Monday, January 20, 2014

ujungkelingking - Darimana Datangnya Saran?


Sebuah saran yang baik bisa datang dari siapa saja dan di mana saja. Seringkali tak direncanakan, sehingga dia menjadi sebuah cerita yang menarik.

Cerita berikut ini adalah cerita bagaimana akhirnya saya dapat memperoleh saran yang sangat bagus dalam berdagang dari seseorang yang sama sekali tidak saya kenal.

***

Selepas shalat Dhuhur di sebuah masjid, tiba-tiba saja saya kepingin makan mie ayam. Ah, kalau di depan masjid ini ada, beli di situ saja, pikir saya. Sayangnya, selain penjual baju dan sepatu, tidak tampak ada penjual mie ayam di situ. Akhirnya saya pun memutuskan untuk langsung pulang saja.

Setelah memacu motor beberapa lama, tiba-tiba mendadak mesin motor saya mati. Waduh, ada apa pula ini? Saya langsung bergerak ke pinggir dan berhenti untuk memeriksanya. Belakangan saya baru ingat, ketika parkir untuk shalat di masjid tadi saya menutup kran bensin biar tidak menetes (maklum motor tua). Dan saya lupa untuk membukanya kembali ketika menghidupkan motor.

Yang menarik, saya kemudian menyadari bahwa tempat saya menghentikan motor tadi tepat di sebelah penjual mie ayam. H-hee... Jadilah akhirnya saya memesan satu porsi mie ayam untuk dimakan di tempat.

Namun sebenarnya bukan itu hal menariknya


Ketika saya sudah menyelesaikan makan, sebuah mobil berhenti di tempat penjual mie ayam itu. Lalu turun seorang bapak yang masih sangat gagah (usianya saya taksir masih kurang dari 50 tahun) dan seorang perempuan yang masih cukup muda. Belakangan saya baru tahu kalau perempuan ini adalah istri ketiganya, wow!. Rupanya mereka ingin makan mie ayam di tempat itu juga. 

Sambil basa-basi terjadilah percakapan antara saya dan bapak tersebut. Bapak tersebut sudah memiliki 2 orang putra. Yang pertama sudah lulus sarjana informasi, sedang yang kedua sekarang bekerja di sebuah bank. Ketika saya tanya kerja di mana, bapak tersebut hanya mengatakan "di pelabuhan". Saat saya tebak apakah bekerja di EMKL, bapak tersebut menggeleng. Sambil tersenyum bapak tersebut hanya menjawab, ada-lah, mas. Namun, dari percakapan kami selanjutnya saya yakin orang yang sedang saya ajak bicara ini punya posisi penting di pelabuhan, karena bapak ini tahu semua "pergerakan" kapal-kapal ekspedisi yang ke luar pulau.

"Baru pulang kerja, mas?" Tanya bapak tersebut kepada saya. Saya mengiyakan.

"Lho, hari minggu begini masih kerja?" Tanyanya lagi.

Saya pun akhirnya harus menjelaskan bahwa saya sedang mencoba berdagang sepatu. Sepatu anak-anak dan ber-merk, tambah saya.

Namun alih-alih mendapat apresiasi, saya justru "ditembak" dengan pertanyaan yang cukup menohok,

"Jual (sepatu) itu menjanjikan tah?"

Saya melongo.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, January 20, 2014

Friday, January 17, 2014

ujungkelingking - Jangan Menjadi Kelompok Kelima


Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah bersabda tentang 5 kelompok manusia yang kita diharapkan menjadi salah satu dari kelompok pertama, kedua, ketiga atau keempat. Namun jangan sampai kita menjadi bagian dari kelompok yang kelima.

Sabda Nabi, "Jadilah kalian [1] 'aaliman; [2] atau muta'alliman; [3] atau mustami'an; [4] atau muhibban; [5] dan jangan kalian menjadi (kelompok) yang kelima..." 
(Perawi tidak disebutkan)

Siapa sajakah kelompok-kelompok ini?

Kelompok pertama: 'Aaliman


'Aalimaan berarti orang yang berilmu, atau orang yang memiliki pemahaman. Ini tentu sejalan dengan ayat pertama yang diturunkan kepada umat muslimin yang merefleksikan bahwa seorang muslim haruslah menjadi seseorang yang terpelajar dan luas pemahamannya. Iqra'!

Namun, jika hal tersebut tidak dapat tercapai oleh kita, maka oleh Nabi kita diharapkan termasuk ke dalam kelompok kedua,

Kelompok kedua: Muta'alliman


Kelompok ini berarti mereka yang (mau) belajar. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam usahanya menuntut ilmu. Jadi, jika kita tidak bisa menjadi orang yang berilmu, setidaknya kita menjadi orang yang serius dalam menuntut ilmu.

Kelompok ketiga: Mustami'an


Kalaupun kita gagal menjadi kelompok kedua, Nabi masih mengharapkan kita menjadi kelompok yang ketiga. Yaitu mereka yang mau mendengarkan nasehat kebaikan. Jangan pernah menolak nasehat dalam kebaikan, dari manapun datangnya, dari siapapun yang mengatakan.  Dengan itu mudah-mudahan kita semua tidak mendapat stempel sombong dari Allah subhanahu wa ta'ala.

Kelompok keempat: Muhibban


Bila ternyata kita tidak bisa menjadi salah satu dari kelompok di atas, Nabi masih menyediakan satu tempat lagi. Muhibban adalah kelompok orang yang benar-benar mencintai kebaikan. Bila ada nasehat yang ditujukan kepada dirinya, meski belum bisa melaksanakannya, dia merasa senang dengan itu. Bila dia mendengar ada pengajian-pengajian atau majelis ilmu, meski mungkin tidak bisa datang, dia sudah merasa bersyukur. Bila ada orang yang melakukan kebaikan, meski dia belum mampu menirunya, dia senang melihatnya.

Jadi, jika ternyata kita tidak termasuk ke dalam ketiga kelompok yang disebut di awal, seenggak-enggaknya kita tidak menjadi orang yang antipati terhadap hal-hal yang baik.

Kelompok kelima


Kelompok terakhir inilah yang disebut Nabi sebagai kelompok yang celaka. Mereka adalah orang-orang yang tidak memilki pemahaman, namun tidak suka mencari ilmu, tidak suka pula mendengarkan nasehat, dan tidak senang dengan sesuatu yang baik. Jika bukan celaka namanya, apalagi?

Maka, sudah sepatutnya kita menata dan memperbaiki diri agar kita tidak termasuk ke dalam kelompok yang disebut terakhir ini. Na'udzubillahi min dzalik.


*diambil dari khutbah Jum'at, siang ini.  
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, January 17, 2014

Thursday, January 16, 2014

ujungkelingking - Mushalla & Toilet: Di sini


Sehubungan dengan pengelola gedung yang sedang membangun gedung baru, maka dengan terpaksa akses menuju masjid sebelah, ditutup. Dampaknya, sebagian besar tenant yang awalnya shalat di masjid sebelah beralih ke mushalla kecil bin iprit di lantai dua.

Anda bisa bayangkan sendiri, penghuni gedung 20 lantai -meski tidak semua- harus shalat di tempat yang sangat tidak cukup untuk menampung semua jama'ah itu. Jadilah kami shalat pakai kloter-kloteran. Satu shaft laki-laki hanya berisi 7 atau 8 orang saja. Sedangkan satu "kloter" bisa 3-4 shaft. Yang lain harus berkumpul di belakang menunggu giliran shalat. Alhasil yang kebetulan shalatnya lebih awal menjadi serba susah, karena jangankan untuk shalat sunnah ba'diyah, untuk berdzikir agak panjang aja sungkan sebab tempat musti gantian. Apalagi mereka yang kebetulan masbuq di kloter pertama. Belum selesai menyempurnakan kekurangan raka'at, calon kloter kedua sudah ber-iqamat. Buyar deh konsentrasi.

Lain di sini, lain pula di luar


Kalau kita tengok kondisi mushalla di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi, keadaannya jauh lebih mengenaskan lagi. Sudahlah sempit, terus cuma terletak di salah satu lantai saja, sudah gitu dekat toilet pula. #Sempurna

Malah kalau lihat papan petunjuknya lebih membuat miris: 

Sumber: notesfirmansyafei.blogspot

Ada lagi yang agak luas dikit. Tapi letaknya di lantai pualiiing atas, yang eskalatornya tidak pernah menyala. Gabung sama parkiran mobil. Tapi tentu yang ini masih lebih mending ketimbang yang deket toilet tadi, yang kebanyakan memang seperti itu.

Saya kemudian menjadi bertanya-tanya, kenapa fasilitas seperti mushalla ini terkesan "asal ada"?

Tentu saja dalam asumsi saya semua ini tidak lepas dari faktor pendapatan pengelola gedung. Daripada memperluas mushalla, jauh lebih menguntungkan menyewakan space yang kosong tadi untuk para tenant. Lagipula, dari sekian ribu pengunjung mall tersebut, berapa sih orang Islam yang shalat di sana? Toh, semuanya sibuk berbelanja.

Coba saja perhatikan kalau pas waktu shalat Dhuhur atau Ashar tiba, berapa orang yang datang untuk shalat. Bisa dihitung dengan jari. Anggap saja yang beragama Islam jumlahnya separuh dari pengunjung yang datang, lalu bila dibandingkan dengan mereka yang datang ke mushalla, ketemu berapa persen?

Jadi cukup masuk akal jika kemudian pengelola gedung/mall membuat tempat shalat yang seadanya. Sebab orang yang shalat di sana ternyata gak banyak-banyak amat.

*peace
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 16, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!