Wednesday, May 8, 2013

ujungkelingking - Senin kemarin bisa jadi adalah hari yang paling menunjukkan kenekatan (baca: kebodohan) saya. Bagaimana tidak, saya tetap berangkat kerja meski dengan bahan bakar dan uang yang menipis. Bahan bakar yang tidak akan dapat membawa saya sampai ke kantor -yang jaraknya hampir 40 km- dan uang yang bahkan tidak cukup untuk membeli setengah liter bensin.

***

Jadi begini ceritanya,

Sejak Sabtu sebelumnya, rekan kerja saya sudah memberitahu bahwa dirinya akan masuk kantor agak siang Senin ini karena ada suatu keperluan. Karena kami hanya berdua saja, itu berarti saya harus masuk agak pagi, sebab tidak mungkin membiarkan kantor kosong sampai siang hari.

Yang menjadi masalah adalah, bensin saya sudah sangat menipis, begitu juga dengan isi dompet saya. Namun saya berpikir, toh, saya hanya harus mencari ATM terdekat, lalu mampir sebentar ke SPBU, dan saya akan sampai di kantor. Atas dasar itulah saya memutuskan untuk tetap berangkat kerja.

Beberapa ratus meter dari rumah saya ada sebuah Bank dengan ATM di depannya. Tempat itu yang saya tuju kali pertama. Namun sayang, di pintu ATM tersebut saya disambut sebuah tulisan besar-besar, "Mohon maaf untuk sementara ATM tidak dapat melayani transaksi tunai". Hehh, saya harus beralih ke ATM lain. Beruntung tidak jauh dari tempat itu ada ATM milik Bank lain.

Ibarat 11-12, ATM tersebut juga kehabisan uang.

Mulai bercabang pikiran saya. Saya berpikir untuk pulang saja dan meminta izin cuti hari itu. Itu langkah paling aman daripada saya harus kehabisan bensin di tengah jalan sedangkan saya juga tidak membawa uang. Namun itu juga langkah paling pengecut karena itu berarti saya membiarkan pekerjaan saya terbengkalai padahal saya berhubungan dengan banyak rekanan perusahaan.

Akhirnya pilihan saya jatuh pada opsi yang kedua, yaitu tetap melanjutkan perjalanan sambil mencari ATM-ATM lain di perjalanan. Saya ingat setidaknya ada 2 ATM lagi di depan nanti.

Saya pun melaju dengan harap-harap cemas. Biar bagaimana juga feeling saya mengatakan sebaliknya. Dan,

Apa yang saya khawatirkan terjadi. ATM yang ketiga ini pun tidak bisa melayani transaksi tunai. Begitu pula dengan ATM keempat yang lokasinya lebih jauh lagi. Aarrggh, lemaslah saya. Betapa tidak, saat ini posisi saya sudah hampir di separuh perjalanan. Saya harus menimbang kembali,

Seingat saya, di depan sudah tidak ada ATM lagi kecuali nanti mendekati kantor. Jika saya memaksa untuk tetap melanjutkan perjalanan, maka bisa dipastikan saya akan kehabisan bensin sebelum sampai kantor. Kalaupun saya bisa mampir ke SPBU, toh saya tidak sedang pegang uang. Dan jika hal itu terjadi, bisa dibayangkan bingungnya saya: mau maju tidak bisa, mau pulang juga sudah terlalu jauh.

Akhirnya saya terpaksa mengambil keputusan yang paling memalukan sekaligus paling rasional saat itu: go back to home.

Yah, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah kembali pulang. Kalaupun nanti saya kehabisan bensin di jalan, toh saya sudah lebih dekat ke rumah. Saya sudah sangat pasrahnya. Seperti prajurit kalah perang, :-(

Yang ada di benak saya kemudian hanyalah segera sampai di rumah dan istirahat. Biar saja pekerjaan kantor terbengkalai. Biar saja rekan kerja saya nantinya marah-marah. Biar saja bos besar naik pitam. Biar saja rekanan perusahaan pulang kecewa dengan membawa gerutuan mereka. Biar...

***

Namun, seperti yang pernah dikatakan Ust. Yusuf Manshur dalam salah satu bukunya, pasrahkan saja semuanya. Pasrah pun belum tentu (hal yang ditakutkan itu) akan terjadi.

Dan itu benar.

Dalam perjalanan balik itu tiba-tiba saja saya melihat tulisan "ATM" pada sebuah plakat besar milik Bank yang cukup mendominasi di Indonesia. Heran ya, padahal sebelumnya saya sudah tengak-tengok namun tidak menyadari ada tulisan sebesar itu.

Fiuhh! Akhirnya saya tidak jadi pulang, dan tetap ngantor meski telat. 

Jadi, apa yang definisi yang pas buat saya;
  • Pasrah tingkat SMA?
  • Nekat tanpa pertimbangan?
  • Atau bodoh yang direncanakan?

Hehe... au ah! (Gak usah dijawab yah!) 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 08, 2013

Tuesday, April 30, 2013

ujungkelingking - Sebenarnya jeprat-jepret dan utak-atik foto bukanlah hobi saya. Namun setelah beberapa kali teman-teman saya di Kompasiana dan G+ membahas tentang software pengolah foto milik mereka, saya jadi berpikir kalau photo editor milik saya tidaklah terlalu "ketinggalan jaman". Photoscape, namanya. Meski software ini terbilang cukup simpel alias sederhana, namun dengan dengan sedikit sentuhan "profesional", maka voila...! Foto Anda sudah siap diikutkan dalam lomba fotografi, hahayyy...

Berikut ini adalah beberapa fitur yang dimiliki photoscape.

Photoscape - Home

Pada tampilan Home terlihat beberapa pilihan menu yang diberikan semisal Viewer, Editor, Batch Editor, Page, Combine, AniGif, dsb. Namun pada kali ini penulis akan fokus pada Combine, Page dan Editor saja.

1. COMBINE

Fitur ini bisa Anda gunakan bila ingin menjajar 2 buah foto atau lebih. Tersedia tiga macam posisi, yaitu Down (berjajar vertikal), Side (horizontal), dan Checker, yang bisa diatur menjadi hingga 24 kolom.

Combine - Checker dengan 2 kolom

2. PAGE

Fitur yang ini sebenarnya sama seperti Combine, namun Anda akan lebih leluasa memasang banyak foto dengan posisi yang diinginkan karena fitur ini menyajikan hingga 110 pilihan bentuk page frame!

Lebih komplit dengan beragam pilihan page frame

3. EDITOR

Kita tentu sepakat bahwa menu editing adalah "nyawa" bagi setiap aplikasi pengolah foto. Dalam photoscape banyak pilihan pengaturan yang bisa di-optimize, dari yang standart seperti Color Adjusment, Cropping, Clipboard Image and Icon, Adding Text, sampai pengaturan yang rada-rada pro.

Editor - Region (Out of Focus) - Blur

Region (Out of Focus) - Pastel


Menambahkan frame dan teks dengan lebih fun!

Itu adalah sebagian saja dari fitur-fitur yang dimiliki photoscape. Tentu, masih banyak lagi menu-menu yang belum penulis kuasai dengan baik.

Namun, bagi Anda yang tertarik menjajal aplikasi ini boleh unduh (gratis) di www.photoscape.org

Selamat berkreasi!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, April 30, 2013

Friday, April 26, 2013

ujungkelingking - Pada postingan sebelumnya, yaitu Ajal Bukan Hanya Untukmu, saya sudah membahas tentang kematian. Untuk kali ini saya ingin menarik benang merah dari panjang umur seseorang dihubungkan dengan sikap hidupnya yang konsumtif (boros). Artikel ini saya beri judul Teori Korelasi Antara Batas Umur dan Sikap Konsumtif Manusia.

Jelas teori ini belum pernah diuji. Dan mungkin tak akan pernah bisa diuji karena melibatkan Dia, Yang Maha Berkehendak.

Teori ini berbunyi, "Orang yang konsumtif lebih cepat berkurang jatah umurnya daripada orang yang tidak konsumtif". Ini berarti agar bisa memperpanjang umur, seseorang tidak boleh berlaku konsumtif alias boros.

Apakah memang seperti itu? Mari kita analisis.
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya disempurnakan, sekalipun rezekinya terlambat (datang) kepadanya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram."
[Shahih Ibnu Majah no. 1743, Ibnu Majah II: 725 no. 214]

Ini mengindikasikan bahwa ketika seseorang meninggal berarti rejeki yang telah menjadi jatah untuk dirinya sudah sempurna (habis). Siapa yang menghabiskan? Tentu dirinya sendiri melalui perilaku dalam hidupnya.

Setiap kita memiliki jatah rejekinya sendiri-sendiri. Ketika rejeki tersebut habis, maka disitulah saatnya ajal kita. Sehingga, logika yang bisa dimunculkan adalah, jika kita bisa 'menghemat' rejeki kita -yaitu dengan meniggalkan pola hidup konsumtif- maka harapan untuk memperpanjang jatah umur kita menjadi lebih besar.

Kita ambil contoh yang paling dekat, misalnya: pecandu rokok, pecandu obat-obatan atau minuman keras (apologize for the offense, but I have to give an example). Dalam banyak penelitian medis diungkapkan bahwa ketika seseorang merokok maka dikatakan bahwa jatah umurnya akan berkurang. Yang lain menyebutkan bahwa dengan satu hisapan rokok bisa mengurangi umur sekian menit. Penelitian tersebut tentu bukan hasil dari pengamatan sementara. Hal ini bisa jadi karena dengan membeli rokok berarti dia telah memboroskan uangnya (uang = rejeki), dan dengan merokok dia telah memboroskan kesehatannya (kesehatan = rejeki). Maka dengan menghambur-hamburkannya berarti sama dengan menghabiskannya dengan cepat.

Begitu juga yang terjadi pada pecandu obat-obatan atau minuman keras. Maka menjadi tak heran jika kita disuguhi banyak berita tentang orang-orang yang meninggal karena over dosis atau yang meninggal setelah pesta miras. Hal tersebut terjadi karena jatah rejeki mereka yang berupa kesehatan, disia-siakan.

Dengan ini kemudian lahir teori turunannya bahwa banyak rejeki berbanding lurus dengan panjangnya umur.

***

Kalau begitu apakah kita harus bersikap pelit dan anti sedekah dalam rangka 'menghemat' rejeki?

Dihemat atau tidak, rejeki kita pastilah akan habis pada waktunya. Jadi bersikap pelit dan anti sedekah bukanlah solusi yang benar, karena justru balasan bagi orang yang pelit justru adalah pendeknya umur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Tidak satu hari pun dimana seorang hamba berada padanya kecuali dua Malaikat turun kepadanya. Salah satu di antara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Sedangkan yang lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta (rejeki, pen.) orang yang kikir.'"
[Bukhari, Muslim]
Cukup jelas kemudian bahwa bersikap pelit, kikir dan bakhil adalah justru mempersempit rejeki diri kita sendiri. Dan jika rejeki sudah sempit (sedikit), maka jatah umur kita juga sedikit.

Maka terhadap rejeki yang dianugerahkan kepada kita sudah menjadi kewajiban untuk kita syukuri. Dan yang dimaksud dengan bersyukur itu adalah: menggunakan rejeki tersebut sebagaimana kehendak Yang Maha Pemberi Rejeki. Secara eksplisit yaitu bersedekah atau membuat rejeki itu bermanfaat kebaikan bagi banyak manusia.

Karena itulah bagi orang-orang yang gemar bersedekah, maka baginya dijanjikan tentang panjangnya umur. Bukankah sering dikatakan bahwa sedekah itu dapat menolak bala' dan memperpanjang umur?
Yang dapat menolak takdir adalah doa, dan yang dapat memperpanjang umur adalah kebajikan (amal).
[Ath-Thahawi]
Hal ini tentu sejalan dengan teori di atas.



Benarkah ada korelasi antara bersedekah dan panjang umur?

Benar. Karena ketika seseorang bersedekah maka sebenarnya harta (baca: rejekinya) tidak menjadi berkurang, akan tetapi justru bertambah. Ini juga berarti jatah umurnya menjadi bertambah pula.
Tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah... bertambah... dan bertambah.
[At-Tirmidzi]
Di samping itu, para peneliti menemukan bahwa ketika seseorang berhadapan dengan situasi stres, mereka yang terbiasa membantu orang lain lebih rendah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini pernah disampaikan  peneliti Michael J. Poulin, PhD, asisten profesor psikologi di Universitas Buffalo, seperti dilansir di Dailymail.

Penelitian sebelumnya oleh Greater Good Science Center di California menegaskan bahwa efek kebiasaan menolong itu seperti candu. Bersedekah dikatakan membuat bagian otak mengeluarkan hormon dopamin, yang memberikan efek bahagia. Yang pada akhirnya berpengaruh kualitas kesehatan dan memperpanjang umur.

***

Lalu ada pertanyaan, bagaimana dengan si A yang hidup hemat namun meninggal muda, sedang si B yang konsumtif justru masih hidup hingga sekarang?

Jawabannya -tentu saja- karena jatah rejeki untuk setiap orang berbeda-beda. Ada yang diberi jatah rejeki sedikit dan ada pula yang diberi jatah rejeki melimpah.

Secara matematis bisa kita analogikan seperti ini. Kita umpamakan saja si A mendapat jatah rejeki 10. Dan karena dia bukan orang yang konsumtif, sehari dia hanya menghabiskan 1 dari rejekinya. Maka pada hari kesepuluh rejekinya habis dan disitulah ajalnya tiba. Sedang si B mungkin saja mendapat jatah rejeki 100, sehingga meski dalam sehari dia menghabiskan 5 atau 7 dari jatah rejekinya, dia tidak akan mati dalam sepuluh hari (karena jatah rejekinya belum habis).

Dan terakhir sebagai penutup, seperti yang sudah saya singgung di awal postingan bahwa teori ini jelas tak mungkin bisa diuji, karena semuanya tergantung kehendak Yang Memiliki Segenap Takdir. Namun demikian ada 3 hal yang tetap bisa kita imani, yaitu bahwa,
  1. Balasan atau pahala yang berlipat bagi yang bersedekah adalah PASTI.
  2. Hukuman atau siksa bagi yang pelit adalah PASTI.
  3. Berbuat baik bagi manusia, maka meski jasad berkalang tanah, nama kita tetap akan dikenang dan menjadi teladan bagi yang masih hidup. Ini juga dinamakan panjang umur.
Apabila anak Adam wafat putuslah semua amalnya kecuali tiga hal: yaitu (1) shodaqah jariyah, (2) pengajaran dan penyebaran ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, dan (3) anak yang mendoakannya.
[Muslim]
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, April 26, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!