ujungkelingking - Ketika Pemerkosaan Tak Terhindarkan, Berbaring dan Nikmati Saja
Image: vemale.com |
Adalah Barbara Driver, anggota dewan di kota Cheltenham-Inggris, yang membuat pernyataan kontroversial itu. Meski kemudian dia meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya tersebut, kata-kata itu tak urung memantik reaksi keras publik di negeri tersebut.
Lain lagi di India. Abu Azmi, seorang politikus di negeri itu melontarkan statement yang tak kalah mengejutkannya. Dia mengatakan bahwa perempuan manapun yang berhubungan badan sebelum menikah -meski itu diperkosa- harus digantung. Sementara seorang kepala partai di negeri yang sama, Mulayam Singh Yadav mengatakan bahwa jika dia terpilih nanti, dia akan menghapus hukuman mati bagi para pemerkosa yang mengulangi kejahatannya. Meski akhirnya ia meralat ucapannya, kritik dan kecaman tetap berdatangan dari politisi lainnya.
Kalau teman-teman ingat, di Indonesia juga pernah muncul pernyataan serupa. Adalah calon Hakim Agung (waktu itu) Daming Sunusi yang melontarkan "guyonan" bahwa pemerkosa dan yang diperkosa pada dasarnya sama-sama menikmatinya. Segera setelah joke-nya yang tidak lucu itu, Daming Sunusi diganjar dengan dicoret dari daftar calon Hakim Agung.
Fenomena yang mengkhawatirkan
Orang bilang, jika terluka karena pedang bisa sembuh dalam beberapa hari. Dan dalam beberapa minggu mungkin bekasnya sudah hilang. Akan tetapi jika terluka karena ucapan, sampai mati akan tetap teringat.
Menjadi fenomena yang mengkhawatirkan karena mereka yang melontarkan pernyataan-pernyataan yang menyakitkan tersebut justru adalah pejabat-pejabat publik, yang notabene suaranya langsung terdengar ke seantero negeri.
Di satu sisi hal ini menunjukkan betapa rusaknya moral pejabat-pejabat itu. Memang tidak semua. Tapi ibarat pepatah "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Setidaknya, kita menjadi tahu bahwa ada "benih-benih" yang tidak beres di tubuh parlemen ini. Jika orang-orang semacam ini tetap berkuasa, bisa dibayangkan kebijakan apa saja yang nanti akan ditelurkannya. Ngeri!
Selain itu, di sisi yang lain, banyaknya pejabat-pejabat yang rendah (kalau tidak mau dibilang rusak) moralnya, berdampak secara langsung terhadap cara berpikir masyarakat. Semakin banyak pernyataan-pernyataan kontroversial yang kita terima, akan semakin berkembang cara berpikir permisif kita.
The banality of evil?
Berita yang berseliweran di sekitar kita -entah melalui media, ataupun mulut ke mulut- kerap membicarakan tentang kriminalitas yang terjadi secara intens. Berita tentang pembunuhan belum selesai, muncul berita tentang perampokan, pemerkosaan, dst. Tindakan-tindakan itu kemudian terbaca sebagai hal yang biasa, karena kita terbiasa mendengarnya. Inilah yang diistilahkan dengan banalitas kejahatan.
Kembali ke hal-hal yang dilakukan oleh seorang pejabat publik.
Dengan ketenaran yang dimilikinya, seorang pejabat publik bisa saja "mendoktrin" masyarakat dengan tingkah ataupun ucapannya. Mendoktrin di sini bisa berarti baik, bisa pula berkonotasi negatif. Tergantung apa yang menjadi subyeknya.
Akan tetapi seperti yang sudah-sudah, hal yang buruk biasanya lebih cepat menular daripada hal-hal baik. Jika kita meletakkan apel busuk dan apel yang masih baik dalam satu kotak, maka dalam sekejab apel yang baik tadi akan ikut menjadi busuk.
Memang, saat sekarang ini kita selalu tanggap bereaksi terhadap pernyataan-pernyataan yang tidak benar. Namun karena seringnya, lama kelamaan kita akan menganggap biasa ucapan-ucapan semacam itu. Dan lalu kita akan menganggap biasa pula tindakan-tindakan itu.
Semoga kali ini saya salah.
_________________
Sumber berita:
- http://suara.com/news/2014/04/12/091622/pejabat-inggris-ketika-pemerkosaan-tidak-terhindarkan-berbaring-dan-nikmati-saja/
- http://suara.com/news/2014/04/14/073205/pernyataan-politisi-india-soal-perempuan-dan-pemerkosaan-dikecam/
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, April 14, 2014