ujungkelingking - Imajinasi, Dimanakah Engkau?
Seorang teman blogger, mbak Elsawati Dewi, pernah mempertanyakan di salah satu statusnya kenapa sekarang ini dirinya susah sekali menulis fiksi.
Pertanyaan yang sama barangkali pernah hinggap di benak teman-teman yang lain. Termasuk saya.
Ketika saya masih kelas 3 SD, saya senang sekali menulis cerpen. Setiap pagi sebelum bel masuk berbunyi, dalam sekali duduk saya bisa menulis cerpen dalam satu atau dua lembar buku tulis. Selanjutnya cerpen tersebut akan dibaca bergantian oleh teman-teman saya. H-haa...
Tapi itu dulu...
Pernah juga bapak membawakan untuk saya satu bendel semacam buku cek list yang sudah tidak terpakai. Namun bagian belakangnya yang masih kosong menarik minat saya untuk berkreasi di sana. Jadilah saya kemudian seorang komikus. H-hee...
Saya membuat gambar-gambar yang membentuk sebuah cerita. Ya, karena saya dulu terobsesi dengan tokoh jagoan Satria Baja Hitam dan Kapten Mentari, gambar komiknya pun gak jauh-jauh dari situ.
Tapi -sekali lagi- itu dulu...
Dulu... banget.
Dulu... banget.
Kenapa sekarang susah berimajinasi?
Jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada saya, maka jawaban yang paling mudah adalah karena saya tidak pernah mengasahnya kembali.
Namun ada hal lainnya yang perlu dicermati. Ini berkaitan dengan fungsi otak kanan dan otak kiri kita.
Kecenderungan manusia terhadap kedua bagian otak ini tentu berbeda-beda. Ada yang dominan otak kirinya, ada pula yang lebih banyak pada otak kanannya. Jika ditanya mana yang lebih hebat, tentu keduanya sama hebat, meski memiliki "bahasa" yang berbeda. Atau lebih tepatnya, keduanya ada untuk saling melengkapi.
Nah, ketika kita kecil bisa dikatakan kita lebih dominan otak kanannya. Itulah mengapa anak kecil mudah sekali berimajinasi.
Image: observasipsikologi.blogspot |
Akan tetapi, ketika kita memasuki sekolah formal, kita diajari dengan pelajaran-pelajaran formal, yang hampir semuanya mengasah bagian otak kiri kita. Akibatnya jelas, otak kiri kita yang dominan.
Barangkali inilah yang terjadi pada saya, mbak Elsawati atau teman-teman yang lain. Padahal untuk menulis cerpen dibutuhkan kerja otak kanan. Bukan berarti otak kiri tidak diperlukan. Keduanya diperlukan hanya persentasenya saja yang berbeda.
Cara menulis dengan menggunakan otak kanan
Pemikiran ini muncul setelah saya blogwalking ke tempat teman-teman yang membahas tentang otak kiri dan kanan.
Salah satu perbedaan antara otak kiri dengan otak kanan adalah, jika otak kiri bersifat terstruktur dan rapi, maka otak kanan sifatnya spontanitas.
Jadi ini yang bisa kita manfaatkan. Ketika kita menulis sebuah cerpen, buatlah ia spontan dan mengalir begitu saja. Bahkan mungkin tanpa kita tahu nanti endingnya seperti apa.
Ujung-ujungnya kita akan bilang, eh, cerpen saya sudah selesai... ^_^
__________________________
nb: Saran ini belum pernah saya publikasikan, sekaligus dilaksanakan... ^_^
__________________________
nb: Saran ini belum pernah saya publikasikan, sekaligus dilaksanakan... ^_^
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, April 08, 2014