi beliau bahwa kata "kupat" memiliki makna "laku sing papat", yang juga dalam bahasa Jawa berarti keadaan yang empat, atau empat keadaan. Maksudnya adalah bahwa ketika seseorang sudah sempurna melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, maka dia akan memiliki empat hal berikut ini, yaitu: lebar, lebur, luber, labur.

Pen-definisi-an untuk masing istilah tersebut adalah kurang-lebih sebagai berikut:

  1. Lebar, berarti habis atau penghabisan. Maksudnya ketika ketika sudah memasuki hari raya, berarti puasa Ramadhan sudah selesai. Tidak ada lagi puasa Ramadhan.
  2. Lebur, maknanya adalah kita terbebas dari dosa. Karena dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa puasa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas mampu menggugurkan dosa-dosa.
  3. Luber, maksudnya melimpah-lah pahala kita. Sebab Allah sendiri yang akan meng-kalkulasi pahala untuk kita. Berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang hitung-hitungan pahalanya sudah ada, puasa justru tidak ada keterangan tentang itu. Ya, Allah sendiri yang langsung menghitungnya!
  4. Labur, memiliki makna rata, atau bersih. Ya, kebersihan diri dan hati akan kita dapatkan setelah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.

Setelah ini, kita masih punya amalan lain yang harus kita upayakan untuk kita kerjakan. Yaitu puasa Syawal.
Nabi menjelaskan bahwa jika seseorang telah berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa Syawal (yaitu 6 hari di bulan Syawal), maka dia telah berpuasa setahun penuh!

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, August 23, 2012

Tuesday, August 14, 2012

“Wahai umat manusia, dengarkanlah yang akan aku katakan di sini. Mungkin saja setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selamanya.”

Mendengar ucapan Rasulullah, sebagian pengikutnya terheran-heran, sebagian lagi tertunduk sedih, sebagian lagi terdiam karena penasaran menanti perkataan Rasulullah selanjutnya.

Rasulullah berkata, ”Tahukah kalian, bulan apa ini?”

Mereka serentak menjawab, ”Bulan Haram!”

Rasulullah mengulangi lagi kalimatnya,

“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. 

Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits.

Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi.

Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi ia masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!

Hai manusia sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.

Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut: Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban.

Takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik.

Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.

Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian. Berlaku baiklah kepada para budak kalian. Berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.

Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri …

Ya Allah sudahkah kusampaikan?

Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?”

Kaum Muslimin menjawab:

“Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ 

Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Rasulullah saw bersabda: “Ya Allah, saksikanlah, saksikanlah, saksikanlah”


*Dari beberapa sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, August 14, 2012

Wednesday, July 25, 2012

ujungkelingking - Barangkali Anda sudah bosan dengan tampilan atau penataan icon-icon pada desktop yang itu-itu saja, kemarin saya baru “nemu” (soalnya gaptek sih, hehe…) suatu aplikasi gratis untuk menata ikon-ikon pada desktop Anda. Namanya fences.

Langsung saja, ya!

Pertama kali Anda harus mendownload aplikasinya. Lebih mudahnya googling saja dengan kata kunci: download fences free.

Setelah selesai, Anda tidak bisa langsung menjalankannya, tetapi Anda akan diarahkan untuk mendownload dua komponennya.
13431853851040453752
Ketiganya harus ada (dok. pribadi)

Setelah Anda selesai mendownload kedua komponen itu dan meng-install-nya, Anda baru dapat menjalankan aplikasi fences tersebut.

Anda sekarang sudah dapat mengatur ikon-ikon pada desktop Anda. Tinggal letakkan mouse pada desktop, lalu klik kanan dan drag ikon-ikon yang ingin Anda kelompokkan.

Lebih jelasnya seperti yang telah saya lakukan pada desktop saya… :)

Tampilan desktop saya yang sekarang (dok. pribadi)

Semoga bermanfaat!

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 25, 2012

Wednesday, July 18, 2012

ujungkelingking - Awas, menjelang Ramadlan seperti ini atau nanti menjelang hari raya 'Idul Fitri siap-siap saja hape Anda kebanjiran SMS Minta Maaf. Hal tersebut sepertinya sudah mendarah-daging dalam budaya orang-orang Islam di Indonesia, khususnya.

Lho, apa salahnya meminta maaf? Tentu saja tidak salah. Dan hal itu malah diwajibkan oleh Islam.

"Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi
(HR. Bukhari no.2449)

Nah, yang saya anggap tidak benar di sini adalah bila meminta maaf tersebut dikhususkan (atau menunggu) menjelang Ramadlan atau menjelang hari raya. Meminta maaf seharusnya adalah dilakukan secepatnya saat kita menyadari kesalahan yang kita lakukan. Karena itu tidak ada anjuran untuk meminta maaf menjelang Ramadlan, pun hari raya.

Umumnya, tradisi yang tengah berkembang di dalam masyarakat Muslim ini didasarkan pada hadits di bawah ini,

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” Jawab Rasullullah.

Do’a Malaikat Jibril itu adalah, “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadlan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun menurut muslim.or.id, hadits tersebut adalah hadits palsu dan tidak jelas asal-muasalnya. Dan -masih menurut sumber yang sama- ada hadits yang memiliki kemiripan redaksi dengan hadits di atas, dan inilah yang lebih shahih:

Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: "Amin, Amin, Amin". Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: "Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadlan tanpa mendapatkan ampunan", maka kukatakan, "Amin", kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk surga (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)", maka aku berkata: "Amin". Kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu", maka kukatakan, "Amin”.

Karena itulah, meski postingan ini di-publish menjelang Ramdlan, tidak ada niatan dari saya untuk mengkhususkan meminta maaf pada hari ini. Ibarat pepatah, tak ada tembok perumahan yang tak retak, sebagai manusia pastilah terselip tulisan, pandangan atau komentar saya yang menyinggung Anda.

Jadi, maafkanlah...

***

nb: kalau tidak mau maafin, maka T.E.R.L.A.L.U.

Mengenai derajat hadits bisa dilihat di SUMBER

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 18, 2012

Saturday, July 14, 2012

ujungkelingking - Lagi, kita disuguhi berita tentang penangkapan pegawai pajak atas kasus suap (kompas.com). Hal ini tentu menambah panjang rangkaian gerbong kasus di tubuh DJP, yang mau tidak mau berimbas kepada masyarakat (baca: Wajib Pajak). Akhirnya tidak sedikit dari kalangan masyarakat luas yang menjadi berat untuk membayar kewajiban pajaknya. Kebanyakan mereka berpikir begini, “Buat apa kita repot-repot membayar pajak, bila uangnya kemudian dimakan oleh pegawai pajak dan bukan untuk kepentingan negara?” atau “Apa sih untungnya membayar pajak, toh kita tidak merasakan manfa’atnya?”

Maka ini kemudian menjadi kewenangan DJP untuk menjelaskan kepada masyarakat luas. Memang, dalam definisinya pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam kalimat yang dicetak tebal di atas jelas bahwa hasil dari pembayaran pajak kita adalah bukan diperuntukkan untuk kita -secara personal. Akan tetapi hasil tersebut bisa dinikmati secara bersama-sama. Seperti misalnya pembangunan gedung pelayanan publik, jalan raya, dsb. Jadi bila ada pertanyaan, “apa untungnya membayar pajak?” Jawabannya, kita hanya akan dianggap sebagai Wajib Pajak Patuh (hak hak hak…)

Kalau pertanyaannya adalah tentang uang negara yang dimakan oleh pegawai pajak, tentu ungkapan ini kurang tepat. Karena sebenarnya yang dimakan oleh pegawai pajak tersebut bukanlah “uang negara”, melainkan “uang yang seharusnya milik negara”. Lah sami mawon!

Melihat kejadiannya secara kronologis mungkin benar anggapan umum bahwa adanya praktek suap ini adalah tidak lepas dari polah tingkah-tingkah laku Wajib Pajak sendiri. Misalnya saja, karena tidak pernah membayar pajak, lalu setelah dilakukan penghitungan, pokok yang seharusnya dibayar ditambah dengan sanksi -dan sebagainya- maka diperolehlah angka yang luar biasa fantastis. Logikanya, kalau membayar yang menjadi kewajibannya saja tidak mau, apalagi ini: membayar kewajiban plus denda?

Maka ditempuhlah “jalan tengah”. Diminta-lah kepada pegawai pajak tersebut untuk “merevisi” laporan pajak Wajib Pajak tersebut. Sehingga, yang seharusnya dibayar 100%, cukup dibayar 30% saja. Dan sebagai ucapan terima-kasih dikirimlah sebuah “kardus indomie” ke rumah…

Lalu kenapa praktek yang sesungguhnya sudah berlangsung sejak tahun Gajah ini baru terendus (sebagian) sekarang? Jawabannya karena mereka (pegawai pajak) ternyata punya “kewenangan” merahasiakan hubungan mereka dengan Wajib Pajak.

Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 pasal 34 ayat (1) tertulis setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam penjelasan ayat disebutkan setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain:

  1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;

  2. data yang diperoleh dalam rangka petaksanaan pemeriksaan;

  3. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;

  4. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.
Nah, sebenarnya aturan dalam pasal ini diperuntukkan kepada Wajib Pajak untuk melindungi data-data mereka dari kebocoran yang takutnya disalah-gunakan oleh pihak lain. Namun bagaimana bila justru aturan ini dipakai oleh pegawai pajak sendiri untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya?
Agaknya DJP perlu mereview kembali pasal per-pasalnya. 

# Berdo'a untuk Indonesia yang lebih bersih, bismillah...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 14, 2012

Wednesday, July 11, 2012

ujungkelingking - Hari ini seorang teman kerja saya membeberkan rahasianya. Ya, memang, dia mendengarnya dari sebuah acara di televisi yang dipandu oleh seorang Ustadz kawakan, tapi karena saya sendiri tak pernah menonton acara tersebut, jadi bisa dikatakan bahwa teman saya itulah yang memberitahu saya. Apalagi teman saya tersebut sudah melakukannya, jauh sebelum dia mendengar ceramah Ustadz tersebut. Dan semua cita-citanya terpenuhi!

Begini caranya, (saya rumuskan dalam 3T!):

[1] Tulis!

Ya, tulis cita-cita Anda pada selembar kertas. Tulis semuanya! Dari yang jangka pendek sampai yang jangka panjang. Dari yang paling mungkin sampai yang paling tidak mungkin.
Misalnya; ingin punya rumah, lebih dari satu; ingin menjadi pengusaha sukses; ingin menjadi Novelis best-seller, dsb.

[2] Tebus!

Maksudnya adalah bahwa Anda akan "menebus" cita-cita di atas dengan beberapa syarat yang Anda tentukan sendiri. Tentu akan lebih mengena bila syarat yang Anda tetapkan adalah amalan ibadah yang secara konsisten harus Anda kerjakan.
Misalnya; sholat 5 waktu tidak boleh bolong; memperbanyak sholat malam; memperbanyak puasa Senin-Kamis, dsb.

Maka, semakin tinggi cita-cita Anda, tentunya semakin banyak dan besar syarat (baca: amalan) yang harus Anda tetapkan.

Jadi, bila pada poin yang pertama Anda beri judul "Saya ingin...", maka pada poin kedua ini Anda bisa beri judul "Saya akan..."

[3] Tempel!

Tempel lembaran tersebut di tempat yang tertutup (agar tidak tampak oleh orang lain), tapi sering terlihat oleh Anda sendiri.
Misalnya; di pintu lemari sebelah dalam, dsb.

Penjelasannya adalah, bahwa dengan seringnya kita melihat dan membaca tulisan tersebut, itu sama dengan do'a!

Wallahu a'lam.

***

note: buat Kang Afnan, matur nuwun yow atas sharing-nya, semoga bernilai ibadah. Amin.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 11, 2012

Tuesday, July 10, 2012

ujungkelingking - Kemarin, saat pulang kerja, saya dikejutkan dengan “laporan” istri saya yang mengatakan bahwa anak kami yang pertama mengalami panas. Ketika di-term (termometer) hasilnya cukup mencengangkan, 39 derajat, dan masih bergerak naik!

Hilang sudah capek saya, berganti dengan kecemasan dan kepanikan. Maklum, anak kami ini punya riwayat kejang. Istilah medis biasa menyebutnya sebagai demam kejang, yaitu kondisi dimana suhu tubuh terlalu tinggi sehingga sampai menyebabkan tubuh menggigil. Kondisi menggigil inilah yang dinamakan kejang. Sebenarnya kami punya simpanan paracetamol, namun karena sudah terlalu lama disimpan, dengan tempat penyimpanan yang kurang baik, saya menjadi ragu untuk memberikannya kepada anak kami.

Dan karena tak ingin kejadian yang sama terulang kembali, saya langsung membawa anak kami ke klinik terdekat. Fokusnya adalah agar suhu tubuh anak saya harus turun dulu. Biasanya perawat akan memberikan obat yang dimasukkan lewat bawah (dubur). Namun, saat di-term oleh perawat suhu tubuh anak kami “hanya” berada di angka 37 koma sekian.

Atas dasar itulah, perawat kemudian hanya memberikan obat berupa puyer dan antibiotik. Dengan catatan, bila sampai tengah malam panasnya tak juga turun harus dibawa kembali ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Akhirnya kami pun pulang.

Puyer yang dari klinik langsung kami minumkan, kemudian kami biarkan anak kami beristirahat. Memang, setelah meminum puyer tersebut suhu anak kami menunjukkan penurunan. Kami sedikit merasa lega.
Namun, tengah malam istri membangunkan saya. Panasnya masih ada, meski tak setinggi sore tadi. Obat pun diminumkan kembali, sambil dilakukan kompres dengan air hangat. Kompres ini biasa dilakukan di dahi, leher, atau pada lipatan siku dan lutut. Atau bisa juga di atas kepalanya. Yang terakhir ini sih inisiatif saya sendiri. Intinya adalah memberikan informasi kepada otak bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh, yang tujuannya agar otak kemudian meresponnya dengan menurunkan suhu tubuh.

Malam tadi, tidur saya benar-benar tidak nyenyak. Hampir tiap jam saya dan istri terbangun demi mengecek perkembangan keadaan anak kami. Syukurlah, meski masih ada sisa-sisa panas, tapi gelagatnya menunjukkan penurunan. Kami masih tetap melakukan kompres.

Bila Anda pernah memiliki balita, apalagi bila Anda jauh dari orangtua dan mertua, maka Anda bisa merasakan apa yang kami rasakan. Sampai-sampai ada yang bilang bahwa lebih baik kita (orangtua) saja yang sakit, asal si kecil tidak. Padahal bila mau mengakui, dua-duanya toh sama-sama nggak enak, hehehe...

Pagi ini saat saya hendak berangkat kerja, kondisi anak kami sudah hangat dan dia sudah bisa berceloteh seperti biasanya.

Cepat sembuh, ya Nak!

________

nb: baru saja saya mendapat SMS dari istri, mengabarkan bahwa gigi anak kami sebelah kanan-belakang-atas dan kanan-belakang-bawah, tumbuh. Jadi munculnya berbarengan… 

Hehehe...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 10, 2012

Monday, July 9, 2012

ujungkelingking - Karena ada suatu kepentingan yang tidak biasanya, hari ini saya berangkat ke tempat kerja tidak dengan menggunakan motor seperti biasanya, akan tetapi saya naik bus kota. Tepatnya Bus "Hijau" jurusan Mojokerto-Surabaya.

Apakah ini merupakan pengalaman baru bagi saya? Tidak juga. Dulu, ketika masih berstatus pelajar saya setiap hari menggunakan angkutan publik macam ini. Saya baru tidak lagi menggunakannya ketika saya sudah bekerja dan memiliki motor sendiri sampai sekarang, saat saya sudah memiliki dua orang putra.

Lalu, apa yang baru di sini?

Sebenarnya, memang, ada hal-hal baru yang saya dapatkan ketika saya naik bus kota pagi ini. Yang sederhana saja, saya bisa mengamati dengan detil bangunan-bangunan atau kantor-kantor, yang itu tidak bisa saya lakukan ketika saya harus berkonsentrasi dengan kemacetan di jalan raya.

Lalu apa lagi?

Sudut pandang! Ya, saya menemukan sudut pandang baru dalam melihat siapa saya, atau bagaimana orang memandang saya secara umum.

Begini, saat saya naik bus kota, saya tentu melihat banyak pengendara-pengendara motor yang berseliweran di dekat bus yang saya tumpangi. Saya kemudian membayangkan bahwa saya adalah salah satu diantara pengendara-pengendara tersebut dan berada di tengah-tengah. Maka saya pun tahu bagaimana orang menilai saya.

Selama ini saya beranggapan -misalnya saja- menyalip kendaraan lain dari sisi sebelah kiri atau memotong di depan kendaraan-kendaraan besar adalah hal yang lumrah dan wajar. Tapi saya baru mengetahui bahwa dari sudut pandang pengemudi bus dan penumpang yang lain bahwa hal semacam itu adalah hal yang tolol. Bila saya menganggap bahwa dapat menyalip kendaraan besar adalah suatu hal yang hebat, maka sebenarnya hal itu adalah hal yang konyol. Toh kalau pengemudi kendaraan besar tersebut tak dapat mengendalikan kendaraannya, yang hancur-lebur ya saya sendiri, si pengendara motor.

Tapi saya yang pengendara motor berkilah, “Mau bagaimana lagi? Kemacetan terus terjadi di sepanjang perjalanan, apalagi pada jam-jam sibuk. Sementara saya dituntut untuk tidak telat masuk kerja? Jadi, itulah yang saya lakukan, bermanuver.”

Saya yang berada di dalam bus menjawab, “Terjebak macet ketika jam-jam kerja memang suatu hal yang tak terelakkan. Tapi orang yang bijak akan memilih berangkat lebih pagi untuk menghindari hal tersebut. Berangkat lebih pagi, perjalanan lebih santai dan aman, dan tidak telat masuk kantor.”

Lagi-lagi saya yang pengendara motor membalas, “Bagaimana mungkin saya berangkat lebih pagi kalau bangun saja sudah siang?”

Saya yang di dalam bus menjawab, “Semua tergantung kebiasaan. Kenapa tidak mencoba tidur lebih sore sehingga bangun lebih dini dan berangkat kerja lebih pagi?”

Akhirnya, saya yang pengendara motor tercenung. Benar sekali. Semua tergantung bagaimana cara kita me-manage waktu. Selama ini saya memang betah berlama-lama nonton tivi sampai malam. Akibatnya sholat Shubuh-pun kerap ketinggalan. Padahal, bangun dan mandi lebih pagi juga lebih sehat, kan?
Ah, saya jadi menyadari kebodohan saya selama ini. Bercepat-cepat di jalan raya dengan resiko yang tidak kecil, sementara ada cara lain yang lebih aman dan sehat? Ya, ya… mulai besok saya akan mencoba cara baru ini. Belajar lebih mengendalikan waktu dan bukannya dikejar-kejar waktu.

Namun, sebelum pergi, saya yang pengendara motor tersenyum setengah mengejek kepada saya yang di dalam bus sambil berkata, “Emang bisa???”

Hahaha...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, July 09, 2012

Thursday, July 5, 2012

ujungkelingking - Dalam beberapa “jengkal” lagi seluruh umat Islam di dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah. Bulan Ramadlan, namanya.

Dan sudah jamak terjadi bahwa penetuan awal Ramadlan dan atau awal Syawal rentan terjadi perbedaan. Biasanya, bila penentuan awal Ramadlannya berbeda maka lebarannya bisa bersamaan. Tapi jika awal puasanya bersamaan, maka sholat ‘Id kita bisa berbeda.

Tentu, kita sering mendengar kalimat bahwa perbedaan adalah rahmat. Tapi benarkah demikian jika yang terjadi kemudian adalah perselisihan? Tentu saja mereka yang berada di atas bisa dengan legowo mengatakan “Kami menghormati setiap perbedaan. Silahkan saja berbeda dengan kami, toh semua ada dasarnya, jadi tak masalah memilih yang manapun”. Tapi bagi kami-kami yang berada di bawah -yang notabene lebih banyak yang awam (baca: bodoh) masalah-masalah ikhtilaf seperti ini hanya akan melahirkan sekat-sekat, bahkan di kampung kami sendiri.

Orang-orang yang pernah saya tanyai umumnya berpendapat (dengan bahasa saya sendiri) bahwa “satu (orang pintar) itu bagus, banyak itu bencana”. Jadi keinget film-nya The Avenger, dimana banyak jagoan bersatu malah masing-masing menganggap yang lain tak lebih hebat dari dirinya…

Banyak yang pintar (atau mengaku pintar), lalu akhirnya masing-masing punya cara sendiri -dalam hal ini- menentukan awal Ramadlan dan awal Syawal. Ormas ini bilangnya tanggal sekian, ormas yang lain bilangnya lain lagi, pun pemerintah juga berbeda. Lagi-lagi, kami-kami ini yang bodoh yang menjadi korban kebingungan.

Padahal, di jaman Rasulullah dahulu, satu orang saja yang melihat hilal (memang dulu, ini satu-satunya cara), maka otomatis yang lain mengikuti, dengan syarat orang tersebut adalah orang yang tsiqah (terpercaya). Maka, berkaca dari situ mestinya baik ormas ataupun pemerintah seyogyanya bisa satu kata dalam hal-hal semacam ini.

Wah, sulit bro… Sebagian ormas malah tidak suka dianggap “ngikut” pemerintah. Lebih baik berbeda, tapi hasil pengkajian sendiri. (Begitu, atau tidak begitu?)

Lalu bagaimana dengan bunyi, “Taatilah Allah. Dan taatilah Rasul-dan ulil amri diantara kalian”? (Al-ayat)

Maka, sidang itsbat yang akan digelar Menteri Agama (baca: Pemerintah) adalah kuncinya. Disana nanti semua ormas Islam di seluruh Indonesia akan berkumpul dan menyampaikan pendapatnya tentang awal Ramadlan atau awal 'Id. Dan pasti akan ada perbedaan pendapat. Maka, setelah palu diketok tanda putusan sudah final, maka seluruh ormas diharapkan dengan takzim mengikuti hasil putusan tersebut.

Dan diharapkan kita tak lagi disibukkan dengan masalah-masalah seperti ini lagi…

bismillah…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, July 05, 2012

Tuesday, July 3, 2012

ujungkelingking - Ketika kita memutuskan untuk datang ke dokter, sering pada akhirnya kita mendapat obat antibiotik. Masalahnya seberapa penting antibiotik tersebut?

Antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari  mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik.  Satu jenis antibiotik  biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak  untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh  berbagai kelompok kuman.

Namun yang harus ditekankan adalah sembarangan mengkonsumsi antibiotik bisa menyebabkan masalah yang serius misalnya alergi, atau yang paling ditakuti adalah terjadinya resistensi (antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi). Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.

INFEKSI

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur ke dalam tubuh.

Sebagian (besar) masyarakat masih beranggapan bahwa bila tubuh demam maka hal itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan antibiotik. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Hal ini karena demam merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.

Tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta merta menunjukan adanya suatu infeksi. Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan (inflamasi) sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik maupun kimia, dan juga luka.

Infeksi, tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi bila terjadi peradangan belum tentu akibat infeksi. Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat anti radang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.

Sebenarnya, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat dapat diatasi sendiri. Namun begitu, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak perlu diobati dengan antibiotik karena fungsi antibiotik adalah mematikan bakteri. Pemberian antibiotik menjadi tidak berguna, kecuali dokter menduga telah terjadi infeksi bakteri. Namun, ini pun bukan untuk penyakit common cold. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.

Kita baru butuh antibiotik bila terserang flu yang penyebabnya adalah bakteri. Sedangkan penyakit flu yang diakibatkan virus adalah bersifat self-limiting disease, atau bisa sembuh dengan sendirinya. Bila kita terkena flu biasa atau batuk-pilek, cukup tingkatkan stamina tubuh dengan cara makan makanan bergizi agar tubuh sehat kembali. Juga, minum air putih yang banyak dan cukup istirahat.


Referensi:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 03, 2012

Saturday, June 23, 2012

ujungkelingking - Seorang pria berjalan melewati seekor gajah. Ia tiba-tiba berhenti, bingung pada fakta bahwa makhluk sebesar itu hanya ditahan oleh tali kecil yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak juga kandang.

Bukankah jelas, bahwa gajah itu bisa kapan saja melepaskan diri dari ikatan itu? Namun mengapa tidak mereka lakukan?

Ketika melihat seorang pelatih di dekatnya, pria tadi segera bertanya mengapa hewan-hewan ini hanya berdiri di sana dan tidak berusaha melarikan diri.

Jawab si pelatih, “Ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kita menggunakan tali berukuran sama untuk mengikat mereka. Dan pada usia itu, tali sebesar itu cukup untuk menahan mereka,”

“Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali itu masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri.”

Pria itu terdiam, antara kagum dan keheranan. Hewan besar ini bisa setiap saat membebaskan diri dari ikatan mereka, tapi karena mereka percaya mereka tidak bisa, mereka terjebak disana.

Seperti gajah, banyak dari kita menjalani hidup berpegangan pada keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita pernah gagal sebelumnya. Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran.

Bukan begitu?


Sumber: www.zoom-indonesia.com
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 23, 2012

Thursday, June 21, 2012

ujungkelingking - Sebuah cerita dari seorang rekan Kompasianer...

***

Suatu pagi, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk "merebut" sang perempuan muda dari sisinya.

"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya yang rupanya adalah ayah si gadis.

"Iya, Pak," jawab si pemuda.

"Apakah engkau telah mengenalnya dalam-dalam?" tanya sang ayah sambil menunjuk si perempuan.

"Ya Pak. Sangat kenal." jawab si pemuda, mencoba meyakinkan.

"Lamaranmu kutolak!" Jawab sang ayah tegas, "Berarti engkau telah pacaran dengannya selama ini? Tidak bisa! Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" sergah sang ayah.

Si pemuda tergagap, “Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.”

Sang ayah berkata lagi, “Kalau begitu lamaranmu kutolak. Itu seperti membeli kucing dalam karung kan? Aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu anakku ini siapa?” balas sang ayah keras.

Ini situasi yang sulit. Sang gadis mencoba membantu si pemuda. Dia berbisik kepada ayahnya, "Ayah, dia dulu aktivis, lho."

"Kamu dulu aktivis, ya?" tanya sang ayah.

"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di kampus,” jawab si pemuda percaya diri.

"Lamaranmu kutolak." Jawab sang ayah kemudian, "Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"

"Ah, ya nggak, Pak. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."

"Kalau begitu, lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang gadis membisik lagi, membantu. "Ayah, dia pinter lho."

"Kamu lulusan mana?" tanya sang ayah.

"Saya lulusan kampus ini, Pak. Itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."

"Lamaranmu kutolak, kalau begitu," jawab sang ayah. "Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini toh? Menganggap saya bodoh, kan?"

"Enggak kok, Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IP-nya juga cuma dua koma, Pak."

"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bodoh gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"

Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja, lho."

"Jadi, kamu sudah bekerja?" tanya sang ayah.

"Sudah Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."

"Anu Pak, kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."

"Lho lamaranmu ya tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali datang, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."

"Rencananya maharmu apa?" tanya sang ayah kemudian.

"Seperangkat alat shalat Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf."

"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."

Bisikan datang lagi dari sang gadis, "Dia jago IT lho, Pak."

"Kamu bisa apa itu, internet?"

"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."

"Kalau begitu lamaranmu kutolak. Sebab nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."

"Tapi saya nge-net cuma untuk cek email saja kok Pak."

"Lamaranmu tetap kutolak kalau begitu. Jadi kamu nggak ngerti apa itu Facebook, Blog, Twitter, Youtube, kompasiana? Aku nggak mau punya mantu gaptek begitu."

Sang gadis hendak berbisik, tapi sang ayah keburu bertanya lagi, "Kamu kesini tadi naik apa?"

"Mobil, Pak."

"Kamu mau pamer toh kalau kamu kaya. Itu namanya riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik. Lamaranmu kutolak."

"Anu, Pak. Saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Lha wong itu mobil dia. Saya juga nggak bisa nyetir."

"Lamaranmu kutolak, kalau begitu. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Sang gadis hendak berbisik lagi, tapi sang ayah sudah bertanya, "Kamu merasa ganteng ya?"

"Nggak Pak. Biasa saja kok."

"Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."

"Tapi Pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir saya kok, Pak."

"Kalau begitu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh. Lamaranmu kutolak!"

***

Sang gadis kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"

Sang ayah menatap wajah sang anak, dan berganti menatap si pemuda yang sudah menyerah pasrah. "Nak, apakah ada yang engkau hapal dari Al Qur’an dan Hadits?"

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah. Jawabnya, "Pak, dari tigapuluh juz saya cuma hapal juz ketigapuluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits-pun cuma dari Arba'in, yang terpendek pula."

Sang ayah tersenyum.

"Lamaranmu kuterima, anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja aku masih tertatih."

Mata si pemuda-pun ikut berkaca-kaca.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, June 21, 2012

Monday, June 18, 2012

ujungkelingking,


"Anak belajar dari kehidupannya"



Jika anak dibesarkan dengan celaan,

ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,

ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan,

ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba,

ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok,

ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati,

ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan,

ia belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,

ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,

ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,

ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan,

ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,

ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan,

ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi,

ia belajar kedermawaan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan,

ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,

ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan,

ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman,

ia belajar berdamai dengan pikiran

Dorothy Law Nolte
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 18, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!