ujungkelingking - Ketika Mobil "Menabrak" Shalat
Tentu ada-ada saja cara seseorang untuk meraih simpati orang lain. Sebanyak cara untuk membuat berita kontroversial.
Dalam rangka program "Bengkuluku Religius", Pemerintah Bengkulu menggelar sayembara berupa shalat berjama'ah berhadiah mobil, umrah dan haji.
"Semua agama akan mendapatkan perlakuan yang sama tidak saja Islam. Shalat berhadiah umrah, haji dan bonus mobil itu sebagai pilot project saja sebagai langkah permulaan," kata Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan saat ditemui di Masjid At Taqwa, Rabu (Tribunnews.com, 12/2/2014).
"Ini ide baru dan kreatif untuk memancing orang mau berjamaah di masjid. Saya kira ini bagus untuk memotivasi orang dalam beribadah," kata Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Nadjib Hamid, saat berbincang dengan wartawan, Kamis (Sindonews.com, 13/2/2014).
Pada laman yang sama disebutkan juga bahwa untuk mendapat hadiah tersebut, warga harus melakukan salat Dhuhur di masjid-masjid yang telah ditentukan, yakni sebanyak 42-52 kali berturut-turut.
Shalat berhadiah mobil?
Adalah hal yang sangat menyesakkan dada ketika beribadah -bahkan itu ibadah yang paling penting- namun karena iming-iming materi.
Jelas bukan kapasitas saya untuk menilai hati dan niat masing-masing peserta jama'ah. Namun secara kasat mata kita bisa melihat bahwa pemberian hadiah yang seperti ini sudah menyimpang dari syari'at. Meski sempat dikatakan hanya sebagai "pemancing" saja, namun yang semacam ini cukup bisa mengotori niat seseorang. Niat shalat yang awalnya demi Allah, menjadi demi mobil.
Riya' atau (justru) syirik?
Riya' adalah beribadah dengan tujuan agar dilihat orang lain. Biasanya pelaku riya' tidak punya motif apa-apa selain "pengakuan" orang lain.
Akan tetapi syirik adalah perbuatan mempersekutukan Allah. Dia menciptakan kiblat (baca: tujuan) lain, selain Allah. Maka, jika kita beribadah BUKAN karena sebab Allah, maka hati-hati, jangan-jangan kita sudah terjerumus kepada dosa yang tidak berampun ini. Naudzubillahi min dzalik!
Syarat diterimanya ibadah
Merujuk pada Tafsir Ibnu Katsir, di antara syarat diterima sebuah amal ibadah ada 2 saja, yaitu: [1] Niat ikhlas karena Allah, dan; [2] Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam.
Dari definisi ini saja kita bisa menarik kesimpulan bahwa ibadah -segala ibadah- yang dilakukan dengan niat karena iming-iming materi tidak akan ada manfaatnya, selain neraka-Nya.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. [15]
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." [16][Huud: 15-16]
Ayat yang senada dengan ini bisa dibaca di dalam surah Al-Israa' ayat 18.
Iming-iming Tuhan vs iming-iming manusia
Ada sebuah pertanyaan menggelitik, "Kenapa kita dilarang beribadah karena suatu iming-iming, bukankah Tuhan juga mengiming-imingi kita dengan surga?"
Dalam Islam, keberadaan surga hanyalah anugerah dari Allah, sebab TIDAK ADA seorang muslim-pun yang karena ketekunannya dalam beribadah sehingga otomatis memasukkan dirinya ke dalam surga.
Dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda: "Tidak seorang pun di antara kalian yang akan diselamatkan oleh amal perbuatannya." Seorang lelaki bertanya: "Engkau pun tidak, wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Aku juga tidak, hanya saja Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku. Akan tetapi tetaplah kalian berusaha berbuat dan berkata yang benar."
Maka seperti yang juga disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah bahwa ibadah dibangun di atas 2 hal; [1] Cinta dan, [2] Pengagungan.
Karena kedua hal inilah Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan rahmatnya. Bukan karena banyaknya ibadah kita, akan tetapi karena cinta dan pengagungan kita kepada-Nya. Bukan karena terus-menerusnya ibadah yang menyebabkan ibadah kita diterima, akan tetapi karena niat dan kesungguhan mengharap keridhaannya.
Lalu, apakah ini berarti kita tidak boleh beribadah dengan mengharap surga?
Bagi sebagian orang, beribadah model seperti ini menunjukkan ketidak ikhlasan. Akan tetapi -sebenarnya- ini juga salah satu bentuk iman (baca: percaya). Kita percaya dengan janji-janji Allah, lalu dengan keyakinan itu kita kemudian berupaya untuk mendapatkannya dengan jalan melaksanakan ibadah yang diperintahkan-Nya.
Lalu, apakah ini berarti kita tidak boleh beribadah dengan mengharap surga?
Bagi sebagian orang, beribadah model seperti ini menunjukkan ketidak ikhlasan. Akan tetapi -sebenarnya- ini juga salah satu bentuk iman (baca: percaya). Kita percaya dengan janji-janji Allah, lalu dengan keyakinan itu kita kemudian berupaya untuk mendapatkannya dengan jalan melaksanakan ibadah yang diperintahkan-Nya.
Jadi, ingin beribadah karena janji Tuhan, atau iming-iming manusia masih terlalu menggiurkan?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, February 13, 2014