ujungkelingking - Air tidak mengalir ke hulu, kata-kata tersebut saya dapatkan dari postingan seorang teman. Maksud dari kata-kata itu adalah bahwa apa yang terjadi pada anak-anak kita -tentang perilaku, kebiasaan dan karakternya- sedikit banyak mewarisi dari perilaku, kebiasaan dan karakter kita sebagai orangtuanya.
Sebuah teori psikologi menyebutkan bahwa naluri dasar manusia akan meniru -setidaknya mencoba meniru- dari orang lain hal-hal yang dianggapnya menarik. Hal yang menarik ini bisa berarti lucu, unik atau dianggap bermanfaat bagi dirinya. (Albert Bandura, 2009).
Pun begitu dengan anak-anak kita. Mereka akan
meniru dari apa yang sering dilihatnya. Kita sebagai orang yang lebih
banyak bersinggungan dengan mereka tentulah menjadi obyek tiruan yang
paling mudah bagi mereka.
Hanya kemudian masalah yang timbul adalah bahwa anak-anak itu
masih belum dapat memilah mana perilaku yang benar-benar bermanfaat bagi mereka
dan mana kebiasaan yang tidak perlu ditiru. Semua yang mereka lihat dari kita akan mereka tiru. Hal-hal tersebut ditangkap dan disimpan di dalam memori mereka, dan dalam situasi yang lain dapat dimunculkan kembali. Mungkin secara utuh (recall) atau bisa juga sudah mengalami penambahan dan pengurangan sebagian (recognize). Dengan kata lain, apa yang dipelajari anak-anak ini hanyalah pola atau intinya saja.
Contoh sederhananya, jika kita sering -misalnya- berkata-kata kotor terhadap istri atau saudara-saudara kita, anak-anak itu mungkin tidak akan ikut-ikutan berkata kotor kepada istri atau saudara kita. Akan tetapi bisa jadi mereka menjadi suka memaki teman-temannya atau guru-gurunya.
Atau ketika candaan televisi dengan menyebut anggota tubuh tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang lucu, bukan tidak mungkin pelecehan-pelecehan itu akan diadopsi oleh anak-anak untuk dipraktekkan kepada orang-orang di sekitarnya.
Atau ketika candaan televisi dengan menyebut anggota tubuh tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang lucu, bukan tidak mungkin pelecehan-pelecehan itu akan diadopsi oleh anak-anak untuk dipraktekkan kepada orang-orang di sekitarnya.
Tidak sama persis, namun intinya sama.
Lalu bagaimana kita sebagai orangtua menyikapi hal seperti ini?
Benar, jika sebuah kata bijak mengatakan bahwa anak-anak kita bukanlah kita. Mereka tidak sedang hidup di jaman kita. Karena itu menjadi hal yang jamak ketika mereka tidak sama persis dengan kita. Pola pengajaran dan lingkungan yang berperan membentuk karakter mereka.
Saya kemudian membuat -katakan saja- sebuah pengandaian. Ketika anak kita lahir, dia sebenarnya adalah orang lain. Dia adalah individu yang sama sekali di luar kita. Baik dia ataupun kita tidak saling mengenal. Kemudian, karena dia tinggal di lingkungan kita dan mengikuti pola pengajaran kita, maka seperti teori di atas, dia mulai meng-imitasi perilaku dan kebiasaan kita. Jadilah kemudian ia dikatakan "mirip" dengan kita.
Maka kemudian persoalan membentuk karakter dan kepribadian anak ini adalah sebuah persoalan yang sama sekali mudah. Jawabannya kita semua sudah tahu. Hanya bagaimana kemauan dan kerja keras kita yang sekarang untuk membentuk karakter dan kepribadian kita.
Air tidak mengalir ke hulu, kata teman saya. Jadilah kita "air" yang jernih dan bersih, maka in sya Allah yang di bawah akan ikut jernih.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, November 20, 2013