Friday, July 12, 2013

ujungkelingking - Sebuah kalimat yang cukup menarik, berbunyi begini,


Kalimat ini adalah merupakan gabungan dari perkataan ulama'-ulama' besar. Dan kalau sudah seorang ulama' yang mengatakannya, maka pastilah memiliki makna yang sangat luas.


Ilmu mendahului amal

Ungkapan ini diambil dari perkataan terkenal imam Al-Bukhari. Beliau mengatakan, "al-ilmu qabla 'l-qaul wa 'l-'amali". Artinya bahwa sebelum kita berkata dan berbuat, yang lebih dahulu harus kita miliki adalah ilmu tentang hal tersebut. Inilah yang kemudian menjadikan ilmu sebagai syarat benarnya suatu perkataan atau perbuatan. Karena itu suatu perkataan atau perbuatan yang tidak didasari dengan ilmu hanya akan dianggap sebagai 'omdo', omong-kosong doang.

Dan agama ini telah menjelaskan bahwa perkara sepele yang dilakukan dengan ilmu, lebih bernilai daripada amalan besar yang dilakukan hanya karena taqlid atau ikut-ikutan semata. Siapa yang melakukan suatu amalan tanpa ilmu (tidak ada dasarnya) maka amalan tersebut tertolak, begitu bunyi sebuah hadits.

Bukankah ayat pertama yang diturunkan kepada kita berbunyi, "iqra'"?
Bukankah Allah sudah menjanjikan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu?
Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah bersabda bahwa yang ingin mendapatkan dunia harus dengan ilmu, dan yang ingin mendapatkan akhirat pun harus dengan ilmu?

*Seseorang itu disebut berilmu karena dia terus belajar. Saat dia berhenti belajar (karena sudah merasa berilmu), maka mulailah ia bodoh... 


Adab mendahului ilmu

Banyak contoh di sekitar kita, orang-orang yang tadinya seorang penuntut ilmu, namun pada akhirnya dia tidak mendapatkan apa-apa dari kesungguhannya mencari ilmu. Ilmu yang telah didapatnya itu tidak mampu diamalkannya dan tidak sanggup disebarkannya. Seolah-olah hanya tersimpan di otaknya untuk kemudian dibiarkan "menguap" seiring berjalannya waktu.

Apa yang terjadi? Apakah dia tadinya kurang bersungguh-sungguh? Ternyata bukan. Mereka hanya salah dalam melalui prosesnya, yaitu mempelajari ilmu sebelum belajar tentang adab-adabnya.

Sama seperti ilmu yang menjadi syarat atas benarnya sebuah amal, maka adab adalah syarat atas berkahnya sebuah ilmu. Islam menempatkan adab ini ke dalam posisi yang penting. Bukankah Allah sendiri memuji nabi Muhammad karena adab beliau? Lalu kenapa kita tidak berusaha turut memperbaiki adab kita?

Dan di dalam menuntut ilmu, diantara adab-adabnya adalah [1] niat yang ikhlas dan do'a yang sungguh-sungguh, [2] upaya yang serius dan istiqomah, [3] menjauhi kemaksiatan dan kesombongan, lalu [4] mengamalkan untuk kemudian menyebarluaskannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. "Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik."

[at-Tirmidzi dan al-Hakim]

Mengenai bagaimana cara kita berakhlaq yang baik itu, mudah-mudahan saya diberi kesempatan untuk menuliskannya di artikel yang lain.

***

"Saya hanyalah menyampaikan. Tidak ada ketentuan bahwa yang menyampaikan lebih utama dari yang mendengar. Yang beruntung adalah siapa yang mengamalkan." Hasbunallah wa ni'ma 'l-wakiil...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 12, 2013

Wednesday, July 10, 2013

ujungkelingking - Saya masih ingat setahun yang lalu ketika saya masih aktif-aktifnya menulis di Kompasiana, awal Ramadhan seperti ini pernah ada yang menulis sebuah artikel berjudul "Selamat Datang, Bulan yang 'Nggak Banget'". Entah, apakah ungkapan di atas adalah ungkapan sarkastik penulis artikel atau hanya semacam sindiran saja bagi kita, kaum Muslimin.

Seperti kita tahu, kalau masuk bulan puasa seperti sekarang ini amat sulit sekali dijumpai warung atau depot yang buka di siang hari. Alasan mereka sama, yaitu menghormati yang sedang berpuasa. Daripada mengganggu kekhusyuk'an mereka yang berpuasa, maka pedagang-pedagang itu memilih libur berjualan.
Dari sini saja bisa disimpulkan bahwa ada kesalahan berpikir pada masyarakat kita. Kenapa tidak boleh berjualan ketika bulan puasa, toh penjualnya juga berpuasa? Bahkan meskipun penjualnya tidak berpuasa, apakah dengan ia berjualan akan mengurangi nilai ibadah kita? Apakah kita takut tergiur makanan tersebut sehingga membatalkan puasa? Mudah-mudahan tidak ada yang memiliki pemikiran seperti itu. Tidak ada hubungannya antara puasa kita dengan jualan orang lain.

Bukankah Ramadhan adalah upaya pengekangan hawa nafsu? Lha kalau nafsunya saja tidak ada (karena yang berjualan makanan tidak ada) lalu apanya yang dikekang? Islam tidak pernah mengharamkan berjualan makanan dan minuman pada siang hari di bulan puasa. Bahkan, Islam menganjurkan agar orang-orang yang berpuasa tetap beraktifitas sebagaimana biasanya.

Memang ada anggapan bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu bernilai ibadah. Tapi tentu, tetap beraktifitas dan beribadah itu jauh lebih baik daripada menghabiskan hari-hari hanya dengan tidur. Ingat bahwa bekerja dan beraktifitas itu bisa bernilai ibadah jika kita niatkan mengharap ridha Allah.

So, Anda yang berpuasa harus dihormati? Jangan manja, ah!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 10, 2013

Monday, July 8, 2013

ujungkelingking - Menyambung tulisan saya yang berjudul Kenapa Penentuan Awal Puasa dan Hari Raya Selalu Berbeda?, maka poin dari artikel berikut adalah: kalau ternyata memang berbeda, lalu bagaimana kita seharusnya bersikap?

Pagi tadi saya sempat membaca tweet dari Ust. Felix Siauw yang menjelaskan dengan cukup gamblang bahwa perbedaan tentang penetapan tersebut muncul karena adanya perbedaan dalam ber-ijtihad. Seperti yang kita tahu bahwa ijtihad itu, jika benar mendapat dua pahala, jika salah mendapat satu pahala.

Seandainya dalam sidang itsbat nanti (disiarkan live pada pukul 16.05 WIB) ditetapkan awal puasa jatuh pada hari Rabu, 10 Juli 2013 artinya akan ada perbedaan awal puasa di Indonesia, karena beberapa kalangan sudah menetapkan besok, tanggal 9 Juli 2013 sebagai 1 Ramadhan.

Apapun itu, perbedaanlah bukanlah alasan bagi kita untuk saling membenci dan mendhalimi. Ingatlah, Allah subhanahu wa ta'ala telah mengharamkan sikap dhalim ini untuk kaum muslimin.

يا عبادي ! إني حرَّمتُ الظلمَ على نفسي وجعلتُه بينكم محرَّمًا . فلا تظَّالموا

"Wahai hamba-Ku, Aku haramkan bagiku kedhaliman, dan juga telah Aku jadikan itu haram bagi kalian. Maka janganlah kalian saling berbuat dhalim."

[Muslim: 2577]
Saya pribadi sangat berharap agar puasa dan hari raya kita tahun bisa bersamaan (*aamiin). Namun, seandainya tidak, maka marilah kita masing-masing saling berlapang dada menerima segala perbedaan. Jangan saling melecehkan dan berpaling muka. Jangan saling berdebat-kusir demi fanatisme golongan. Jangan pula kita saling meng-kafirkan. Naudzu billahi min dzalik.

Marilah kita sambut Ramadhan ini dengan penuh kebahagiaan. Anggaplah puasa tahun ini adalah puasa kita yang terakhir, sehingga dengan begitu kita bisa menghayatinya dengan penuh kekhusyuk-an.

Mohon maaf atas segala kekhilafan, mudah-mudahan ibadah kita semua mendapat tempat di sisi-Nya.
Aamiin, ya Rabba 'l-'alamiin...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, July 08, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!