ujungkelingking - Bila dalam artikel ini saya menggunakan judul Inilah Alasan Kenapa Kita Harus Menulis yang Baik-Baik Saja, bukan berarti ini adalah satu-satunya alasan. Apa yang akan saya tulis ini hanyalah salah satu saja dari sekian alasan-alasan yang mengharuskan kita untuk menuliskan hal-hal yang baik saja. Dan alasan ini tidak berhubungan dengan agama manapun.
Sebenarnya postingan ini terinspirasi dari catatan seorang teman di lingkaran G+ saya. *Colek mbak Iyang Alfaroeq, hihi...
***
Kita seringkali secara langsung mengungkapkan apa yang ada di dalam benak kita ke publik, entah itu melalui social media atau blog. Apa yang sedang kita rasakan, saat itu juga secara spontan langsung kita update di status kita. Yang kita rasakan itu bisa jadi rasa kecewa, lalu kita mengungkapkan kekecewaan kita. Atau mungkin sakit hati, lalu kita menumpahkan kemarahan kita. Atau sedih, dan berharap orang lain merasa kasihan kepada kita. Atau kesal, dan sebagainya.
Tentu saja sebagai pemilik, kita bebas menulis apapun di akun kita. Hanya masalahnya, seringkali kita lupa bahwa apa yang kita ungkapan di dalam status-status kita itu bersifat abadi, tidak seperti diary yang suatu saat bisa usang. Tulisan-tulisan itu tidak akan hilang sampai kapanpun, kecuali bila kita sendiri yang menghapusnya.
Karena itulah bila ungkapan-ungkapan yang buruk, ucapan yang tidak pantas dan kata-kata kotor atau gerutuan yang tidak jelas yang kita tulis di akun kita, maka hal-hal itu akan tetap ada sampai setahun, dua tahun, duapuluh tahun yang akan datang. Sampai anak-anak kita dewasa dan pada akhirnya mengerti "siapa kita" melalui tulisan-tulisan yang kita tinggalkan tersebut. Sangat disayangkan.
Saya tidak tahu seperti apa model teknologi media sosial atau blog di masa yang akan datang. Yang jelas tidak mungkin semakin terbelakang. Bisa saja anak atau cucu kita dapat dengan mudah menemukan "kita" meski akun kita tidak memakai nama yang sebenarnya. Lalu kemudian anak-cucu kita melihat kita yang tukang marah, suka menggerutu, senang mengumpat dan mencaci-maki?
Malu, ah!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, June 28, 2013