Friday, December 6, 2013

ujungkelingking - Pertahanan saya jebol sudah...

Setelah hampir seminggu-an bertahan dengan obat flu yang beli di tetangga dan jahe "kepruk" bawa dari rumah, rupanya sakit flu-batuk-demam-pusing saya tak juga hengkang dari ini badan. Akhirnya dengan terpaksa saya pun menuruti teriakan istri saya yang menyuruh untuk menemui bidan di desa sebelah. 

Sebenarnya penyakit seperti flu ini masih bisa dimasukkan ke dalam kategori penyakit yang self-disease, artinya bisa sembuh dengan sendirinya. Namun karena ada hal yang saya langgar (yaitu istirahat yang banyak), jadilah penyakit ini awet ngendon di tubuh saya.

Selepas Isya', dengan ditemani istri dan kedua bocah saya, kami pun berangkat ke bidan. Lucu juga ya, kan yang sakit saya, yang nyetir sepeda tetap saja saya. Dengan kata lain, saya-lah yang sedang mengantar diri saya sendiri berobat ke bidan. H-hee...

Jarak rumah bidan sekitar satu kilo-an dari rumah saya. Namun harus melewati tuang, dimana sebelah kiri adalah areal persawahan yang lumayan luas sedangkan di sebelah kanannya adalah lahan perkebunan yang ditanami tebu. Otomatis udara dingin langsung menyergap ketika melewati daerah tersebut, apalagi tadi sore hujan telah turun dengan lebatnya.

Sesampainya di tempat bidan -setelah ditanyai keluhannya apa- saya pun segera diperiksa, disuntik, diberi obat (enam macam, bro!), bayar, dan pulang.

Dalam perjalanan pulang, lamat-lamat saya mendengar nyanyian Susan yang Punya Cita-Cita.

"Susan, Susan, Susan besok gede mau jadi apa?
Aku kepingin pinter, biar jadi dokter

Kalau, kalau, kalau jadi dokter, kamu mau apa?
Mau suntik orang lewat jus... jus... jus..."


*Untuk dialog selanjutnya, gak perlu dibahas di sini ya!

Gak etis.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 06, 2013

Monday, December 2, 2013

ujungkelingking - Setelah melalui proses birokrasi yang njilmet, seorang wartawan infotainment akhirnya berhasil menemui Kepala Desa untuk wawancara terkait keadaan desa yang tengah menjadi perbincangan hangat.

Wartawan: "Pak, ada informasi, katanya di kampung ini ada perempuan yang hamil duluan?"

Kades: "Benar, malah tidak cuma satu."

Wartawan: "Tidak cuma satu? Maksudnya, Pak?"

Kades: "Ya, banyak mas yang seperti itu di sini."

Wartawan: "Berarti ini masalah yang gawat ya, Pak. Lalu langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh perangkat Bapak?"

Kades: "Ah, biasa aja, mas. Gak usah terlalu lebay menanggapi hal-hal semacam ini."

Wartawan: "Lho, kok bisa biasa aja, Pak? Ini kan cermin sudah bobroknya moral generasi muda kita?"

Kades: "Ah, gak juga. Di kampung sebelah juga begitu. Di kampung sebelahnya lagi juga ndak jauh beda."

Wartawan: "Waduh, saya kok bisa ketinggalan berita gini ya? Orang tua mereka gimana, Pak?"

Kades: "Ya, nggak gimana-gimana.. Malah mereka senang."

Wartawan: "Kok malah senang sih Pak, anak perempuannya hamil duluan?"

Kades: "Mas, mas… sampeyan ini gimana toh, dimana-mana yang namanya perempuan itu ya hamil duluan baru melahirkan. Memang sampeyan pernah liat yang melahirkan dulu baru hamil? Ada-ada saja SAMPEYAN ini!"

Wartawan: ???????

***

Lelucon di atas adalah lelucon yang pernah saya tulis di sebuah blog keroyokan, Kompasiana, dengan sedikit perubahan. Namun, lelucon hanyalah lelucon. Beda lelucon beda pula dengan fakta yang ada.

Seperti yang dilansir IndonesiaRayaNews.com (28/11/13), Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), dr. Julianto Witjaksono menyatakan bahwa satu dari dua remaja usia produktif pernah melakukan hubungan suami-istri.

Beliau ia juga mengungkapkan adanya peningkatan angka kehamilan anak di luar nikah. Tahun 2012 sudah tercatatat 48,1% kasus kehamilan ini. Dan hal ini terjadi pada anak-anak berusia 15-19 tahun.

Kita tentu miris melihat kenyataan ini. Minimnya pendidikan agama, ditunjang dengan lingkungan yang serba permisif menjadikan anak-anak kehilangan kontrol dirinya. Hubungan seksual dengan bukan pasangan sahnya bukan menjadi hal yang aneh di kalangan remaja. Bahkan mereka yang belum pernah "mencicipi" hal tersebut dikatakan kuno dan ketinggalan jaman.

Parahnya, pemerintah seolah merestui hal ini. Terbukti dalam rangka memperingati hari AIDS Sedunia, pemerintah melalui Menteri Kesehatan membuat progam yang bertajuk Pekan Kondom Nasional. Rencananya, kondom-kondom ini akan dibagi-bagikan secara gratis kepada mereka yang beresiko terkena paparan virus HIV.

Meski ada juga yang mengklaim bahwa kondom cukup efektif untuk mencegah penularan HIV, namun permasalahan sesungguhnya bukanlah di situ. Perilaku remaja terhadap seks bebaslah yang harus diatasi.

Pemblokiran konten-konten porno, penutupan lokalisasi dan warung remang-remang, mempersulit izin diskotik, menutup praktek-praktek aborsi ilegal merupakan cara-cara yang lebih relevan untuk menanggulangi HIV dalam konteks seks bebas. Namun alih-alih membasminya, kita malah melegalisasi-nya dengan pembagian kondom gratis. #Haduh!


*Ah, ini hanyalah uneg-uneg iseng dari rakyat yang bukan siapa-siapa.

Semoga kita dan keluarga kita dihindarkan dari hal-hal semacam ini dan dampak-dampaknya. Aamiin. 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 02, 2013
ujungkelingking - Mungkin rekan-rekan sudah membaca berita di koran kemarin tentang seorang pengemis yang kedapatan membawa uang 25 juta rupiah. Uang tersebut adalah hasil dari mengemis selama 15 hari! Hitung sendiri pendapatan ibu ini dalam satu bulan. Jauh diatas gaji seorang direktur.

Melihat fakta semacam ini banyak kemudian teman-teman saya yang akhirnya mulai meng-evaluasi cara mereka bersedekah kepada seorang pengemis. Sebagian mulai menerapkan langkah "hati-hati" sebelum memberikan sedekah mereka, sebagian yang lain lebih memperbesar sikap prasangka mereka. Sebagian lagi -yang lebih logis- memilih memberikan sedekah mereka bukan kepada pengemis, akan tetapi memberikan uang lebih kepada penjual koran, pedagang asongan, dan mereka-mereka yang setidaknya ada usaha untuk mendapatkan uang.

Tentu dalam hal ini saya tidak sedang menvonis -bahwa ini yang benar, bahwa ini yang salah- atas langkah-langkah yang diambil teman-teman saya di atas. Namun, saya akan mencoba mencari titik tengahnya di sini.

Mereka yang bersikap hati-hati dalam memberi berarti mengambil sikap hanya memberikan sedekahnya kepada yang mereka yakin betul-betul tidak mampu sehingga mengemis menjadi jalan hidupnya. Bagi saya, hal ini bisa saja dilakukan ketika kita sudah mengenal betul si peminta-minta tersebut. Tapi ketika kita baru bertemu pengemis tersebut untuk pertama kali, tentu tidak mungkin kita menanyainya, "Anda betul-betul pengemis atau tidak?" Sementara untuk berprasangka buruk, kita pun dilarang. Maka dalam kondisi di atas, pilihan kita hanyalah "tidak memberi" atau "memberi".

Ketika pilihan kita jatuh pada "tidak memberi", tidak ada jaminan bahwa ketika bertemu dengan pengemis yang lain kita akan memberi. Sebaliknya, jika kita "memberi", sedikit banyak akan timbul perasaan jangan-jangan dia bukan orang yang benar-benar membutuhkan? Atau jangan-jangan rumahnya di desa gedong?. Jangan-jangan... sedekah kita salah alamat? (Bila berkenan, rekan-rekan bisa membaca hadits tentang ini pada artikel saya yang berjudul Sedekah yang Salah Alamat).

Bagi saya, bila menghadapi rasa was-was seperti itu, yakinkan saja dalam hati kita bahwa Allah itu Maha Pengatur Rejeki. Artinya, jika memang uang yang kita berikan kepada seseorang bukan menjadi rejeki orang tersebut, maka uang itu pasti akan "lari" dari orang tersebut, entah bagaimana caranya.

Jadi bila kita bertemu dengan seorang pengemis yang menurut pandangan umum memang layak diberi sedekah, maka bersedekahlah. Tak jadi soal dia berpura-pura atau tidak. Atau doakan saja agar sedekah kita itu bisa bermanfaat bagi orang tersebut.

***

Lalu bagaimana dengan orang yang bersedekah dengan cara memberi uang lebih kepada pedagang, dsb? Mana yang lebih baik antara orang ini dan orang yang bersedekah kepada pengemis tanpa berprasangka dan pilih-pilih?

Buat saya, keduanya baik. Keduanya benar. Lah, kalau keduanya benar, lalu mana yang salah? Yang salah adalah mereka yang sok milih-milih orang tapi pada akhirnya tidak jadi memberi juga.

Naudzu billahi min dzalik. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat kikir dan pelit ini.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 02, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!