Monday, February 25, 2013

ujungkelingking - Sampaikanlah kebenaran walaupun pahit, begitu bunyi hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu'abu 'l-Iman.

Menyampaikan kebenaran. Yap, istilah ini lebih saya sukai daripada kata 'berdakwah' yang kesannya kok "mimbar" banget, hehe.

Setiap yang kita lakukan mengandung tujuan. Lalu apa tujuan kita menyampaikan sebuah kebenaran?

Bagi kita yang masih beginner, tentunya maksud dan tujuan kita menyampaikan sebuah kebenaran adalah sederhana sekali, yaitu sekedar menggugurkan kewajiban bahwa perintah sudah dilaksanakan.

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [Bukhari]

Ini tentu mengandung pengertian bahwa siapa saja bisa menyampaikan kebenaran apa saja -walaupun tentang hal yang sederhana- meski nantinya, sang penyampai dituntut paham apa yang disampaikannya -dan sudah melaksanakannya.

Melaksanakan suatu perintah agama hanya karena sekedar menggugurkan kewajiban saja adalah sebuah tujuan yang sangat dangkal. Karena sebenarnya ada tujuan yang lebih dalam daripada itu, yaitu sampainya pesan kebenaran tersebut terhadap orang lain.

Lalu jika yang terakhir ini yang menjadi tujuan kita, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan agar penyampaian kebenaran ini bisa sampai (baca: diterima)?


Hal baik yang disampaikan dengan salah akan berakibat tidak baik

Kesalahan yang seringkali dilakukan oleh para penyampai kebenaran "pemula" adalah langsung to-the-point terhadap masalah (hukum). Ini haram, itu dilaknat, yang ini wajib-tidak bisa tidak!

Tentu saja hal tersebut tidak menjadi masalah, jika: (1) Orang yang menerima pesan bukanlah orang yang awam dengan Islam, atau minimal se-aliran dengan sang penyampai; (2) Sang penyampai adalah orang yang sudah dikenal tinggi jam terbangnya dalam bidang ini.

Satu misal saja, ketika seorang Mamah Dedeh mengatakan haram bagi wanita muslim yang tiidak berjilbab, maka pendengar hanya akan mengangguk-anggukkan kepala, entah setuju atau tidak. Namun ketika seorang "pemula" yang mengatakan hal yang sama, maka pendengar akan mengatakan, "Sopo kowe, wani ngelarang aku?" (Siapa kamu, kok berani melarang saya?).

Dan bila pendengar sudah mengatakan hal ini, maka bisa dipastikan bahwa penyampaian kebenaran tidak akan berjalan baik.

***

Orang-orang yang akan menerima kebenaran yang kita sampaikan tentu bermacam-macam cara pandang cara berpikirnya. Jika se-aliran, tentu mudah saja. Jika tidak, ditambah lagi dengan kredibilitas kita yang belum diakui maka jika teknik to-the-point yang diterapkan, alih-alih menerima kebenaran, orang-orang justru akan lari menghindar.

Islam, melalui Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam mengajarkan bagaimana cara menyampaikan sebuah kebenaran agar mudah diterima.


Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, February 25, 2013

Friday, February 22, 2013

ujungkelingking - Ada seseorang yang sering berdoa meminta sesuatu kepada Allah.

Orang ini begitu shaleh, ibadahnya baik. Perintah-Nya dilakukan, larangan-Nya ditinggalkan. Tapi doa yang diminta tak kunjung terkabul.

Terus dan terus berdoa, namun masih belum terkabul juga.

Dia melihat teman kantornya. Orangnya biasa saja. Tak istimewa. Sholat masih bolong-bolong. Kelakuannya juga sering nggak beres, sering tipu-tipu dan bohong sana-sini. Tapi anehnya, apa yang dia doakan, semuanya dipenuhi.

Orang yang shaleh ini pun heran. Akhirnya, dia mendatangi seorang Ustadz. Diceritakanlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Tentang doanya yang sulit terkabul padahal dia taat, sedangkan temannya yang bandel, malah mendapat apa yang dia inginkan.

Tersenyumlah Ustadz ini. Bertanyalah sang Ustadz kepadanya,

"Kalau Anda sedang duduk-duduk di warung, kemudian datang pengamen. Tampilannya urakan, main musiknya gak bener, suaranya fals, bagaimana?"

Orang shaleh tadi menjawab, "Segera saya kasih pak Ustadz, gak tahan ngeliat dan ndengerin dia lama-lama di situ, sambil nyanyi pula."

"Kalau pengamennya yang datang rapi," lanjut sang Ustadz, "Main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana?"

"Wah, kalo yang begitu, saya dengerin Ustadz. Saya akan biarkan dia menyanyi sampai habis. Lama pun nggak masalah. Kalau perlu saya suruh nyanyi lagi, bahkan sampai se-album pun saya rela. Kalau pengamen yang tadi saya kasih 500, yang ini 10.000 juga berani, Ustadz."

Sang Ustadz pun tersenyum bijak. "Begitulah,

Allah, ketika melihat engkau yang sholeh datang menghadap-Nya, Allah betah mendengarkan doamu. Allah suka melihat kamu. Dan Allah ingin sering bertemu kamu dalam waktu yang lama. Bagi Allah, memberi apa yang kamu minta itu gampang sekali. Gampang sekali. Tapi Dia ingin menahan kamu agar khusyuk, biar dekat sama Dia.

Coba bayangkan seandainya doamu cepat dikabulkan, apa kamu bakal sedekat ini dengan-Nya? Dan yakinlah, di penghujung nanti apa yang kamu dapatkan akan jauh lebih besar dari apa yang kamu minta.

Berbeda dengan temanmu itu. Allah gak mau dia deket-deket sama Dia. Sudah, biar bergelimang dosa saja dia. Makanya Allah buru-buru memberi. Sudah. Jatahnya ya segitu saja, tidak mungkin dtambah.

Dan yakinlah, kalaupun apa yang kamu minta ternyata tidak Allah kabulkan sampai akhir hidupmu, masih ada akhirat. Sebaik-baik pembalasan adalah jatah surga bagi kita. Tidak akan kekurangan kita di situ."

Tidak akan kekurangan kita di situ.

di-share dari seorang teman di GooglePlus.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, February 22, 2013
ujungkelingking - Pada suatu artikel di detikhealth telah disebutkan beberapa manfaat -secara medis, tentu- yang diterima tubuh ketika kita mau memaafkan kesalahan orang lain.

Dalam Islam sendiri telah banyak ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk mudah memaafkan dan menjauhi sifat dendam. Seperti kita ketahui bahwa dendam adalah salah satu dari sifat Iblis laknatullah alaihi.

Agar dendam tidak berkembang dalam hati, ada beberapa hal yang harus kita ingat ketika seseorang berperilaku buruk kepada kita. Namun saya coba ringkaskan saja dalam 4 poin saja.

  • Semua atas ijin Allah

Ingatlah bahwa perbuatan orang itu kepada kita tidak lepas dari kehendak Allah subhanahu wa ta'alaa. Allah menginginkan hal itu terjadi terhadap kita dan pastilah akan ada hikmah dibalik hal tersebut.

  • Dosa menimbulkan keburukan
 
Ingatlah dosa-dosa kita. Karena tidaklah keburukan menimpa kita melainkan karena sebab dosa-dosa kita. Ingatlah juga bahwa balasan yang kita akan dapatkan pasti sesuai dengan perbuatan yang kita lakukan.

Menyibukkan diri dengan istighfar dan bertaubat adalah jauh lebih baik daripada sibuk mencela dan mencari-cari cara untuk membalas. Dan jika kita memaafkan, Allah pun akan memaafkan kita.


وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim." [Asy-Syuuraa: 40]

  • Sabar adalah setengah dari keimanan

Ingatlah bahwa sabar adalah setengah dari keimanan. Jika kita bersabar, maka kita berarti sedang
menjaga keimanan kita. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam tidak pernah sekali pun dendam karena urusan pribadinya. Jika itu terjadi kepada orang yang paling mulia, bagaimana dengan kita?
Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda:
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya, dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya." [Muslim]

  • Sabar adalah penggugur dosa

Ingatlah bahwa kesabaran itu akan menjadi penggugur dosa kita dan pengangkat derajat kita. Dan itu akan melahirkan kebaikan yang lain, dan kebaikan itu akan melahirkan kebaikan-kebaikan yang lain lagi dan begitu seterusnya. Karena diantara balasan kebaikan itu adalah kebaikan berikutnya.


وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." [Fusshilaat: 34]

"Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan sikap memaafkan melainkan kemuliaan”
(Muslim).

Diedit kembali dari risalah "Qaa`idatun fi 'sh-Shabr", Ibnu Tamiyyah dalam "Jaami'u 'l-Masaa`il" vol. 1, hal. 177-181
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, February 22, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!