Tuesday, April 30, 2013

ujungkelingking - Sebenarnya jeprat-jepret dan utak-atik foto bukanlah hobi saya. Namun setelah beberapa kali teman-teman saya di Kompasiana dan G+ membahas tentang software pengolah foto milik mereka, saya jadi berpikir kalau photo editor milik saya tidaklah terlalu "ketinggalan jaman". Photoscape, namanya. Meski software ini terbilang cukup simpel alias sederhana, namun dengan dengan sedikit sentuhan "profesional", maka voila...! Foto Anda sudah siap diikutkan dalam lomba fotografi, hahayyy...

Berikut ini adalah beberapa fitur yang dimiliki photoscape.

Photoscape - Home

Pada tampilan Home terlihat beberapa pilihan menu yang diberikan semisal Viewer, Editor, Batch Editor, Page, Combine, AniGif, dsb. Namun pada kali ini penulis akan fokus pada Combine, Page dan Editor saja.

1. COMBINE

Fitur ini bisa Anda gunakan bila ingin menjajar 2 buah foto atau lebih. Tersedia tiga macam posisi, yaitu Down (berjajar vertikal), Side (horizontal), dan Checker, yang bisa diatur menjadi hingga 24 kolom.

Combine - Checker dengan 2 kolom

2. PAGE

Fitur yang ini sebenarnya sama seperti Combine, namun Anda akan lebih leluasa memasang banyak foto dengan posisi yang diinginkan karena fitur ini menyajikan hingga 110 pilihan bentuk page frame!

Lebih komplit dengan beragam pilihan page frame

3. EDITOR

Kita tentu sepakat bahwa menu editing adalah "nyawa" bagi setiap aplikasi pengolah foto. Dalam photoscape banyak pilihan pengaturan yang bisa di-optimize, dari yang standart seperti Color Adjusment, Cropping, Clipboard Image and Icon, Adding Text, sampai pengaturan yang rada-rada pro.

Editor - Region (Out of Focus) - Blur

Region (Out of Focus) - Pastel


Menambahkan frame dan teks dengan lebih fun!

Itu adalah sebagian saja dari fitur-fitur yang dimiliki photoscape. Tentu, masih banyak lagi menu-menu yang belum penulis kuasai dengan baik.

Namun, bagi Anda yang tertarik menjajal aplikasi ini boleh unduh (gratis) di www.photoscape.org

Selamat berkreasi!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, April 30, 2013

Friday, April 26, 2013

ujungkelingking - Pada postingan sebelumnya, yaitu Ajal Bukan Hanya Untukmu, saya sudah membahas tentang kematian. Untuk kali ini saya ingin menarik benang merah dari panjang umur seseorang dihubungkan dengan sikap hidupnya yang konsumtif (boros). Artikel ini saya beri judul Teori Korelasi Antara Batas Umur dan Sikap Konsumtif Manusia.

Jelas teori ini belum pernah diuji. Dan mungkin tak akan pernah bisa diuji karena melibatkan Dia, Yang Maha Berkehendak.

Teori ini berbunyi, "Orang yang konsumtif lebih cepat berkurang jatah umurnya daripada orang yang tidak konsumtif". Ini berarti agar bisa memperpanjang umur, seseorang tidak boleh berlaku konsumtif alias boros.

Apakah memang seperti itu? Mari kita analisis.
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya disempurnakan, sekalipun rezekinya terlambat (datang) kepadanya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram."
[Shahih Ibnu Majah no. 1743, Ibnu Majah II: 725 no. 214]

Ini mengindikasikan bahwa ketika seseorang meninggal berarti rejeki yang telah menjadi jatah untuk dirinya sudah sempurna (habis). Siapa yang menghabiskan? Tentu dirinya sendiri melalui perilaku dalam hidupnya.

Setiap kita memiliki jatah rejekinya sendiri-sendiri. Ketika rejeki tersebut habis, maka disitulah saatnya ajal kita. Sehingga, logika yang bisa dimunculkan adalah, jika kita bisa 'menghemat' rejeki kita -yaitu dengan meniggalkan pola hidup konsumtif- maka harapan untuk memperpanjang jatah umur kita menjadi lebih besar.

Kita ambil contoh yang paling dekat, misalnya: pecandu rokok, pecandu obat-obatan atau minuman keras (apologize for the offense, but I have to give an example). Dalam banyak penelitian medis diungkapkan bahwa ketika seseorang merokok maka dikatakan bahwa jatah umurnya akan berkurang. Yang lain menyebutkan bahwa dengan satu hisapan rokok bisa mengurangi umur sekian menit. Penelitian tersebut tentu bukan hasil dari pengamatan sementara. Hal ini bisa jadi karena dengan membeli rokok berarti dia telah memboroskan uangnya (uang = rejeki), dan dengan merokok dia telah memboroskan kesehatannya (kesehatan = rejeki). Maka dengan menghambur-hamburkannya berarti sama dengan menghabiskannya dengan cepat.

Begitu juga yang terjadi pada pecandu obat-obatan atau minuman keras. Maka menjadi tak heran jika kita disuguhi banyak berita tentang orang-orang yang meninggal karena over dosis atau yang meninggal setelah pesta miras. Hal tersebut terjadi karena jatah rejeki mereka yang berupa kesehatan, disia-siakan.

Dengan ini kemudian lahir teori turunannya bahwa banyak rejeki berbanding lurus dengan panjangnya umur.

***

Kalau begitu apakah kita harus bersikap pelit dan anti sedekah dalam rangka 'menghemat' rejeki?

Dihemat atau tidak, rejeki kita pastilah akan habis pada waktunya. Jadi bersikap pelit dan anti sedekah bukanlah solusi yang benar, karena justru balasan bagi orang yang pelit justru adalah pendeknya umur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Tidak satu hari pun dimana seorang hamba berada padanya kecuali dua Malaikat turun kepadanya. Salah satu di antara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Sedangkan yang lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta (rejeki, pen.) orang yang kikir.'"
[Bukhari, Muslim]
Cukup jelas kemudian bahwa bersikap pelit, kikir dan bakhil adalah justru mempersempit rejeki diri kita sendiri. Dan jika rejeki sudah sempit (sedikit), maka jatah umur kita juga sedikit.

Maka terhadap rejeki yang dianugerahkan kepada kita sudah menjadi kewajiban untuk kita syukuri. Dan yang dimaksud dengan bersyukur itu adalah: menggunakan rejeki tersebut sebagaimana kehendak Yang Maha Pemberi Rejeki. Secara eksplisit yaitu bersedekah atau membuat rejeki itu bermanfaat kebaikan bagi banyak manusia.

Karena itulah bagi orang-orang yang gemar bersedekah, maka baginya dijanjikan tentang panjangnya umur. Bukankah sering dikatakan bahwa sedekah itu dapat menolak bala' dan memperpanjang umur?
Yang dapat menolak takdir adalah doa, dan yang dapat memperpanjang umur adalah kebajikan (amal).
[Ath-Thahawi]
Hal ini tentu sejalan dengan teori di atas.



Benarkah ada korelasi antara bersedekah dan panjang umur?

Benar. Karena ketika seseorang bersedekah maka sebenarnya harta (baca: rejekinya) tidak menjadi berkurang, akan tetapi justru bertambah. Ini juga berarti jatah umurnya menjadi bertambah pula.
Tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah... bertambah... dan bertambah.
[At-Tirmidzi]
Di samping itu, para peneliti menemukan bahwa ketika seseorang berhadapan dengan situasi stres, mereka yang terbiasa membantu orang lain lebih rendah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini pernah disampaikan  peneliti Michael J. Poulin, PhD, asisten profesor psikologi di Universitas Buffalo, seperti dilansir di Dailymail.

Penelitian sebelumnya oleh Greater Good Science Center di California menegaskan bahwa efek kebiasaan menolong itu seperti candu. Bersedekah dikatakan membuat bagian otak mengeluarkan hormon dopamin, yang memberikan efek bahagia. Yang pada akhirnya berpengaruh kualitas kesehatan dan memperpanjang umur.

***

Lalu ada pertanyaan, bagaimana dengan si A yang hidup hemat namun meninggal muda, sedang si B yang konsumtif justru masih hidup hingga sekarang?

Jawabannya -tentu saja- karena jatah rejeki untuk setiap orang berbeda-beda. Ada yang diberi jatah rejeki sedikit dan ada pula yang diberi jatah rejeki melimpah.

Secara matematis bisa kita analogikan seperti ini. Kita umpamakan saja si A mendapat jatah rejeki 10. Dan karena dia bukan orang yang konsumtif, sehari dia hanya menghabiskan 1 dari rejekinya. Maka pada hari kesepuluh rejekinya habis dan disitulah ajalnya tiba. Sedang si B mungkin saja mendapat jatah rejeki 100, sehingga meski dalam sehari dia menghabiskan 5 atau 7 dari jatah rejekinya, dia tidak akan mati dalam sepuluh hari (karena jatah rejekinya belum habis).

Dan terakhir sebagai penutup, seperti yang sudah saya singgung di awal postingan bahwa teori ini jelas tak mungkin bisa diuji, karena semuanya tergantung kehendak Yang Memiliki Segenap Takdir. Namun demikian ada 3 hal yang tetap bisa kita imani, yaitu bahwa,
  1. Balasan atau pahala yang berlipat bagi yang bersedekah adalah PASTI.
  2. Hukuman atau siksa bagi yang pelit adalah PASTI.
  3. Berbuat baik bagi manusia, maka meski jasad berkalang tanah, nama kita tetap akan dikenang dan menjadi teladan bagi yang masih hidup. Ini juga dinamakan panjang umur.
Apabila anak Adam wafat putuslah semua amalnya kecuali tiga hal: yaitu (1) shodaqah jariyah, (2) pengajaran dan penyebaran ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, dan (3) anak yang mendoakannya.
[Muslim]
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, April 26, 2013

Thursday, April 25, 2013

ujungkelingking - Kemarin, salah seorang teman perempuan di kantor menangis terisak-isak. Usut punya usut, ternyata dirinya baru saja mendapati kabar bahwa ibundanya yang di desa, meninggal dunia.

Sedih karena ditinggal pergi orang yang paling berpengaruh dalam hidup kita, itu sudah pasti. Namun yang paling membuatnya menyesal adalah karena sehari sebelumnya dirinya sudah diminta menjenguk ibunya di desa. Akan tetapi karena suatu hal (saya tidak mau berprasangka buruk disini), permintaan tersebut ditundanya. Dan kemarin, berita itu datang ketika dia sedang berkutat dengan pekerjaan kantornya...

Hanya penyesalan yang tersisa. Waktu tak pernah bisa diundur kembali.

***

Seringkali kita mendengar ungkapan "kita tak pernah tahu kapan ajal kita". Ungkapan ini biasanya digunakan sebagai pengingat agar kita senantiasa mempersiapkan diri, membawa sebanyak-banyaknya ibadah untuk bekal kita ketika nanti dipanggil oleh-Nya.

Namun, kita sering lupa bahwa ungkapan yang sama bisa saja terjadi pada orang-orang di sekeliling kita dan orang-orang terkasih kita. Orang-orang terkasih itu bisa saja sosok ibu atau ayah, pasangan kita, buah hati kita, atau siapapun yang dekat dengan kita.

Betapa banyak orang yang menyesal karena tak sempat mengungkapkan rasa sayangnya kepada orang-orang terkasih mereka. Jika Anda berada bukan pada posisi teman saya tersebut, mungkin Anda akan menyayangkan sikap teman saya tersebut. Namun, apapun komentar kita tidak akan mengubah apapun. Nasi sudah menjadi bubur.

Yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini adalah, cerita tentang teman saya itu biarlah tetap menjadi cerita bagi kita, yang akan selalu mengingatkan kita akan perlunya mengungkapkan perasaan kita terhadap orang-orang terkasih di sekeliling kita.

Bukti berupa perbuatan memang lebih baik, namun ungkapan berupa kata-kata seringkali memberi makna lebih dari apa yang telah kita lakukan.

I lop yu pul.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 25, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!