Thursday, April 3, 2014

ujungkelingking - Pemilu, Fenomena Golput dan Kriteria Pemimpin


Pemilu sudah di depan mata. Adalah menjadi tugas bagi setiap rakyat Indonesia yang sudah memenuhi syarat untuk memilih calon yang akan mewakili aspirasi mereka.

Namun ibarat sebuah tradisi, dalam pemilu tahun ini pun akan diwarnai dengan sekelompok orang yang memilih untuk tidak memilih alias golput. Ketidak percayaan dan sikap apatis publik terhadap pemerintah, adalah salah satu dari sekian faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk golput.

Jika tidak memilih adalah hak, maka begitu pula ikut memilih. Lalu dari kedua hak ini, mana yang seharusnya dipilih?

Artikel ini akan mencoba memberikan beberapa alasan agar kita tidak golput dalam upaya memilih seorang pemimpin.


1. Memilih pemimpin adalah sebuah perintah


Dari shahabat Abi Said, Rasulullah bersabda, "Apabila kamu bepergian bertiga maka angkatlah salah seorang sebagai pemimpin."
[Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i]

Hadits di atas berbicara atas sebuah kelompok kecil (3 orang). Bahkan tidak pula dijelaskan apakah "bepergian" yang dimaksud di sana adalah bepergian dengan tujuan yang penting, atau sekedar jalan-jalan biasa. Bahkan dalam lingkup rumah tangga -yang cuma 2 orang- ada satu orang yang difungsikan sebagai pemimpin di sana. Lalu bagaimana dengan skup makro bernama ne-ga-ra, yang jelas tujuannya adalah untuk menentukan nasib seluruh rakyat?

2. Golput juga memiliki konsekuensi


Jika kita memutuskan untuk golput, apakah pemilihan kemudian tidak jadi dilakukan?

Tentu tidak. Pemilihan akan tetap dilakukan, meski kita golput. Dan akan ada satu orang yang nanti terpilih untuk memimpin negeri ini. Dengan kata lain, kita golput atau tidak, pemimpin terpilih akan tetap muncul. Malahan, jika kita tidak memilih, maka kartu suara yang sejatinya untuk kita akan digunakan oleh orang lain. Jadi dengan golput, berarti kita mempersilahkan orang lain untuk memakai jatah suara kita. Sungguh dermawan sekali...

Golput, pada dasarnya adalah sebuah bentuk ketidakpedulian. Tidak peduli pada siapapun yang nanti bakal memimpin. Tidak peduli pada apapun kebijakan yang akan lahir dari pemimpin yang terpilih.

Maka "pilihan" ini kemudian memiliki konsekuensi. Pada apapun yang kemudian terjadi -entah menguntungkan atau merugikan kita sebagai rakyat- kita tidak boleh peduli. Makanya ketika ada poster bertuliskan,

Golput


Jelas tak ada masalah buat saya. Akan tetapi kalau nanti ada kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan Anda, lalu Anda berunjuk rasa sampai bikin jalanan macet, itu baru masalah buat saya. ^_^

Sederhananya begini. Kalau kita tidak memilih si A, lalu kemudian si A gagal dalam kepemimpinannya, maka harusnya kita tidak perlu protes kepada si A. Kan kita tidak milih dia? Berbeda jika kita memilih si A, dan si A kemudian lalai, maka kita berhak untuk "menagih janji". Jadi jika kita memutuskan untuk golput, maka nanti kita tidak boleh protes, apapun yang terjadi. Begitu.

3. Memilih, dengan "asal pilih" tetap salah


Meski kemudian kita perlu untuk memilih pemimpin, namun bukan berarti kita boleh memilih dengan serampangan. Kita tetap harus memilih dengan hati-hati.

"Barangsiapa yang memilih seseorang sebagai pemimpin atas dasar fanatisme, mengandalkan pada pertimbangan emosional, bukan rasionalitas dan penilaian yang jernih, padahal di tengah mereka ada orang yang lebih layak dan pantas dipilih dan diridhai Allah, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum muslimin."
[Hakim]

Logikanya, jika 'memilih tapi asal pilih' saja sudah salah, apalagi jika sama sekali tidak memilih?

4. Hanya pemimpin yang bisa mempersatukan


Masih sadar dengan "perdebatan" kita tiap tahun?

Setiap menjelang Ramadhan dan menjelang Hari Raya, kita selalu memperdebatkan perhitungan mana yang paling benar. Rukyah dan hisab selalu dibenturkan. Imbasnya, kaum muslimin terpecah. Padahal ada pemimpin di tengah-tengah kita.

Maka bayangkan bagaimana jika kita tanpa pemimpin?

5. Pemilu, haram?


Beberapa orang mengatakan mengikuti pemilu hukumnya haram. Kelompok ini -biasanya- beralasan bahwa negara ini bukan negara Islam. Pemimpin kita memimpin bukan berdasarkan hukum-hukum Islam. Sistem yang kita anut adalah demokrasi, yang itu tidak ada di dalam Islam. Maka mengikuti atau mendukung kepemimpinan seperti ini berarti juga haram.

Secara sederhananya, pemilu memiliki dua komposisi. Yaitu [a] Pencalonan diri oleh seseorang untuk diangkat menjadi pemimpin, dan [b] Pemberian suara oleh masyarakat untuk memilih pemimpin.

Bagi saya, jika pemilu disebut haram, maka barangkali pada poin [a]-lah keharaman itu terjadi. Karena ada hadits yang menyebut tentang orang-orang yang suka menjadi pemimpin padahal hal itu akan menjerumuskan mereka.

Jelasnya, urusan pemilu ini tidak bisa dipukul rata pada setiap keadaan dan setiap negara. Hukumnya bisa berbeda-beda tergantung situasi di mana pemilu itu diadakan. Akan tetapi sebagian ulama besar dalam fatwanya tidak (pernah) menyarankan seseorang untuk mencalonkan diri, namun memperbolehkan untuk memberikan suara dalam pemilu. Semua ini dengan mempertimbangkan mashlahat dan mudharatnya.
*Link-nya bisa dilihat di akhir postingan.

Namun jika memberikan suara dianggap mendukung sistem yang haram, maka setiap apa yang kita lakukan di Indonesia ini hukumnya akan menjadi haram. Kita membayar pajak, itu juga haram. Karena tujuan pajak adalah untuk mendukung keberlangsungan negara ini. Kita bekerja juga haram. Karena keuntungan perusahaan juga sebagian larinya ke pajak negara. Kita berada di bawah instansi pemerintah, bekerja sebagai aparatur negara juga haram. Dan bahkan mungkin kalau kita shalat di masjid yang dibangun pemerintah juga haram.

Jadi, lahir di negara yang bukan negara Islam, itu bukan salah kita. Namun jika kita tidak mau ikut serta dalam perbaikan hajat hidup kaum muslimin lainnya, baru itu yang salah.

Maka seperti yang saya tangkap dari beberapa narasumber (termasuk blognya mas Muroi dan Kang Djangkies) bahwa golput memang bukan sebuah pilihan. Memilih pemimpin yang bermanfaat dan yang dapat mempersatukan umat harus diprioritaskan.

***

Memilih pemimpin, bagaimana panduannya?


Islam, melalui Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya sudah banyak memberikan gambaran tentang hal ini.

Menurut Al-Qur'an, seorang pemimpin itu haruslah seorang mu'min, laki-laki, yang mampu menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan pribadinya dan kehidupan bernegaranya. Ia harus seorang yang adil, amanah, dan profesional. Seorang pemimpin juga seorang yang memiliki ilmu, baik ilmu agama atau pun ilmu pemerintahan. Dan yang jelas, dia harus memiliki ketegasan dalam beramar ma'ruf dan bernahi munkar sekaligus bersikap rendah hati terhadap rakyatnya.

Sementara jika meniru pribadi Nabi, kriteria seorang pemimpin itu ada empat: [1] Jujur (shiddiq), [2] Komunikatif (tabligh), [3] Profesional dan kredibel (amanah), dan [4] Cerdas dan visioner (fatonah)

Namun... bukan bermaksud pesimistis, kriteria ideal ini mungkin tidak akan kita temukan pada mereka-mereka yang mencalonkan diri. Lalu jika ini yang terjadi apa yang harus dilakukan?

  • Jika tidak ada calon yang ideal, maka carilah di antara mereka yang paling banyak memiliki kriteria di atas.

Bagaimana jika semua calon sama-sama memiliki kriteria yang "standar"?

  • Jika begitu maka cari saja calon yang jika terpilih, dia dapat memberikan lebih banyak dampak positif bagi umat muslim.

Bagaimana jika semua calon tampaknya tidak berdampak positif bagi umat?

  • Maka, carilah yang dampak negatifnya paling kecil. Mudah-mudahan dengan itu kita sudah dianggap "gugur kewajiban" di dalam memilih seorang pemimpin.

***

Sebagai tulisan penutup, jika kemudian Al-Qur'an meng-klaim bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik dan begitu sebaliknya, maka hal yang sama juga berlaku dalam konteks kepemimpinan ini. Bahwa pemimpin yang baik untuk rakyat yang baik, dan begitu juga sebaliknya.

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang dhalim itu menjadi wali (wakil/pemimpin) bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan."
[Al-An'am: 129]

Jelasnya, pemimpin yang dhalim itu diberikan Allah untuk rakyat yang suka berbuat dhalim.

Maka solusinya, seperti yang dikatakan oleh Imam ar-Razi dalam kitabnya, "Jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang dhalim maka hendaklah mereka semua meninggalkan kedhaliman yang mereka lakukan."
(Kitab Tafsir at-Tahrir wa 't-Tanwir 8: 74)

Wallahu a'laam.

____________________
*http://muslim.or.id/manhaj/fatwa-ulama-memberikan-suara-dalam-pemilu.html
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 03, 2014

Tuesday, April 1, 2014

ujungkelingking - Saya (Ternyata) Ikut Lomba


Sebulan yang lalu saya mencoba mengikuti sebuah lomba yang diadakan oleh Bisnis Indonesia (writing-contest.bisnis.com).

Banyak beragam tema yang diperlombakan di sana. Saya mengambil salah satunya yaitu tentang transportasi publik.

Teknis penilaiannya pun ada 2 tahap. Namun yang cukup bikin pesimis, untuk tahap pertama penjuriannya adalah dengan menghitung jumlah vote terbanyak. Ini yang sedikit-banyak merugikan saya. Lah teman yang saya punya cuman sak ndulit. H-hee...

Belum lagi rawan "kecurangan" di sini. Sebab bisa saja satu orang nge-vote berkali-kali???
Atau meminta kakaknya, adiknya, emaknya, eyangnya, pak RT-nya, teman-teman arisannya untuk ikutan nge-vote. Saya tentu tidak bisa melakukan itu. Pamali...

Intinya, agar bisa lolos dalam tahap awal ini saja saya harus memiliki keajaiban yang amat-sangat banyak.

Tapi, saya teringat ucapan seorang sutradara film ketika ia akan merilis film-nya yang dianggap oleh banyak pengamat film akan gagal di pasaran. Katanya bahwa setelah kita berkarya, biarkan ia (film tersebut) menentukan jalannya sendiri. 

Jadi, jika teman-teman menganggap artikel saya di bawah ini bermanfaat dan menginspirasi, atau masuk akal untuk dilaksanakan, silahkan meletakkan jempolnya di link yang ada. ^_^

(Klik pada gambar untuk membaca artikel)

Terima kasih.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, April 01, 2014

Sunday, March 30, 2014

ujungkelingking - Susah Follow Blog? Coba Cara Ini!


Secara default, ketika kita ingin mem-follow sebuah blog, kita tinggal klik tombol "Join This Site"-nya. Setelah itu akan ada pilihan "Follow This Blog". Dan biasanya beres.

Namun...

Sejak beberapa minggu terakhir ini tombol follow untuk Blogger sepertinya mengalami error.

Nah, ada 2 solusi untuk mengatasi masalah ini:


Cara 1:


Mengatasi error follow (1)


Pada Dashboard, pilih 'Add', lalu ketikkan alamat blog yang ingin kita follow. Dan, selesai.


Cara 2:


Mengatasi error follow (2)


Tetap klik tombol "Join This Site" seperti biasa. Tapi selanjutnya klik pada pilihan "More Option...". Maka akan muncul tombol 'Follow' lagi.

Klik saja tombol tersebut, and yes... we done!

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Sunday, March 30, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!