Saturday, February 22, 2014

ujungkelingking - Cara Mudah Berhusnudzan Kepada Allah


Bagi seorang fotografer, angle adalah sesuatu yang sangat penting. Sebuah momen yang bagus -meminjam istilahnya mas Rawins- tidak akan bisa bercerita banyak bila cara pengambilan sudut gambarnya salah. Obyek bidikan yang indah pun akan gagal terekspos jika kita salah mengambil sudut bidik. Akhirnya hasil jepretan kita hanya akan biasa-biasa saja. Tanpa greget, tanpa nilai yang mampu membedakannya dengan yang lain. 

Tapi... di sini saya tidak akan berbicara tentang fotografi atau teknik pengambilan gambar yang baik. Saya justru akan berbicara tentang musibah, bencana, kesialan, kegagalan, dan teman-temannya yang lain.


Musibah, kemurkaan Tuhan?


Sejak awal mengikuti perkembangan kondisi Kelud hingga sekarang, di media-media massa tidak pernah saya dengar menyebutkan bahwa bencana ini adalah rahmat dan bentuk kasih-sayang dari Allah. Yang ada adalah bahwa musibah ini merupakan peringatan dari-Nya. Atau yang agak ekstrem malah muncul pertanyaan retoris: Apakah Tuhan telah murka?

Seolah-olah mudah sekali kita menvonis Allah itu pemurka dan pemarah. Sedikit diberi musibah, menganggap Allah telah marah. Sedikit disentuh bencana, mengartikan bahwa Dia telah murka. Padahal kita tahu tidak ada sifat-Nya atau di antara asma'ul husna yang 99 itu menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurka atau Maha Pemarah. Yang ada adalah ar-Rahmaan (Maha Pengasih), ar-Rahiim (Maha Penyayang), al-Muhaimin (Maha Memelihara), al-Mu'min (Maha Pemberi rasa aman), al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia), al-Lathiif (Maha Lemah Lembut), dsb.

Ini berarti, setiap apapun yang terjadi pada diri kita bukan merupakan murka-Nya, tapi bisa jadi merupakan rahmat-Nya. Tujuannya jelas, agar kita semakin mendekatkan diri, ikhlas, dan tunduk kepada-Nya.

Pada khutbah Jum'at kemarin, sang Khatib mengatakan bahwa ada 2 cara Allah untuk menurunkan rahmat-Nya kepada manusia:

[Satu] Melalui nikmat yang dikaruniakan kepada kita

Namun, berdasarkan banyak contoh, cara ini seringkali tidak efektif untuk menyadarkan manusia akan eksistensi Tuhannya. Banyak cerita kehidupan yang memberikan fakta tentang ini. Betapa dulunya ketika miskin, tidak banyak bermaksiat kepada Allah. Namun ketika diberikan sedikit kekayaan, mulai berulah dan bertingkah.

[Dua] Rahmat Allah melalui musibah dan bencana

Cerita di sekitar kita juga banyak mengajarkan tentang hal ini. Bahwa kesukaran, kesusahan, kegagalan lebih banyak menyebabkan kita menyadari kelemahan diri. Sehingga akhirnya kita menyadari ada Dzat yang jauh lebih besar dan lebih berkuasa dari diri ini. Kita kemudian mulai mau bersujud, berdoa, menangis dan memohon.

Maka secara sederhana, sebuah musibah hakikatnya adalah rahmat Allah yang bungkusnya amat-sangat tidak enak. Tugas kita adalah membuka bungkus itu agar kita tahu rahmat apa yang telah disiapkan oleh-Nya.


Husnudzan adalah kuncinya


Menyadari (baca: meyakini) bahwa ada rahmat Allah yang tersembunyi di balik musibah menyebabkan kita senantiasa sabar dan tegar menghadapinya. Ada cara lebih mudah agar kita selalu berbaik sangka kepada Allah, yaitu dengan menemukan "kata kuncinya". Kata kunci ini pada setiap orang mungkin akan berbeda-beda. Tugas kita ketika ditimpa musibah adalah segera menemukan kata kunci tersebut.

Kata kunci saya sendiri adalah "Allah yang mengijinkan hal ini terjadi. Ada rahmat yang muncul setelah ini."

Ketika ditimpa suatu kemalangan, tanamkan kata kunci itu ke dalam hati agar tidak ada celah bagi setan untuk menanamkan su'udzan kepada Allah. Setelah itu ikuti dengan peningkatan trafik ibadah.

Dan saya doakan, pada setiap musibah yang kita alami, kita dapat menentukan angle yang tepat sehingga Anda dapat dengan mudah mendapatkan rahmat yang dijanjikan-Nya:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ

"... Sungguh, jika kamu bersyukur, pasti akan Aku tambah (nikmat-Ku) kepadamu..."
[Ibrahim: 7]

*diringkas dari khutbah Jum'at kemarin, 21 Pebruari 2014

Menentukan sudut gambar
Depan atau belakang: Tentukan angle yang tepat

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, February 22, 2014

Thursday, February 20, 2014

ujungkelingking - Info: Lomba Menulis Artikel Islami


Buat rekan-rekan yang suka menulis artikel islami, ini adalah kesempatan untuk menguji ke-kreatifitas-an Anda. Lomba ini diselenggarakan oleh Forum Sahabat Pena LIPIA-Madinah.

*Sebenarnya lomba ini sudah dimulai sejak tanggal 31 Januari, cuma karena saya baru tahu infonya kemarin, jadi hari ini baru bisa saya infokan kepada rekan-rekan.

Lomba ini dibagi dalam 2 kategori, yaitu: [a] Kategori karya tulis ilmiah (tema: "Pendidikan anak dalam keluarga Islam") dan [b] Kategori karya tulis bebas (kisah nyata, bukan fiktif).

Saya kutip dari sumbernya, persyaratan dan ketentuannya adalah sebagai berikut:

Persyaratan teknis:


  • Kertas A4
  • Times New Roman 12, spasi 1,5
  • Margin 3322 (kiri, atas, kanan, bawah)
  • Panjang tulisan 3 - 20 hlm.
  • Deadline pengumpulan karya 1 Maret 2014, pukul 23.59 WIB

Persyaratan non-teknis:


  • Bebas diikuti oleh kaum muslimin (umum)
  • Menggunakan bahasa Indonesia
  • Tulisan sesuai dengan tema (untuk kategori karya tulis ilmiah)
  • Tulisan tidak bertentangan dengan Islam dan etika moral
  • Belum pernah diikutkan dalam lomba apapun
  • Peserta boleh mengirim lebih dari 1 karya

Keterangan lebih lengkap, silahkan kunjungi: Muslim.or.id
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, February 20, 2014

Tuesday, February 18, 2014

ujungkelingking - Menakar Pentingnya Bilik Asmara Bagi Pengungsi


Agak mengerutkan dahi juga saya ketika membaca sebuah koran nasional hari ini.

Pada salah satu rubriknya ada gagasan yang cukup mencengangkan, yaitu perlunya dibangun bilik asmara di lokasi pengungsian.

Seperti yang kita tahu, bencana alam -apapun itu namanya- seringkali membuat warga harus meninggalkan rumah dan harta bendanya untuk waktu yang tidak bisa diprediksikan. Kehidupan di tempat pengungsian juga seringkali hanya "apa adanya". Jangankan untuk makan dan tidur, sekedar untuk pipis dan pub saja sudah repot bukan main. Kalau boleh saya sederhanakan, di sana hanya lahir dua kata saja: kalau tidak berebut, ya antri. Kondisi yang demikian ini, apalagi jika ditambah dengan informasi harta bendanya yang ludes tidak tersisa tentulah memicu tingkat stres yang tinggi.

Nah, menyikapi hal tersebut penulis di rubrik gagasan tersebut menyatakan pentingnya untuk dibangun bilik asmara untuk para pengungsi itu. Diharapkan setelah mereka dapat menyalurkan hasratnya tekanan yang timbul akibat musibah tersebut bisa jauh berkurang. Mereka bisa lebih rileks dan mampu untuk berpikir jernih.


Bilik asmara, relevankah?


Wacana tentang pengadaan bilik asmara ini agaknya mengingatkan kita pada kasus yang menimpa seorang koruptor. Dan kabarnya bilik asmara ini memang sudah ada di penjara-penjara atau lembaga pemasyarakatan tertentu.

Jika bilik asmara ini dikaitkan dengan para narapidana itu, tentu bagi saya amat sangat relevan. Kenapa?

Karena satu, Para napi itu tinggal di sana bukan untuk waktu yang sebentar. Bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.  Sementara kebutuhan "bawah perut" ini seringkali tidak bisa disuruh menunggu selama itu. Karena tidak mungkin mempersilahkan napi untuk pulang dan melepaskan hasratnya, maka bilik asmara ini menjadi salah satu solusi yang aman.

Kedua, para penghuni napi itu jelas seragam. Maksud saya, rentang usia dan jenis kelaminnya. Intinya karena sama-sama dewasa, jadi sama-sama ngertilah. Dan tidak mungkin bagi napi yang belum beristri lalu nyelonong masuk dengan istri orang lain. Tidak mungkin juga ada anak di bawah umur yang tiba-tiba nyasar dan ngintip ke dalam bilik.

Tapi pertanyaannya kemudian bagaimana dengan bilik asmara yang (jika jadi) dibangun di lokasi pengungsian?

Tentu masalahnya tidak sesederhana contoh perbandingan saya di atas. Selain mereka di sana juga tidak mungkin lama (tidak sampai berbulan-bulan), di lokasi pengungsian ini juga penghuninya sangat beragam. Laki-laki, perempuan, bujang, beristri, duda, janda, balita, bocah, dsb.

Tidak bisa rasanya kita membayangkan ada sepasang pasangan yang mempergunakan bilik ini, sementara ada anak-anak berkeliaran di sampingnya. Pertanyaan apa yang ada di benak mereka? Jangan bilang ini pendidikan seks sejak dini. Wow, bukan yang seperti ini.

Belum lagi mereka yang duda atau yang istrinya meninggal akibat musibah tersebut. Terus melihat pasangan yang lain bermesraan? Kalau bisa menahan diri saja itu sudah kasihan. Lah kalau tidak? Ngeri kalau diterus-teruskan.

Dan sampai saat ini saya masih belum dapat menemukan alasan pentingnya bilik tersebut diadakan di lokasi pengungsian.

Image: merdeka.com


Ah, jangan-jangan nanti ada yang di-cap sebagai mereguk nikmat di atas gondoknya orang lain???
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, February 18, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!