Monday, March 7, 2011

ujungkelingking – Suatu hari, seekor tikus terlihat sedang tidur-tiduran di antara semak-semak. Sedang enak-enaknya bersantai, tiba-tiba datang seekor singa mendekatinya. Singa itu langsung saja menerkamnya hingga tikus itu meronta-ronta kesakitan.

“Tolong… tolong… Jangan makan aku…” pintanya memelas,

“Beri aku alasan untuk tidak memakanmu,” jawab singa sambil melepas cengkeramannya.

“Aku… aku bisa menari untukmu.”
Maka tikus itu pun menari di depan singa. Rupanya singa itu cukup terhibur hingga mengurungkan niatnya untuk memakan si tikus.

“Haha… kau lucu juga. Untung aku tidak jadi memakanmu. Sekarang pergilah dari sini,”

“Terima kasih,” jawab tikus.
“Sebagai gantinya, jika kau membutuhkan pertolonganku aku akan dengan senang hati menolongmu.”

Singa itu tertawa keras sekali. Tikus itu sungguh lucu, pikirnya. Dirinya yang raja hutan –yang begitu ditakuti di seantero hutan- bagaimana mungkin sampai membutuhkan bantuan seekor tikus kecil. Lagipula bantuan apa yang bisa diberikan oleh seekor tikus?

Kadang, (atau sering) kita bertingkah seperti singa dalam cerita di atas. Dalam pekerjaan, kita merasa begitu penting atau begitu punya kedudukan sehingga kita mengabaikan bantuan-bantuan kecil dari orang-orang di sekitar kita. Padahal, kalau kita mau berpikir agak mendalam, sesungguhnya bantuan kecil tersebut akan berefek besar pada pekerjaan kita. Dan tidak ada satu makhluk pun di bumi ini yang tidak pernah membutuhkan bantuan.

Bagaimana dengan singa dalam cerita itu?

Dalam kelanjutan ceritanya, ternyata singa itu terperangkap oleh jaring petani saat ia tergiur oleh buah semangka yang dipasang sebagai umpan. Singa itu mengaum-aum meminta tolong, tapi tak ada yang mendengar teriakannya.

Akhirnya, datanglah tikus yang dulu pernah menawarkan bantuan. Dan dengan senang hati tikus itu menolongnya dengan cara memotong tali-tali jaring itu dengan giginya yang tajam. Singa itu pun akhirnya terselamatkan dan ia sangat berterima kasih kepada tikus.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 07, 2011
ujungkelingking - Dalam sebuah fabel tentang rusa dan harimau diceritakan bahwa pada suatu hari ada seekor rusa yang sedang berjalan-jalan santai di dalam hutan. Tiba-tiba muncullah seekor harimau menghadangnya. Harimau itu terlihat sedang kelaparan.

Harimau itu menyeringai melihat rusa yang ada di depannya.
“Hehehe… akhirnya aku dapat makanan juga hari ini,”

Bukan main takutnya si rusa. Hari itu dia akan jadi santapan harimau. Untuk lari pun, rasanya percuma saja karena dengan mudah saja harimau itu bisa menerkamnya. Maka dia pun mencari akal,

“ Tunggu dulu, harimau…” kata rusa kemudian,
“… kau tidak boleh memakanku.”

“Kenapa aku tidak boleh memakanmu, hai rusa?” tanya harimau.

“Karena… karena… aku adalah raja di hutan ini.”

Mendengar jawaban rusa itu, harimau langsung tertawa terpingkal-pingkal.

“Hahaha… mana mungkin binatang sekecil kamu bisa menjadi raja di hutan ini? Kamu jangan coba-coba membohongi aku!”

“Aku tidak membohongimu,” jawab rusa mantab.
“Semua binatang-binatang yang ada di hutan ini takut kepadaku.”

“Aku tidak percaya!” Sergah harimau.

“Baiklah. Bagaimana kalau kita buktikan saja? Kalau binatang-binatang di hutan ini takut kepadaku, maka kau harus percaya kalau aku adalah raja disini dan kau tidak boleh memakanku.”

“Baiklah. Aku setuju.”

Maka keduanya pun mulai berjalan berkeliling.

***

Tiba di suatu tempat, terlihat oleh keduanya seekor monyet yang sedang memunguti pisang di tanah. Maka keduanya menghampiri monyet tersebut.

“Hai, monyet sedang apa kamu?” teriak rusa.

Melihat rusa yang datang dengan seekor harimau, takut bukan kepalang si monyet. Segera dilemparkan pisang-pisang yang ada ditangannya lalu kemudian lari terbirit-birit.

“Nah, kau lihat kan? Melihatku saja dia sudah ketakutan.” kata rusa.

Harimau mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Tapi aku masih belum percaya. Kita cari binatang lain.”

Keduanya lalu melanjutkan perjalanan.

***

Di tempat berikutnya, keduanya bertemu dengan seekor kuda yang sedang merumput.

Rusa mendekatinya,
“Hei, kuda. Kenapa kau tidak cari rumput di tempat lain saja?”

Kuda yang melihat di sebelah rusa ada harimau, tentu ketakutan. Tanpa berpikir lagi ia pun lari tunggang langgang.

“Kau percaya sekarang?” kata rusa kepada harimau.

“Kita cari binatang sekali lagi.” jawab harimau dengan penuh keheranan.

Lalu keduanya berjalan lagi.

***

Rusa dan harimau kemudian bertemu dengan seekor gajah yang sedang bersantai-santai. Harimau berpikir, mungkin binatang yang cukup besar ini tidak takut kepada rusa. Tapi harimau itu keliru. Melihat kedatangan keduanya, gajah itu langsung lari masuk ke dalam hutan.

“Bagaimana sekarang?” tanya rusa.

“Ya.. ya aku percaya. Aku tidak akan memakanmu.” jawab harimau itu yang lalu pergi meninggalkan rusa sambil bertanya-tanya bagaimana binatang seperti rusa bisa ditakuti oleh seisi hutan?

***

Cerita tentang rusa dan harimau di atas adalah merupakan gambaran umum tentang persepsi masyarakat kita. Bahwa orang akan lebih menghormati kita dan respek, apabila kita mempunyai teman, kenalan -atau sebut saja, koneksi- yang hebat. Segala urusan kita akan jauh lebih mudah dan cepat bila kita memiliki “jaringan” orang-orang yang masuk dalam kategori priority person.

Bukankah pernah kita mengurus sesuatu, begitu berlama-lama dan seolah-olah kita dipersulit? Tidak adil memang, hanya karena kita adalah warga biasa lalu kepentingan kita selalu “tidak dianggap”.

Terlepas dari fair atau tidaknya praktek-praktek yang sedang terjadi di lapangan, toh tidak ada salahnya kita mulai membangun koneksi kita sendiri. Untuk mempermudah kita. Tapi dengan cara yang fair (bukan suap-menyuap) dan tentu, bukan untuk melegalisir urusan-urusan kita yang kotor.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 07, 2011
ujungkelingking - Sebanyak 5,89 juta wajib pajak orang pribadi dan badan dilaporkan tidak patuh memenuhi kewajiban mereka menyampaikan SPT Pajak Penghasilan tahunan. Banyak faktor yang menjadi alasan, seperti tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT atau memang tidak melaporkan SPT karena merasa sudah tidak memiliki pekerjaan.

Pada 2010, jumlah wajib pajak terdaftar adalah 15,9 juta baik orang pribadi maupun badan, tetapi hanya 14,1 juta yang wajib menyampaikan SPT. Yang menyampaikan SPT masih 8,2 juta wajib pajak (58,16%). Sebagai perbandingan, tahun 2008 sebanyak 33,08% dan tahun 2009 sebanyak 54,15%.

Banyaknya wajib pajak yang tidak patuh itu semestinya disikapi dengan arif oleh Dirjen Pajak. Ketidak patuhan mereka itu bisa jadi karena sebagian dari mereka memang awam tentang pajak. Sebagiannya lagi mengerti pajak tetapi tidak percaya dengan kinerja petugas pajak. Yang terakhir ini tentu ada hubungannya dengan kasus yang baru-baru ini mencoreng instansi perpajakan.

Lepas dari itu semua, sangatlah penting bagi instansi perpajakan untuk membuka mata masyarakat kita tentang pentingnya pajak. Pembelajaran tentang pajak mungkin bisa dimasukkan pada kurikulum sekolah menengah atas, bukan hanya pada perkuliahan saja. Atau bisa juga diselenggarakan brevet-brevet dengan biaya murah.

Selain itu juga, pengusutan kasus-kasus yang mencoreng instansi ini haruslah terus dilakukan dengan transparan. Diharapkan dengan itu kepercayaan masyarakat akan kembali tumbuh.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 07, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!