Wednesday, March 26, 2014

ujungkelingking - Tips Membuat Acara Reuni via Media Sosial


Undangan Reuni
Image: Kaskus

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa media sosial dewasa ini sudah menjadi sarana yang sangat erat dengan kehidupan kita (baca: masyarakat urban). Media sosial pun sudah naik fungsinya dari yang tadinya hanya sekedar sebagai sarana pelampiasan emosi menjadi alat untuk menangguk rejeki. Fungsi lainnya yang tak kalah penting, ia bisa menghubungkan banyak individu dari berbagai tempat dan lokasi. Memang inilah tujuan sebenarnya dari diciptakannya jejaring sosial. Hal yang terakhir inilah yang akan kita bicarakan dalam postingan kali ini.

Media sosial sebagai alat penghubung individu-individu tersebut awalnya memang tidak banyak dibutuhkan ketika kita masih berkumpul secara nyata dengan teman, sahabat atau keluarga kita. Namun ketika semunya harus berjauhan -karena banyak faktor- barulah media penghubung ini menjadi diperlukan.

Salah satu contoh paling mudah dalam pemanfaatan sosmed sebagai media penghubung adalah membuatnya menjadi undangan (baca: ajakan) untuk membuat suatu acara yang sifatnya non-formal (untuk acara yang formal, masih lebih etis jika kita menggunakan cara konvensional). Apalagi semuanya sudah dilengkapi fitur Group, Circle -atau istilah lainnya- yang hal ini memudahkan kita untuk mengirimkan pesan undangan ke banyak tujuan, ataupun ke orang-orang tertentu saja.

Misalnya kita ingin mengajak teman-teman lama kita untuk mengadakan acara reuni. Memang untuk facebook sudah ada fitur "Buat Undangan", tapi tentu tidak mungkin kita tiba-tiba langsung membuat undangan reuni tanpa melibatkan teman-teman untuk menanyakan kesediaannya. Kalau harus dimusyawarahkan lebih dulu, didatangi atau ditelpon satu-persatu, lalu di mana fungsi media sosialnya?

Maka perlu ada cara-cara tertentu, agar ajakan ini bisa diterima (baca: disetujui) oleh semua anggota tanpa kita perlu bertemu atau bertamu dengan masing-masing anggota.

Tips-tips berikut ini mungkin bisa kita praktekkan jika kita ingin membuat sebuah acara reuni dengan sosial media sebagai undangannya.

◄|
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, March 26, 2014

Tuesday, March 25, 2014

ujungkelingking - Manusia, dan Konsep Hukum Tuhan


Menyambung tulisan sebelumnya tentang manusia, dan potensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, bahwa dalam fungsinya manusia sebagai mandataris (pelaksana tugas), Allah telah memberikan konsep-konsep untuk dipatuhi manusia.

Bahwa kemudian manusia memang diberikan kewenangan untuk melakukan segala sesuatunya untuk perbaikan dirinya dan lingkungannya, itu benar. Namun tetap dengan catatan bahwa langkah-langkah yang diambilnya adalah tanpa melanggar batas-batas konsep ilahi tersebut.

Konsep yang dimaksud oleh sang Khatib adalah hukum yang lima, yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Namun jika mau diperingkas sebenarnya cuma ini saja: 

  • Wajib dan sunnah, berarti kerjakan. 
  • Haram dan makruh, berarti tinggalkan.

Maka jika mau dipermudah, konsep hukum yang lima itu pada akhirnya hanya akan menjadi 2 kategori saja. Halal dan haram. Baik dan buruk. Ibadah dan maksiat. Putih dan hitam.


Grey area, dan bagaimana menyikapinya


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia yang serba dinamis ini kita kemudian dihadapkan pada "kategori ketiga". Kita biasa menyebutnya grey area atau wilayah abu-abu. Yaitu suatu keadaan yang sukar diputuskan -dan menjadi perdebatan- ia masuk ke dalam kategori halal atau haram? Hal ini bisa dikarenakan ilmu kita yang belum memadai, atau memang lingkungan mendukung untuk menutup-nutupi kebenaran hukum tersebut.

Dalam menyikapi wilayah grey area ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah memberikan batasannya.

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ،
فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (absurd) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan."
[Bukhari, Muslim]

*Sengaja hadits ini saya potong sampai di sini, karena lebih panjang pada versi lengkapnya.

Dari konteks yang tersirat kita menjadi mengerti bahwa wilayah grey area sebenarnya lebih cenderung kepada haram. Karena itu, mereka yang mampu menjauhi sesuatu yang syubhat adalah termasuk orang-orang yang paling dibenci oleh iblis. Dan beruntunglah orang-orang di kelompok ini.

Jika perbuatan haram itu kita analogikan sebagai jurang, maka hal-hal yang termasuk ke dalam grey area ini adalah ibarat kita bermain-main di pinggir jurang. Sungguh sesuatu yang amat berbahaya. Sebab ketika sekejap kita lengah, jatuhlah kita.

Maka dari penjabaran Rasulullah di atas, kita paham bahwa sejatinya grey area itu tidak pernah ada. Yang ada hanyalah hitam atau putih. Diridhai oleh Allah atau dimurkai oleh-Nya. Cara pandang kitalah yang nyatanya memunculkan adanya istilah tersebut.

Maka kalau kita kembali pada konsep di atas, bisa kita ringkaskan menjadi, 

  • Halal, berarti silahkan dikerjakan.
  • Haram dan syubhat, berarti harus dihindari.

*Disarikan dari khutbah Jum'at, 14 Maret 2014
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, March 25, 2014

Monday, March 24, 2014

ujungkelingking - Manusia, dan Potensinya Sebagai Khalifah


Kajian ini adalah materi khutbah pada Jum'at kemarin (14/03/14) yang belum sempat saya tulis ulang.

Sang Khatib membuka khutbah dengan sebuah ayat dari surah Al-Baqarah ayat 30. Ayat ini berbicara tentang rencana Allah subhanahu wa ta'ala yang akan menciptakan manusia.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang 'khalifah' di muka bumi." 

Biasanya, kata "khalifah" dalam ayat di atas diterjemahkan sebagai pemimpin atau penguasa. Yaitu orang yang berwenang atau memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi oleh sang Khatib, kata "khalifah" di sini lebih dimaknai sebagai mandataris. Yaitu orang yang diberi mandat, diberi wewenang atau diberi amanah untuk melakukan sesuatu. Istilah lainnya adalah sebagai pelaksana tugas.

Pendefinisian yang terakhir ini menurut saya jauh lebih tepat. Karena manusia sebenarnya tidak punya kuasa apa-apa terhadap apapun. Manusia pada hakikatnya hanyalah mandataris, maka dia seharusnya melaksanakan apa yang telah di-embankan kepadanya. Karena itu manusia tidak berhak membuat konsep. Sebaik-baik pembuat konsep hanyalah Allah subhanahu wa ta'ala. Pelaksana tugas hanya menerapkannya saja.


Penciptaan Adam, bukti kepercayaan Allah terhadap manusia


Penciptaan manusia sebagai pelaksana konsep yang diberikan Allah rupanya adalah sebuah "profesi" yang amat penting. Profesi ini merupakan bukti bahwa Allah memberi kepercayaan kepada manusia. Saking pentingnya profesi ini sampai-sampai para malaikatpun "iri", dan mencoba bernegosiasi dengan maksud untuk mengambil alih profesi ini.

Mereka (para malaikat) berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?"

Secara kasarnya, malaikat ingin bilang kenapa tugas (sebagai mandataris) ini tidak diserahkan kepada dirinya (para malaikat) saja, yang secara kasat mata pasti lebih nurut kepada Allah? Secara ibadah, jelas malaikat lebih banyak taatnya daripada manusia. Dan jelas malaikat tidak pernah berbuat dosa.

Tanpa mendebat Allah hanya menjawab,

Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Allah adalah Allah. Cara-Nya seringkali misterius. Ia hendak mengajarkan kepada manusia -melalui malaikat- agar manusia berpikir kenapa kepercayaan ini justru diberikan kepada manusia yang seringkali lalai?

Allah Maha Tahu tentang seberapa tinggi potensi kita. Maka Dia tidak mungkin salah pilih. Dia juga tidak mungkin membebankan sesuatu kepada makhluk-Nya jika makhluk tersebut tidak bakal mampu menanggungnya. Maka menjadi jelas bahwa manusia-lah satu-satunya makhluk yang mampu mengemban tugas penting ini.


Kita sudah diciptakan. Maka secara otomatis, tugas itu sudah berada di pundak kita. Apa yang sudah dikonsepkan-Nya, lakukan!

Dengan mengembangkan semua potensi yang ada, kita akan bisa menunaikan amanah ini. Masih terlalu pagi untuk menyerah. Jika kita berhasil, maka derajat kita bisa jauh lebih tinggi daripada malaikat. Namun jika menolak, itu berarti kita telah ingkar. Ingkar terhadap fitrah diri kita, juga ingkar terhadap Dzat yang telah menghidupkan kita.

Laa haula wa laa quwwata illa billah.

***

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang 'khalifah' di muka bumi."
Mereka (para malaikat) berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?"
Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
[Al-Baqarah: 30]
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 24, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!