Sunday, January 12, 2014

ujungkelingking - Kesalahan-Kesalahan Umum Dalam Berdagang | Bag. 2


Ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya: Kesalahan-Kesalahan Umum Dalam Berdagang | Bag. 1

Selain kesalahan umum yang saya sebutkan di bagian kesatu, ada beberapa lagi kesalahan-kesalahan umum yang seringkali dilakukan oleh pedagang pemula.

2. Salah mendisplay (menata) barang


Beberapa pedagang memilih menggelar dagangannya di tanah. Maksud saya mereka hanya menggunakan tikar, terpal atau semacamnya sebagai alas barang dagangan tersebut. Menjual barang dengan model seperti ini mengesankan bahwa barang yang kita jual murah. Tidak masalah bila dagangan kita memang berupa pernak-pernik atau asesoris kecil yang harganya sekitar 5-10 ribu. Tapi bila di atas 50 ribu, pen-display-an barang seperti itu menjadikan barang dagangan kita tampak murahan. Tentu berbeda barang "murah" dengan "murahan". Apalagi jika menatanya dengan cara ditumpuk tidak beraturan.

Barang-barang tersebut sebaiknya ditata atau diletakkan "di atas" tanah. Kita bisa meletakkannya di sebuah meja atau rak kecil. Dengan penataan seperti itu barang kita akan terlihat lebih meyakinkan.

Ada pula yang saya lihat, penjual sandal-sepatu, yang sebenarnya barangnya tampak bagus namun dibiarkan berada dalam bungkus plastik yang kusam. Sehingga calon pembeli kurang tertarik untuk mendekat. Bukankah lebih baik bungkusnya dibuka saja, dan biarkan calon pembeli melihat keindahan barang jualan kita?

3. Salah memilih tempat berjualan


Kalau dulu jaman masih sekolah ada slogan, "posisi menentukan prestasi", maka dalam dunia bisnis hal itu betul. Seringkali dikatakan bahwa agar bisnis kita bisa berkembang, kuncinya ada terletak pada 3 poin ini: (1) lokasi; (2) lokasi; (3) lokasi.

Lokasi yang tepat menentukan keberlangsungkan usaha kita. Memang sih, rejeki itu sudah diatur oleh Tuhan. Akan tetapi dari sisi manusiawi kita haruslah tetap ada usaha, yaitu memilih lokasi yang strategis.

Mengenai bagaimana kriteria lokasi yang strategis itu, seiring perjalanan waktu kita akan belajar dengan sendirinya. Ingat, saya juga masih unyu-unyu di sini. Namun yang jelas, jangan yang rentan diobrak satpol PP ya! H-hee...

4. Salah memilih target pasar


Stok awal saya kebanyakan sepatu untuk ukuran 1-2 tahun. Tahu-tahu banyak yang mencari untuk ukuran anak TK. Ketika saya stok untuk ukuran anak TK, eh, kebanyakan yang dicari sepatu untuk anak sekolah. Beuh!

Sama dengan solusi-solusi sebelumnya, lakukan saja sambil amati. Lama-kelamaan kita akan mengerti dengan sendirinya. Trial and error, kata orang di kampung saya.

5. Salah fokus


Ada penjual yang menjual barang A. Namun ketika dia melihat yang laris adalah barang B, spontan dia beralih menjual barang B. Lalu belum lagi jualan B berjalan, ia beralih menjual barang C karena melihat jualan barang C milik tetangga lebih laris.

Membaca pasar itu penting. Namun fokus terhadap apa yang sedang kita kerjakan -saya pikir- jauh lebih penting lagi. Bukankah lebih baik membiarkan dagangan A berjalan, lalu kemudian menambah jualan B? Lalu ketika keduanya bisa berjalan dengan baik, kita baru menambah dagangan C.

6. Salah memberikan informasi barang


Umumnya ini dilakukan karena penjual tidak (baca: belum) menguasai barang jualannya dengan baik. Solusinya adalah dengan mempelajari seluk-beluk barang yang akan dijual.

Masih mending jika hanya belum paham, tapi kalau sudah sampai pada taraf berbohong (agar jualannya tetap laku) ini yang tidak benar. Untuk yang saya sebut terakhir ini bisa saja terjadi pada pedagang-pedagang yang sudah kawak

Dan mengamini komentar Jenx Indah pada postingan sebelumnya, daripada untung banyak tapi pembeli cuma satu kan lebih baik untung banyak dan pembeli ramai.

***

Nah, barangkali Anda punya tambahan lagi? Atau sekedar bantahan dari kesalahan-kesalahan yang saya sebutkan ini?

Tentu akan sangat berguna sekali bila dapat di-share di sini. Sebab dengan mengetahui beberapa kesalahan ini diharapkan kita bisa meminimalisir hal tersebut, atau setidaknya, kita tidak kaget bila mendapatinya terjadi dalam usaha kita.

Tambahannya silahkan ditulis di kolom komentar ya!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Sunday, January 12, 2014

Saturday, January 11, 2014

ujungkelingking - Kesalahan-Kesalahan Umum Dalam Berdagang | Bag. 1


Ketika saya menulis tentang Kesalahan-Kesalahan Umum Dalam Berdagang tentu bukan berarti saya adalah seorang pedagang yang sudah berpengalaman atau profesional. Justru kesalahan-kesalahan ini adalah kesalahan yang saya lakukan sendiri. Intinya ini pengalaman pribadi. Dan saya pikir kesalahan-kesalahan ini umum dilakukan oleh mereka-mereka yang baru terjun di bidang seperti ini.

Seperti yang sempat saya ceritakan di artikel yang berjudul Digusur Satpol PP, akhir tahun kemarin saya mencoba peruntungan saya dengan memulai berjualan sepatu anak-anak. Saya ambil barang dari seorang kenalan teman kantor saya untuk saya jual kembali. Seperti yang sudah saya singgung, kesempatan ini saya gunakan sebagai sarana pembelajaran bagi saya yang masih super newbie ini. Mempelajari segala sesuatu itu mudah jika kita tahu "pola"-nya. Dan kita tidak akan tahu polanya jika tidak terjun langsung.

Nah, dari "pengalaman" saya yang baru beberapa hari itu, ada beberapa kesalahan yang saya lakukan. Namun tentu saja Anda tidak harus mengikuti saran saya. Semua tergantung keadaan pasar dan kreatifitas masing-masing orang.

Beberapa kesalahan itu adalah:

1. Salah menentukan harga penjualan


Menentukan harga merupakan dilema bagi pemain baru seperti saya ini. "Kalau segini, terlalu mahal gak ya?", atau "Harga segitu ada yang mau beli gak ya?" Perasaan-perasaan seperti itu akan ada pada pikiran seseorang yang baru mulai berdagang. Karena ketakutan-ketakutan itulah bukan tidak mungkin kita pada akhirnya memasang harga yang terlalu rendah. Ujungnya nanti kita bakal dibuat repot dengan harga yang terlalu murah itu.

Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengikuti harga pasar. Namun, oleh seorang teman, saya diberikan rumus-rumus agar kita dapat menentukan sendiri dengan tepat berapa seharusnya harga barang yang kita jual.

Sebagai langkah awalnya tentu kita harus tahu dulu berapa biaya yang kita keluarkan untuk membeli alat atau bahannya. Setelah itu ilustrasinya kurang lebih seperti ini:

:: Biaya Alat & Bahan 2.500
:: Upah Kerja 1.000


:: Total 3.500

Jumlah yang 3.500,- selanjutnya akan kita sebut sebagai 'Biaya Produksi'. Bagi yang tidak memproduksi sendiri seperti saya, maka harga dari tengkulak bisa langsung kita anggap sebagai biaya produksi. Dari sini harus kita tambahkan 'Biaya Promosi' dan 'Laba' yang kita inginkan.

Jika kita harus telpon atau sms ke customer/supplier, atau harus kirim contoh barang, atau memberikan sample secara gratis maka bisa diambilkan dari biaya promosi ini sehingga laba kita masih tetap aman. Maka ilustrasinya menjadi seperti ini:

:: Biaya Produksi 3.500
:: Biaya Promosi 1.000
:: Laba 1.000


:: Total 5.500

Nah, di sini kita menemukan angka 5.500,-, namun angka ini jangan dulu dijadikan sebagai 'Harga Jual'. Perlu kita tambahkan satu komponen lagi, kita sebut saja 'Biaya Lain-Lain'.

:: Harga Awal 5.500
:: Biaya Lain-Lain 1.000


:: Total 6.500

Akhirnya, kita sudah menemukan 'Harga Jual' atau 'Harga Eceran' kita, yaitu 6.500,-. Selanjutnya, bila ada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak (tentu mereka akan minta diskon), atau ada teman yang ingin menjadi re-seller kita (yang akan minta harga di bawah harga eceran), maka kita bisa memotongnya dari 'Biaya Lain-Lain' di atas. Dan dengan begitu, laba kita masih tetap aman.

Sekali lagi angka-angka di atas hanyalah ilustrasi saja. Anda bisa mengubahnya atau menghilangkan beberapa komponen, tergantung situasi market.

Sudah segini dulu aja. Nanti dilanjut lagi.


(bersambung)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, January 11, 2014

Wednesday, January 8, 2014

ujungkelingking - Digusur Satpol PP


Ini adalah cerita beberapa minggu yang lalu ketika saya mencoba untuk memulai usaha berjualan sepatu kecil-kecilan. Awalnya, saya mencoba bisnis ini hanyalah untuk belajar bagaimana sebenarnya proses berdagang itu. Tidak ada profit oriented sebenarnya, meski keuntungan yang didapat pada akhirnya bisa membuat saya nyengirrr...

Bisa saja kita mematangkan dahulu teori berbisnis, baru kemudian setelah mantap dan siap bisa langsung terjun praktek. Tapi buat saya itu terlalu lama. Lebih baik praktek langsung dengan mempelajari teori-teorinya sambil lalu.

***

Hari Minggu pagi-pagi sekali saya sudah bangun, padahal malamnya saya tidur cukup larut untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maklum hari pertama, segalanya pasti ribet, h-hee...

Setelah shalat dan makan sekedar untuk mengisi perut saya pun berangkat menuju tempat yang sudah saya observasi beberapa waktu sebelumnya. Sebuah tempat di pinggir jalan masuk perumahan elite. Kalau hari Minggu memang banyak pedagang-pedagang yang mencoba peruntungannya di sini. Kalau pagi hari kebanyakan penjual nasi yang menggunakan mobil sebagai warungnya. Selain itu ada juga penjual-penjual lain seperti tas, sandal, helm, pakaian, asesoris wanita, asesoris motor, balon, sampai sewa kereta kelinci.

Saya pun mulai mengendarai pelan-pelan motor saya sambil mencari tempat yang kosong. Begitu dapat saya segera memarkirkan motor saya di situ. Beberapa pedagang sudah terlihat ada di tempatnya, namun agak mengherankan karena mereka tidak bersegera membuka lapaknya. Aneh, pikir saya.

Tak lama kemudian seorang penjual balon memarkirkan motornya di samping motor saya. Setelah tengak-tengok gak jelas, dia bertanya kepada saya, "sudah lewat petugasnya?"

"Petugas apa, Pak?" Saya tidak paham.
"Satpol PP," sahutnya. "Biasanya kan mengobrak ke sini."
"Oh, ya?" Saya memang pernah dengar bahwa di sekitar situ memang dilarang berjualan. Tapi itu sudah tahun yang lalu.
"Tapi mas-nya gelar dulu aja, kalau ada orangnya baru pindah." Saran si penjual balon.

Okelah. Saya pun mulai mengeluarkan barang dagangan saya. Eh, ketika sedang menata barang-barang saya seorang petugas berseragam menghentikan motornya dan mendekati saya. Sambil pasang muka sangar dia bilang, "mas, di sini tidak boleh berjualan, ya! Selamanya."

Dengar petugas tersebut bilang "selamanya" kok saya jadi teringat film Spongebob kesukaan Zaki.

S E L A M A N Y A
S  E  L  A  M  A  N  Y  A
S   E   L   A   M   A   N   Y   A
SELAMA LAMA LAMA LAMANYA
SELAMA LAMA LAMA LAMA LAMA LAMANYA

Heh, dengan terpaksa saya pun memunguti barang saya kembali. Lalu pindah ke tempat yang agak jauh dari situ.

Begitu melihat pedagang yang lain mulai menata kembali barang dagangannya, saya ikut-ikutan menggelar lapak lagi. Eh, tak berapa lama sebuah mobil patroli (milik Satpol PP juga) melintas dan dengan speakernya meminta kepada para pedagang untuk pindah ke tempat lain.

Wah, parah. Masih sepagi ini sudah diobrak petugas sampai 2 kali. Mana ini debut pertama lagi. Musti pindah kemana lagi, ya?

Sosok yang mirip?


Kejadian menarik lainnya di hari pertama ini. Ketika saya sudah menemukan tempat yang bagus, dan sudah siap "bertransaksi", datanglah seorang ibu-ibu ke lapak saya. Dengan muka sumringah dia berkata kepada saya, "lho, mas sekarang pindah di sini ya?"

Melongo saya. Lah ini kan baru pertama kali buat saya?

Belum selesai keterkejutan saya, datang lagi seorang ibu-ibu dan langsung bilang, "makanya kemarin tak cari-cari gak ada, pindah di sini rupanya."

H-hee, saya cuma nyengir sambil bingung.

Belum selesai sampai di situ, di hari Minggu berikutnya saya berjualan, seorang ibu-ibu juga datang ke tempat saya. Dia terus bilang, "jauh amat mas dari sana pindahnya ke sini."

#Gleg!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 08, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!