Tuesday, September 3, 2013

ujungkelingking - Cerita ini sebenarnya sudah lama tercatat di dalam draft saya. Daripada bikin sepet mata, mending di-publish saja...

Kewajiban manusia sebagai makhluk sosial adalah menolong sesamanya. Menolong, yang dalam hubungan kemanusiaan tentunya tidak boleh pilih kasih.

Suatu pagi (saya lupa kapan) saya cukup tertegun membaca sebuah postingan status di sebuah sosial network. Ditulis oleh seseorang yang tidak saya kenal, namun kami memiliki satu teman yang sama. Dari komentar teman yang sama itulah sehingga status tersebut bisa muncul di wall saya.

Redaksinya saya lupa, tapi inti dari status tersebut si pemilik akun mendapati ada seseorang yang mengalami kecelakaan di jalan raya. Pemilik akun ini lalu mencoba melihat keadaan orang tersebut dan hendak menolongnya. Namun ketika tahu bahwa orang yang mendapat kecelakaan tersebut memiliki "tanda" berupa jidat gosong dan celana cingkrang (penyebutan ini seperti apa yang ditulis pada akun tersebut), si pemilik akun tiba-tiba mengurungkan niat menolongnya karena menganggap orang tersebut berpaham Wahabi yang dianggap penuh dengan kesesatan dan kebid'ahan. Tidak hanya itu bahkan si pemilik akun merasa bersyukur dengan musibah yang menimpa orang tersebut.

Karena saya tidak bisa unjuk komentar di situ, akhirnya yang saya lakukan kemudian adalah menulis status yang isinya mempertanyakan kenapa untuk menolong seseorang harus dipilih-pilih dulu? Dan lucunya, ketika saya mencoba menelusuri keberadaan status itu beberapa hari kemudian, status tersebut sudah tidak ada.

***

Terkait dengan status tersebut di atas, dalam kesempatan ini, saya ingin mengutarakan beberapa poin yang menjadi pemikiran saya:

Pertama, "jidat gosong" atau "celana cingkrang" tidak serta-merta menunjukkan bahwa orang tersebut pastilah pengikut madzab Wahabi. Ini sama seperti mengatakan bahwa 'api itu panas', dan logika itu tidak bisa dibalik menjadi 'kalau panas pasti api'. Sebuah logika yang ngawur.

Kedua, ketika kita menolong seseorang -dalam hal kemanusiaan- sangat tidak perlu dipertanyakan dia Wahabi atau bukan, Islam atau bukan, WNI asli atau bukan. Toh kita juga tidak perlu bertanya dia laki-laki atau banci. Andaipun yang kita tolong ternyata orang yang menyimpang dari agama, hal itu sama sekali tidak akan membuat kita ikut sesat.

Ketiga, dan ini yang kita seringkali salah mendefinisikan, yaitu tentang apa itu bid'ah? Yang dimaksud dengan "bid'ah" -dalam setiap konteks- adalah mengacu kepada hal yang bersifat ritual ibadah, bukan dalam keduniaan semisal teknologi dan lainnya. Hal ini sesuai hadits dari Aisyah radhiallahu anha,

"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak."
[Bukhari No. 20, Muslim No. 1718]

***

Saya bukan Wahabi. Bahkan saya juga tidak berani menyebut diri saya Ahlu 's-Sunnah wa 'l-Jama'ah. Namun yang menjadi inti dari tulisan ini adalah bahwa menolong sesama makluk ciptaan Allah itu (harus) ikhlas. Ikhlas bahwa yang berhak membalas pertolongan kita hanya Allah semata, dan ikhlas dalam arti tidak pilih kasih.

Bukan begitu?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, September 03, 2013

Monday, August 26, 2013

ujungkelingking - Berita memprihatinkan datang dari seorang kenalan. Ya, kenalan saya ini baru saja kehilangan uangnya karena penipuan di dunia maya. Meski jumlahnya "cuma" bilangan ratusan ribu, tapi yang namanya tertipu tetap saja gak enak.

Ceritanya, kenalan saya ini adalah seorang pedagang online. Pekerjaan itu sudah dilakoninya selama 5 tahun. Dan selama itu pula tidak pernah ada kejadian yang tidak mengenakkan, kecuali kejadian yang terakhir ini...

***

Awal mulanya, kenalan saya ini (sebut saja ibu A) tertarik dengan toko online di fesbuk yang menjual baju-baju impor. Karena model yang bagus dan harga yang miring, ibu A kemudian melakukan pemesanan beberapa potong baju. Pemesanan via inbox terjadi pada 26 Juli kemarin. Maaf, saya tidak bisa menampilkan screenshoot percakapan mereka, namun dari yang ditunjukkan kepada saya terlihat sekali jika toko online tersebut dikelola oleh orang yang profesional (bukan bermaksud sok tahu, tapi saya yakin rekan-rekan pun pasti tidak akan berpikir jika akun tersebut adalah akun penipu).

Setelah deal harga dan ongkos kirimnya, toko online tersebut lalu memberikan nomor rekening atas nama pribadi (sebut saja bapak B) untuk proses pembayaran, dan dengan tambahan meminta konfirmasi jika uang telah ditransfer. Ibu A melakukan pembayaran pada keesokan harinya (27/07/13). Dan setelah melakukan konfirmasi (berupa jumlah transfer dan atas nama rekening), toko online tersebut berjanji akan mengirimkan barangnya dalam 2-3 hari. Perhatikan, yang saya cetak tebal di atas adalah poin pentingnya.

Namun, hingga seminggu lebih barang tersebut tidak kunjung datang. Awalnya, ibu A mencoba memaklumi karena menjelang lebaran biasanya traffic sangat padat. Namun yang menjadi keganjilan kemudian adalah karena orderan lain yang dipesan ibu A dari tempat lain pada akhir Juli sudah sampai di rumah pada 2-3 Agustus. Akhirnya ibu A berinisiatif mengecek fesbuk toko tersebut untuk menanyakan pesanannya. Bisa ditebak, nama akun tersebut tidak lagi bisa di-klik, tapi masih tetap aktif jika ibu A masuk menggunakan nama akun lain. Dari sinilah ibu A baru menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan.

Barangkali menjadi pertanyaan dalam benak rekan-rekan sekalian, bukankah ada nomer rekening yang diberikan pelaku (atas nama bapak B)? Apakah bisa dilacak dari situ?

Jawaban atas pertanyaan ini yang saya dapatkan dari ibu A, ternyata antara pelaku (sebut saja C) dan bapak B tidak saling mengenal. Bapak B -menurut penelusuran ibu A- ternyata adalah juga seorang pebisnis online, secara spesifik beliau bergerak dalam bidang moneychanger, yang dalam sehari ada ratusan transaksi di sana.

Nah modusnya, setelah pelaku C mengetahui bahwa ibu A telah melakukan transfer ke rekening bapak B (dari konfirmasi yang dilakukan ibu A tentang jumlah transfer dan atas nama rekening), maka pelaku C kemudian berpura-pura sebagai ibu A dan menyatakan telah melakukan pembayaran ke bapak B. Sehingga otomatis kemudian terjadilah transaksi atas bapak B dan pelaku C. Dengan kata lain, ibu A yang membayar, pelaku C yang mendapat barangnya.

Atau modus lain yang pernah terjadi pada teman ibu A, pelaku C berpura-pura telah salah dalam melakukan transfer ke rekening bapak B dan meminta agar ditransfer ke rekening pelaku C.

Lebih jelas bisa dijelaskan dengan ilustrasi berikut:

Ilustrasi: dok. pribadi

Mengenai rekening bapak B (yang juga seorang penjual online), maka pastilah menyebutkan nomor rekening di situs miliknya. Dan yang "dicatut" si pelaku tentunya situs-situs yang memiliki ratusan transaksinya perharinya sehingga sukar dilacak.

Dari kejadian yang dialami oleh ibu A ini, maka penting bagi rekan-rekan yang akan bertransaksi online untuk lebih berhati-hati. Dan -seperti yang disarankan oleh ibu A- akan lebih aman untuk menggunakan jasa rekening bersama.

Semoga bermanfaat.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, August 26, 2013

Wednesday, August 21, 2013

ujungkelingking - Berhubung masih bau-bau Agustus-an jadi saya anggap masih relevanlah kalau saya memposting artikel ini. Seorang rekan Kompasianer mengingatkan saya akan kesalahan ini, yaitu penggunaan kata "dirgahayu" yang tidak tepat.

Pernah melihat spanduk besar-besar bertuliskan "Dirgahayu Republik Indonesia ke-68"?

Pastinya pernah. Sepintas memang tidak tampak ada yang aneh atau salah dalam tulisan tersebut. Namun jika mengacu definisi "dirgahayu" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, didapati arti sebagai berikut:
dir-ga-ha-yu a berumur panjang (biasanya ditujukan kpd negara atau organisasi yg sedang memperingati hari jadinya).

Sumber: dok. pribadi


Karena itu menjadi tidak tepat jika kalimat "Dirgahayu Republik Indonesia" disambung dengan "ke-68", karena artinya kurang lebih menjadi "Semoga panjang umur Republik Indonesia ke-68". Hm, gak nyambung ya?

Maka jika ingin menggunakan kata "dirgahayu", cukuplah kita menulisnya dengan "Dirgahayu Republik Indonesia", titik. Atau kalau mau menyebutkan "ke-68", kita sebaiknya memakai "Selamat HUT Republik Indonesia ke-68"

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, August 21, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!