Thursday, March 27, 2014

ujungkelingking - Kebebasan Pers Mencari Etika


Semenjak era reformasi digaungkan, kebebasan pers sudah mulai kita nikmati. Salah satu hasil kecilnya adalah bebasnya kita meng-update status di media sosial atau menulis di blog pribadi tanpa takut dibredel atau ditangkap.

Kebebasan Pers
Image: antaranews


Namun sebenarnya pencapaian yang paling menonjol adalah bermunculannya media-media berbasis jurnalisme warga (citizen journalisme). Sebut saja Kompasiana, Kabar Indonesia, Pasang Mata, Citizen6, Inilah.Com, dsb. Meski media-media tersebut memiliki format yang berbeda-beda, namun semuanya memiliki satu visi yang sama. Yaitu memberikan tempat bagi masyarakat umum untuk me-reportasi dan ber-opini tentang peristiwa atau kejadian yang baru terjadi atau sedang hangat diperbincangkan.

Namun, sebagaimana setiap sisi baik memiliki juga sisi buruk, begitu pula dengan hal ini. Bagaimanapun, setiap media dituntut untuk menyajikan informasi lebih dulu dan tampil paling cepat di antara sumber-sumber yang lain. Karena itu filter atau kontrol dari setiap tulisan kemudian menjadi berkurang. Kita tak lagi sempat berpikir, apakah tulisan kita akan mencerahkan konsumen-pembaca ataukah justru semakin memperkeruh suasana?


Setiap kali ada peristiwa penting, demi agar tampil terdepan, kita langsung mem-publish apa yang menjadi pemikiran kita. Tanpa adanya filter yang baik, tulisan kita bukan hanya tidak berbobot namun juga bisa menjadi sarana yang tepat untuk menyerang pihak lain.

Maka kebebasan pers ini menjadi penting eksistensinya, agar kita tak lagi dijejali informasi sepihak dari media-media mainstream yang memiliki kepentingan terhadap lembaga atau figur tertentu. Keberadaan jurnalisme warga juga menjadi dibutuhkan untuk melatih kepekaan kita terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di negeri ini.

Namun tetap yang tidak boleh ketinggalan adalah kontrol atau filter dari diri kita sendiri. Jangan sampai informasi dan opini yang kita "lempar" ke publik pada akhirnya justru memicu perang fitnah yang lebih besar lagi.


Jadi bila kebebasan pers dianggap penting, maka sebenarnya yang jauh lebih penting lagi adalah etika ketika menyuarakan kebebasan tersebut.

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 27, 2014

Wednesday, March 26, 2014

ujungkelingking - Tips Membuat Acara Reuni via Media Sosial


Undangan Reuni
Image: Kaskus

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa media sosial dewasa ini sudah menjadi sarana yang sangat erat dengan kehidupan kita (baca: masyarakat urban). Media sosial pun sudah naik fungsinya dari yang tadinya hanya sekedar sebagai sarana pelampiasan emosi menjadi alat untuk menangguk rejeki. Fungsi lainnya yang tak kalah penting, ia bisa menghubungkan banyak individu dari berbagai tempat dan lokasi. Memang inilah tujuan sebenarnya dari diciptakannya jejaring sosial. Hal yang terakhir inilah yang akan kita bicarakan dalam postingan kali ini.

Media sosial sebagai alat penghubung individu-individu tersebut awalnya memang tidak banyak dibutuhkan ketika kita masih berkumpul secara nyata dengan teman, sahabat atau keluarga kita. Namun ketika semunya harus berjauhan -karena banyak faktor- barulah media penghubung ini menjadi diperlukan.

Salah satu contoh paling mudah dalam pemanfaatan sosmed sebagai media penghubung adalah membuatnya menjadi undangan (baca: ajakan) untuk membuat suatu acara yang sifatnya non-formal (untuk acara yang formal, masih lebih etis jika kita menggunakan cara konvensional). Apalagi semuanya sudah dilengkapi fitur Group, Circle -atau istilah lainnya- yang hal ini memudahkan kita untuk mengirimkan pesan undangan ke banyak tujuan, ataupun ke orang-orang tertentu saja.

Misalnya kita ingin mengajak teman-teman lama kita untuk mengadakan acara reuni. Memang untuk facebook sudah ada fitur "Buat Undangan", tapi tentu tidak mungkin kita tiba-tiba langsung membuat undangan reuni tanpa melibatkan teman-teman untuk menanyakan kesediaannya. Kalau harus dimusyawarahkan lebih dulu, didatangi atau ditelpon satu-persatu, lalu di mana fungsi media sosialnya?

Maka perlu ada cara-cara tertentu, agar ajakan ini bisa diterima (baca: disetujui) oleh semua anggota tanpa kita perlu bertemu atau bertamu dengan masing-masing anggota.

Tips-tips berikut ini mungkin bisa kita praktekkan jika kita ingin membuat sebuah acara reuni dengan sosial media sebagai undangannya.

◄|
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, March 26, 2014

Tuesday, March 25, 2014

ujungkelingking - Manusia, dan Konsep Hukum Tuhan


Menyambung tulisan sebelumnya tentang manusia, dan potensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, bahwa dalam fungsinya manusia sebagai mandataris (pelaksana tugas), Allah telah memberikan konsep-konsep untuk dipatuhi manusia.

Bahwa kemudian manusia memang diberikan kewenangan untuk melakukan segala sesuatunya untuk perbaikan dirinya dan lingkungannya, itu benar. Namun tetap dengan catatan bahwa langkah-langkah yang diambilnya adalah tanpa melanggar batas-batas konsep ilahi tersebut.

Konsep yang dimaksud oleh sang Khatib adalah hukum yang lima, yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Namun jika mau diperingkas sebenarnya cuma ini saja: 

  • Wajib dan sunnah, berarti kerjakan. 
  • Haram dan makruh, berarti tinggalkan.

Maka jika mau dipermudah, konsep hukum yang lima itu pada akhirnya hanya akan menjadi 2 kategori saja. Halal dan haram. Baik dan buruk. Ibadah dan maksiat. Putih dan hitam.


Grey area, dan bagaimana menyikapinya


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia yang serba dinamis ini kita kemudian dihadapkan pada "kategori ketiga". Kita biasa menyebutnya grey area atau wilayah abu-abu. Yaitu suatu keadaan yang sukar diputuskan -dan menjadi perdebatan- ia masuk ke dalam kategori halal atau haram? Hal ini bisa dikarenakan ilmu kita yang belum memadai, atau memang lingkungan mendukung untuk menutup-nutupi kebenaran hukum tersebut.

Dalam menyikapi wilayah grey area ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah memberikan batasannya.

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ،
فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (absurd) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan."
[Bukhari, Muslim]

*Sengaja hadits ini saya potong sampai di sini, karena lebih panjang pada versi lengkapnya.

Dari konteks yang tersirat kita menjadi mengerti bahwa wilayah grey area sebenarnya lebih cenderung kepada haram. Karena itu, mereka yang mampu menjauhi sesuatu yang syubhat adalah termasuk orang-orang yang paling dibenci oleh iblis. Dan beruntunglah orang-orang di kelompok ini.

Jika perbuatan haram itu kita analogikan sebagai jurang, maka hal-hal yang termasuk ke dalam grey area ini adalah ibarat kita bermain-main di pinggir jurang. Sungguh sesuatu yang amat berbahaya. Sebab ketika sekejap kita lengah, jatuhlah kita.

Maka dari penjabaran Rasulullah di atas, kita paham bahwa sejatinya grey area itu tidak pernah ada. Yang ada hanyalah hitam atau putih. Diridhai oleh Allah atau dimurkai oleh-Nya. Cara pandang kitalah yang nyatanya memunculkan adanya istilah tersebut.

Maka kalau kita kembali pada konsep di atas, bisa kita ringkaskan menjadi, 

  • Halal, berarti silahkan dikerjakan.
  • Haram dan syubhat, berarti harus dihindari.

*Disarikan dari khutbah Jum'at, 14 Maret 2014
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, March 25, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!