ujungkelingking - Kebebasan Pers Mencari Etika
Semenjak era reformasi digaungkan, kebebasan pers sudah mulai kita nikmati. Salah satu hasil kecilnya adalah bebasnya kita meng-update status di media sosial atau menulis di blog pribadi tanpa takut dibredel atau ditangkap.
Image: antaranews |
Namun sebenarnya pencapaian yang paling menonjol adalah bermunculannya media-media berbasis jurnalisme warga (citizen journalisme). Sebut saja Kompasiana, Kabar Indonesia, Pasang Mata, Citizen6, Inilah.Com, dsb. Meski media-media tersebut memiliki format yang berbeda-beda, namun semuanya memiliki satu visi yang sama. Yaitu memberikan tempat bagi masyarakat umum untuk me-reportasi dan ber-opini tentang peristiwa atau kejadian yang baru terjadi atau sedang hangat diperbincangkan.
Namun, sebagaimana setiap sisi baik memiliki juga sisi buruk, begitu pula dengan hal ini. Bagaimanapun, setiap media dituntut untuk menyajikan informasi lebih dulu dan tampil paling cepat di antara sumber-sumber yang lain. Karena itu filter atau kontrol dari setiap tulisan kemudian menjadi berkurang. Kita tak lagi sempat berpikir, apakah tulisan kita akan mencerahkan konsumen-pembaca ataukah justru semakin memperkeruh suasana?
Setiap kali ada peristiwa penting, demi agar tampil terdepan, kita langsung mem-publish apa yang menjadi pemikiran kita. Tanpa adanya filter yang baik, tulisan kita bukan hanya tidak berbobot namun juga bisa menjadi sarana yang tepat untuk menyerang pihak lain.
Maka kebebasan pers ini menjadi penting eksistensinya, agar kita tak lagi dijejali informasi sepihak dari media-media mainstream yang memiliki kepentingan terhadap lembaga atau figur tertentu. Keberadaan jurnalisme warga juga menjadi dibutuhkan untuk melatih kepekaan kita terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di negeri ini.
Namun tetap yang tidak boleh ketinggalan adalah kontrol atau filter dari diri kita sendiri. Jangan sampai informasi dan opini yang kita "lempar" ke publik pada akhirnya justru memicu perang fitnah yang lebih besar lagi.
Jadi bila kebebasan pers dianggap penting, maka sebenarnya yang jauh lebih penting lagi adalah etika ketika menyuarakan kebebasan tersebut.
Salam.
Namun, sebagaimana setiap sisi baik memiliki juga sisi buruk, begitu pula dengan hal ini. Bagaimanapun, setiap media dituntut untuk menyajikan informasi lebih dulu dan tampil paling cepat di antara sumber-sumber yang lain. Karena itu filter atau kontrol dari setiap tulisan kemudian menjadi berkurang. Kita tak lagi sempat berpikir, apakah tulisan kita akan mencerahkan konsumen-pembaca ataukah justru semakin memperkeruh suasana?
Setiap kali ada peristiwa penting, demi agar tampil terdepan, kita langsung mem-publish apa yang menjadi pemikiran kita. Tanpa adanya filter yang baik, tulisan kita bukan hanya tidak berbobot namun juga bisa menjadi sarana yang tepat untuk menyerang pihak lain.
Maka kebebasan pers ini menjadi penting eksistensinya, agar kita tak lagi dijejali informasi sepihak dari media-media mainstream yang memiliki kepentingan terhadap lembaga atau figur tertentu. Keberadaan jurnalisme warga juga menjadi dibutuhkan untuk melatih kepekaan kita terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di negeri ini.
Namun tetap yang tidak boleh ketinggalan adalah kontrol atau filter dari diri kita sendiri. Jangan sampai informasi dan opini yang kita "lempar" ke publik pada akhirnya justru memicu perang fitnah yang lebih besar lagi.
Jadi bila kebebasan pers dianggap penting, maka sebenarnya yang jauh lebih penting lagi adalah etika ketika menyuarakan kebebasan tersebut.
Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 27, 2014