Monday, May 28, 2012

ujungkelingking - Beberapa istilah-istilah yang akan muncul dalam pembahasan ilmu fara'idl ini diantaranya:

Wasiat,
Yaitu pemberian seseorang menyerahkan sebagian dari hartanya dan pelaksanaanya adalah setelah orang tersebut meninggal dunia. Wasiat boleh diberikan kepada siapa saja asal orang tersebut bukan sebagai ahli waris. Sebaliknya, ahli waris tidak boleh menerima wasiat.

"Tidak ada wasiat untuk ahli waris." (Tirmidzi dan Ahmad)

Dan besarnya wasiat ini sudah ditetapkan oleh Rasulullah, yaitu tidak boleh melebihi dari sepertiga harta peninggalan.

Dari Saad bin Abi Waqqash berkata bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wa salaam mengunjunginya saat sakit. Beliau bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, aku ingin mewasiatkan seluruh hartaku, bolehkah?" Rasulullah menjawab, "Tidak". "Setengah hartaku?", beliau menjawab,"Tidak". "Sepertiga ?" Rasulullah menjawab,"Ya, sepertiga dan sepertiga itu banyak..." (Bukhari dan Muslim)

Furudl Muqaddar,
Berarti "ketetapan". Maksudnya adalah bagian (persentase) yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits bagi ahli waris. Adapun ketetapan itu adalah:

1/8, 1/6, 1/4, 1/3, 1/2, dan 2/3


Ahli waris,
Yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan berdasarkan hukum Islam. Ahli waris ini dibagi dalam 3 (tiga) kelompok:
  1. Dzawil Furudl, yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (furudl muqaddar). Dalam pembagian harta waris kelompok ini harus didahulukan daripada dua kelompok berikutnya.
  2. Ashabah, pembela atau pelindung. Yaitu ahli waris yang mempunyai hubungan dekat dengan orang yang meninggal dan memperoleh "sisa" dari harta setelah dibagikan kepada ahli waris dari kelompok dzawil furudl (ashabul furudl). Penjelasan lebih lanjut tentang ashabah ini bisa dilihat pada artikel Siapa Saja Ashabah Itu?
  3. Dzawil Arham, yaitu ahli waris yang mendapatkan warisan atas nama keluarga, dan mereka tidak akan mendapat warisan selama dzawil furudl dan ashabah masih ada.

Hajib (asal kata dari hijab),
Penghalang. Yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris lain untuk memperoleh harta waris.

Mahjub,
Terhalang. Yaitu ahli waris yang tidak memperoleh harta waris karena terhalang oleh ahli waris lain.

Hijab ini dibagi dalam 2 (dua) macam:
  1. Hijab bi 'l washfi (dengan sifat). Adalah menghalangi diri dari semua harta waris karena adanya sifat yang terdapat pada ahli waris tersebut. Misalnya: pembunuh, kafir, murtad. (lihat pembahasan sebelumnya.
  2. Hijab bi 'l syakhsi (sebab diri). Adalah karena terdapat seseorang yang lebih berhak untuk menerima harta waris tersebut daripada yang lain. Dan hijab karena sebab diri ini dibagi menjadi 2 (dua):

  • Hijab Hirmaan, yaitu halangan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak mendapat bagian harta sama sekali. Misalnya: kakek terhalang oleh bapak, cucu terhalang oleh anak.
  • Hijab Nuqshaan, yaitu halangan yang membuat seorang ahli waris tidak mendapatkan bagian secara maksimal dikarenakan adanya ahli waris lain. Misalnya: istri tanpa anak mendapat 1/4 bagian, sedang bila mempunyai anak hanya mendapat 1/8 bagian. 

Ahli waris yang tidak dapat di-hijab -artinya, mereka pasti mendapat bagian dari harta waris- ada 3 (tiga):
  • Suami atau istri
  • Bapak atau ibu
  • Anak laki-laki atau perempuan

Catatan: bila kata-kata hijab disebut tanpa diberi tambahan apapun maka maksudnya adalah hijab hirmaan, bukan nuqshaan.


'Aul
Berarti irtifa' (meninggikan), jiyadah (bertambah).
Maksudnya adalah meninggikan angka masalah sehingga menjadi sama dengan jumlah pembilang dari bagian ahli waris yang ada.

Rad
Berarti 'l 'audu (pulang), 'l sharfu (berpaling), 'l ruju'u (kembali).
Yaitu mengembalikan sisa harta waris kepada ahli waris dikarenakan ahli waris yang ada hanya yang mendapatkan bagian tertentu saja, atau, tidak ada yang dapat menghabiskan semua harta.

Contoh penghitungan untuk bab ini bisa dilihat di Contoh Penghitungan Pembagian Harta Waris
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012
ujungkelingking - Berawal dari pertanyaan seorang rekan Kompasianer tentang pembagian harta peninggalan orang yang telah meninggal, maka tulisan ini coba membahas tentang hal tersebut. Sungguh, hal-ikhwal tentang harta waris ini adalah hal yang teramat penting dan sensitif. Dan karena begitu pentingnya masalah ini sampai-sampai Allah menetapkannya secara exclusive dalam Al-Qur'an, tepatnya di dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 12.

Dan tulisan tentang ilmu waris ini akan dibagi dalam tiga bahasan utama, yaitu:

Ilmu Fara'idl adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam. Berasal dari kata faraa'idl jamak al-fariidlah, berarti "ketentuan" atau "bagian yang tertentu". Yaitu suatu ilmu yang membahas ketentuan-ketentuan pembagian harta waris.


Sebelum harta peninggalan dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu harus dikeluarkan untuk;
  1. Biaya penguburan
  2. Melunasi wasiatAdapun besaran wasiat ini tidak boleh melebihi 1/3 dari harta.
  3. Membayar hutang, bila ada

Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan adalah;
  1. Nasab (keturunan)
  2. Pernikahan
  3. Agama
  4. Wala' (budak yang telah dimerdekakan)

Sedangkan sebab-sebab yang menghalangi seseorang mendapatkan warisan adalah;
  1. Berlainan agama
  2. Pembunuhan
  3. Perbudakan
  4. Saat kematian (mana yang meninggal lebih dahulu)
"Seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, dan seorang kafir (tidak mewarisi) dari seorang muslim" (Hadits)
"Pembunuh tidak dapat mewarisi" (Hadits) 

Ahli waris dari pihak laki-laki ada 15 (lima belas) orang;
  1. Anak laki-laki (ibn)
  2. Cucu laki-laki (ibn 'l ibn)
  3. Bapak ('l ab)
  4. Kakek dari pihak Bapak ('l jid min jihti 'l ab)
  5. Saudara sekandung (akh 'l syaqiiq)
  6. Saudara sebapak ('l akh 'l ab)
  7. Saudara seibu ('l akh  'l umm)
  8. Anak dari saudara sekandung (ibn 'l akh 'l syaqiiq)
  9. Anak laki-laki sebapak (ibn 'l akh 'l ab)
  10. Paman sekandung ('l 'am 'l syaqiiq)
  11. Paman sebapak ('l 'am 'l ab)
  12. Anak laki-laki dari paman sekandung (ibn 'l 'am 'l sayqiiq)
  13. Anak laki-laki dari paman sebapak (ibn 'l 'am ' ab)
  14. Suami ('l zauj)
  15. Orang yang memerdekakan budak ('l mu'tiq)

Ahli waris dari pihak perempuan ada 10 (sepuluh) orang;
  1. Anak perempuan ('l bintu)
  2. Cucu perempuan (bintu 'l ab) 
  3. Ibu ('l umm)
  4. Nenek adari pihak Ibu ('l jidah min jihti 'l umm)
  5. Nenek dari pihak Bapak ('l jidah min jihti 'l ab)
  6. Saudari sekandung (ukhtu 'l syaqiiq)
  7. Saudari sebapak ('l ukhtu 'l ab)
  8. Saudari seibu ('l ukhtu 'l umm)
  9. Istri ('l zaujah)
  10. Orang yang memerdekakan budak ('l mu'tiqah)
*Andai, kelimabelas dan kesepuluh orang ini ada dalam satu kasus waris, maka yang mendapat bagian harta waris adalah bapak, ibu, suami/istri, anak laki-laki, dan anak perempuan.

Atau lihat gambar berikut:

Silsilah Ahli Waris
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, May 28, 2012

Thursday, May 24, 2012

Sumber: dok. pribadi
ujungkelingking - Berawal dari seorang teman yang menulis status di messenger-nya seperti ini: Dream, Pray, Action, yang saya mengartikannya Berharap (lalu) Berdo'a (lalu) Berusaha. Saya tergelitik untuk mengkritisi kalimat tersebut sebab menurut saya "do'a" itu harus setelah "usaha", bukankah itu inti dari sikap tawakkal seorang hamba yaitu menyerahkan hasil akhirnya hanya kepada Sang Khaliq?

Maka saya membalas statusnya tersebut. Tulis saya, "Seharusnya Action dulu, baru Pray... (tawakkal)".

Teman saya itu kemudian menjawab, "Itu sudah biasa, bos. Action terus Pray sudah umum. Sekarang dibuat Pray dulu baru Action, jadi semua tindakan kita harus berdasar/mengingat Allah."

Kemudian teman saya memberikan sebuah contoh kecil, "Sebelum kita masuk ke kamar mandi 'kan ada do'a masuk kamar mandi. Sebelum kita makan juga ada do'a sebelum makan. Nah ini yang sudah hampir dihilangkan."

Saya lantas berargumen lagi, "Lah setelah dari kamar mandi kan juga do'a? Setelah makan ya do'a."

"Nah itu sudah umum, ente kan sudah tahu," Kemudian lanjut dia, "Seharusnya itu yang benar: Pray, Dream, Pray, Action, Pray. Cuma yang belakang ane hilangkan."

Dari jawaban ini saya lantas berpikir kenapa antara "pray" dan "action" dipisahkan tanda koma (,)? Menurut saya tanda koma dalam terjemahan bahasa-nya bisa berarti "lalu", seperti cara saya menerjemahkan di atas. Dengan penggunaan kata "lalu" ini seolah ada jeda antara "pray" dan "action" yang dilakukan. Kenapa tidak digunakan saja istilah "dan" yang bisa berarti "dilakukan bersamaan"?

Jawab teman saya itu, "Nah ini membacanya jangan menggunakan bahasa Indonesia, tapi pakai hati yang paling dalam. Nanti langsung tembus sama Gusti Allah."

Hehehe.. tersenyum saya membacanya. Akhirnya dengan guyon saya bilang ke dia, "Wah, wah bos pulsa satu ini sudah sampai tahap langit kayaknya..."

"Belum, Cak (Mas, pen.). Ini masih di bumi aja, cuma kebanyakan nonton Ust. Yusuf Mansyur di TV. Setiap jam 5 pagi nonton aja. Insyaallah barokah."

Ah, jam segitu biasanya saya baru bangun, hahaha... Tapi daripada ngaku, lebih baik saya mencari jawaban yang lebih diplomatis, "Wah istriku sukanya nonton Mamah Dedeh. Nonton sambil sarapan."

"Sama aja. Yang penting setiap hari harus ada peningkatan."

"Nah itu masalahnya," Kata saya, "masalahnya, iman itu yaziiduu wa yanquss (fluktuatif)"

"Betul. Karena itulah setiap turun 1 meter, kita harus naik LEBIH dari 1 meter. Kalau sama itu artinya tenggelam. Nah inilah alat pengukur hati yang langsung connect sama Gusti Allah."

Tak ada argumen, pesan tidak saya balas.


nb: bahasa & dialog sudah di-edit seperlunya
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, May 24, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!