Monday, July 15, 2013

ujungkelingking - Sekedar menyambung lidah dan agar saya tidak lupa... 

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kita mengenal ada tiga "angka 17 ajaib". Tiga angka 17 yang saya maksudkan itu adalah 17 Agustus; 17 rakaat; dan 17 Ramadhan.

Angka 17 yang pertama adalah 17 Agustus, merupakan hari yang secara historis, paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari dimana negara ini memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan. Hari ini juga yang menjadi titik balik perjuangan rakyat di seluruh nusantara karena menyadari bahwa mereka kini adalah sebuah satu-kesatuan.

Yang kedua adalah 17 rakaat, atau sholat 5 waktu yang merupakan refleksi dari religiusnya para pejuang dan pemimpin perjuangan kita dahulu. Sholat ini juga adalah senjata paling ampuh untuk melawan segala bentuk kemungkaran.

Angka 17 yang terakhir adalah 17 Ramadhan yang oleh sebagian kalangan diyakini sebagai hari dimana Al-Qur'anu 'l-Kariim diturunkan. Wahyu yang merupakan petunjuk bagi kita umat Muslim seluruhnya. Pada akhirnya kemudian, setiap tanggal 17 Ramadhan kita selalu mengadakan acara peringatan "Malam Nuzulu 'l-Qur'an". 


Benarkah Al-Qur'an diturunkan pada 17 Ramadhan?

Sebenarnya tidak jelas sumber awal yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Malah, sebuah fakta yang kita tahu adalah bahwa diturunkannya Al-Qur'an adalah pada malam lailatu 'l-Qadr.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan (lailatu 'l-qadr).

[Al-Qadr: 1]

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ 

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur'an) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.

[Ad-Dukhaan: 3]


Kapan terjadinya malam lailatu 'l-Qadr itu?

Mengenai kapan pastinya 'malam berkah' ini tidak ada yang tahu. Pengetahuan tentang hal itu adalah mutlak milik Allah subhanahu wa ta'ala. Allah memang merahasiakannya, yang salah satu faedahnya adalah agar kita terus menerus beribadah dengan ikhlas, bukan hanya pada malam itu saja.

Namun, meski tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti, kita bisa melihat dari indikasi-indikasi yang diberikan oleh Rasulullah,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ 

Carilah lailatu 'l-Qadr itu pada sepuluh hari yang akhir di bulan Ramadhan.

Sepuluh hari yang akhir, itu berarti sekitar tanggal 21-29 Ramadhan. Ini membuktikan bahwa tanggal 17 Ramadhan tidak mungkin bisa dikatakan sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an.


Al-Qur'an diturunkan dua kali

Kita tahu bahwa Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur. Dari sini ada kemungkinan orang-orang beranggapan bahwa bisa saja ada satu ayat atau surah di dalam Al-Qur'an yang diturunkan bertepatan dengan lailatu 'l-Qadr.

Sebenarnya, Al-Qur'an turun dalam 2 tahapan.

Pertama, turun secara lengkap-sekaligus, dari Lauh 'l-Mahfudz ke langit dunia. Ini yang terjadi pada malam lailatu 'l-Qadr.

Selanjutnya, dari langit dunia turun kepada Rasulullah secara berangsur-angsur selama + 22 tahun.

Ibn Abbas radhiallahu 'anhu mengatakan, "Qur'an sekaligus diturunkan ke langit dunia pada malam lailatu 'l-Qadr, kemudian setelah itu ia diturunkan selama dua puluh tahun". Lalu beliau membacakan,

وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.

[Al-Furqaan: 33]

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا

Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

[Al-Israa: 106]

Wallahu a'lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, July 15, 2013

Friday, July 12, 2013

ujungkelingking - Sebuah kalimat yang cukup menarik, berbunyi begini,


Kalimat ini adalah merupakan gabungan dari perkataan ulama'-ulama' besar. Dan kalau sudah seorang ulama' yang mengatakannya, maka pastilah memiliki makna yang sangat luas.


Ilmu mendahului amal

Ungkapan ini diambil dari perkataan terkenal imam Al-Bukhari. Beliau mengatakan, "al-ilmu qabla 'l-qaul wa 'l-'amali". Artinya bahwa sebelum kita berkata dan berbuat, yang lebih dahulu harus kita miliki adalah ilmu tentang hal tersebut. Inilah yang kemudian menjadikan ilmu sebagai syarat benarnya suatu perkataan atau perbuatan. Karena itu suatu perkataan atau perbuatan yang tidak didasari dengan ilmu hanya akan dianggap sebagai 'omdo', omong-kosong doang.

Dan agama ini telah menjelaskan bahwa perkara sepele yang dilakukan dengan ilmu, lebih bernilai daripada amalan besar yang dilakukan hanya karena taqlid atau ikut-ikutan semata. Siapa yang melakukan suatu amalan tanpa ilmu (tidak ada dasarnya) maka amalan tersebut tertolak, begitu bunyi sebuah hadits.

Bukankah ayat pertama yang diturunkan kepada kita berbunyi, "iqra'"?
Bukankah Allah sudah menjanjikan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu?
Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah bersabda bahwa yang ingin mendapatkan dunia harus dengan ilmu, dan yang ingin mendapatkan akhirat pun harus dengan ilmu?

*Seseorang itu disebut berilmu karena dia terus belajar. Saat dia berhenti belajar (karena sudah merasa berilmu), maka mulailah ia bodoh... 


Adab mendahului ilmu

Banyak contoh di sekitar kita, orang-orang yang tadinya seorang penuntut ilmu, namun pada akhirnya dia tidak mendapatkan apa-apa dari kesungguhannya mencari ilmu. Ilmu yang telah didapatnya itu tidak mampu diamalkannya dan tidak sanggup disebarkannya. Seolah-olah hanya tersimpan di otaknya untuk kemudian dibiarkan "menguap" seiring berjalannya waktu.

Apa yang terjadi? Apakah dia tadinya kurang bersungguh-sungguh? Ternyata bukan. Mereka hanya salah dalam melalui prosesnya, yaitu mempelajari ilmu sebelum belajar tentang adab-adabnya.

Sama seperti ilmu yang menjadi syarat atas benarnya sebuah amal, maka adab adalah syarat atas berkahnya sebuah ilmu. Islam menempatkan adab ini ke dalam posisi yang penting. Bukankah Allah sendiri memuji nabi Muhammad karena adab beliau? Lalu kenapa kita tidak berusaha turut memperbaiki adab kita?

Dan di dalam menuntut ilmu, diantara adab-adabnya adalah [1] niat yang ikhlas dan do'a yang sungguh-sungguh, [2] upaya yang serius dan istiqomah, [3] menjauhi kemaksiatan dan kesombongan, lalu [4] mengamalkan untuk kemudian menyebarluaskannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. "Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik."

[at-Tirmidzi dan al-Hakim]

Mengenai bagaimana cara kita berakhlaq yang baik itu, mudah-mudahan saya diberi kesempatan untuk menuliskannya di artikel yang lain.

***

"Saya hanyalah menyampaikan. Tidak ada ketentuan bahwa yang menyampaikan lebih utama dari yang mendengar. Yang beruntung adalah siapa yang mengamalkan." Hasbunallah wa ni'ma 'l-wakiil...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 12, 2013

Wednesday, July 10, 2013

ujungkelingking - Saya masih ingat setahun yang lalu ketika saya masih aktif-aktifnya menulis di Kompasiana, awal Ramadhan seperti ini pernah ada yang menulis sebuah artikel berjudul "Selamat Datang, Bulan yang 'Nggak Banget'". Entah, apakah ungkapan di atas adalah ungkapan sarkastik penulis artikel atau hanya semacam sindiran saja bagi kita, kaum Muslimin.

Seperti kita tahu, kalau masuk bulan puasa seperti sekarang ini amat sulit sekali dijumpai warung atau depot yang buka di siang hari. Alasan mereka sama, yaitu menghormati yang sedang berpuasa. Daripada mengganggu kekhusyuk'an mereka yang berpuasa, maka pedagang-pedagang itu memilih libur berjualan.
Dari sini saja bisa disimpulkan bahwa ada kesalahan berpikir pada masyarakat kita. Kenapa tidak boleh berjualan ketika bulan puasa, toh penjualnya juga berpuasa? Bahkan meskipun penjualnya tidak berpuasa, apakah dengan ia berjualan akan mengurangi nilai ibadah kita? Apakah kita takut tergiur makanan tersebut sehingga membatalkan puasa? Mudah-mudahan tidak ada yang memiliki pemikiran seperti itu. Tidak ada hubungannya antara puasa kita dengan jualan orang lain.

Bukankah Ramadhan adalah upaya pengekangan hawa nafsu? Lha kalau nafsunya saja tidak ada (karena yang berjualan makanan tidak ada) lalu apanya yang dikekang? Islam tidak pernah mengharamkan berjualan makanan dan minuman pada siang hari di bulan puasa. Bahkan, Islam menganjurkan agar orang-orang yang berpuasa tetap beraktifitas sebagaimana biasanya.

Memang ada anggapan bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu bernilai ibadah. Tapi tentu, tetap beraktifitas dan beribadah itu jauh lebih baik daripada menghabiskan hari-hari hanya dengan tidur. Ingat bahwa bekerja dan beraktifitas itu bisa bernilai ibadah jika kita niatkan mengharap ridha Allah.

So, Anda yang berpuasa harus dihormati? Jangan manja, ah!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 10, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!