Saturday, November 24, 2012

ujungkelingking - KH. Agus Ali Mashuri, seorang ulama' yang juga pengasuh di Pesantren Bumi Sholawat -kebetulan pesantren ini dekat dengan tempat tinggal saya- pernah menulis di tweetnya begini, "Jangan sekali-kali merasa malu memberi walaupun sedikit, sebab tidak memberi pasti lebih sedikit nilainya".

Dok. Pribadi

Saya sangat tertarik dengan kata-kata tersebut, karena bagi saya kata-kata tersebut dapat memotivasi untuk lebih sering memberi (baca: bersedekah), meski dalam jumlah yang tidak seberapa. Namun tentu saja, memberi lebih banyak akan jauh lebih banyak nilai (pahalanya).
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menfkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulirnya seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqaraah:261)

Banyak yang menulis tentang keajaiban sedekah. Bahwa setiap sedekah itu akan dibalas hingga 700 kali lipat! Atau minimal 10 kali lipat berdasarkan keumuman ayat di bawah ini;
Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Al-An'aam:160)

Inilah janji Allah. Dan ketika Allah sudah berjanji, maka hal itu hakikatnya bukanlah janji melainkan ketetapan-Nya. Dan segala ketetapan-Nya pastilah akan terjadi.

Nah, fakta menariknya adalah bahwa Allah tidak pernah butuh terhadap amal baik atau sedekah kita. Karena itulah setiap kali kita bersedekah, maka sedekah itu akan langsung dikembalikan kepada kita dengan lebih banyak dan segera! Jika kita bersedekah Rp.10.000,- misalnya, maka uang itu akan dikembalikan kepada kita dengan jumlah minimal Rp.100.000,-. Ini minimal lho, dan ini bisa dibuktikan!

Namun yang harus diingat adalah bahwa pengembalian Allah itu tidak selalu berbentuk uang. Pengembalian dari Allah itu bisa saja berupa benda, hadiah dari seseorang, atau keselamatan. Misalnya, biaya untuk operasi patah tulang karena  kecelakaan motor adalah sekitar satu juta rupiah. Namun karena kita pagi hari tadi sempat bersedekah seratus ribu, maka Allah memberi pengembalian berupa diselamatkan dari kecelakaan motor sehingga kita tidak jadi mengeluarkan uang untuk operasi.

Memang, segala yang baik perlu dipaksakan pada awalnya. Butuh latihan. Apalagi ketika kita merasa bahwa uang yang ada pada kita tinggal sedikit, sehingga bersedekah meski cuma beberapa ribu akan terasa sangat berat.


Lalu, bagaimana mensiasatinya?

Islam, menilai lebih untuk kontinuitas. Hal yang remeh namun istiqomah lebih dihargai daripada hal yang besar namun cuma "sekali pakai".

Jadi seperti ungkapan yang saya kutip diatas, mulailah bersedekah setiap hari meski seribu atau dua ribu rupiah. Tak peduli kepada siapa, pengemis atau pengamen, anak jalanan atau penjaga perlintasan kereta api. Tidak peduli akan digunakan untuk apa uang tersebut, jangan sok ikut-ikutan mengatur rejeki orang. Ada Allah yang Maha Mengatur. Maksudnya begini, jika memang uang pemberian kita itu adalah merupakan rejeki bagi orang tersebut, maka uang itu akan bermanfaat bagi dia. Namun, jika uang itu bukanlah rejeki dia, maka akan ada saja cara uang itu berpindah darinya tanpa ada nilai pahala dan manfaatnya.

Dan jangan pikirkan uang itu lagi. Ini definisi ikhlas, menurut saya. Tidak akan terasa berat jadinya.

Yang berat itu hanya jika kita tidak ikhlas.

Setelah itu, tunggulah pengembalian dari Allah. Jika Anda diberi banyak, maka lebih banyaklah lagi dalam memberi. Itu definisi syukur.

Dan selalulah ingat bahwa pengembalian yang paling berguna bagi kita adalah pengembalian berupa kesehatan. Karena saat kita sakit, harta yang banyakpun sering tak banyak membantu.

Bersegeralah dalam bersedekah. Karena bala' bencana itu tidak pernah bisa mendahului sedekah. (Hadits Rasulullah)

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, November 24, 2012

Monday, November 19, 2012

ujungkelingking - Menyampaikan dakwah kepada masyarakat awam bukanlah hal yang mudah. Seringkali bukan penerimaan yang didapat, namun justru penolakan yang keras.

Apa yang salah?

Hidayah memang milik Allah, namun Dia membuat hidayah itu teranugerahi kepada seseorang melalui usaha. Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam –tauladan kita- mencontohkan, ketika beliau mengutus shahabat Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhumaa untuk berdakwah ke Yaman beliau menyampaikan pesan yang cukup singkat kepada keduanya.
"Mudahkan urusan dan jangan mempersulit. Beri kabar gembira dan jangan membuat mereka lari." (Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal sholat Isya' bersama Rasulullah lalu pulang ke masjid kampungnya di Bani Salimah dan mengimami sholat orang-orang di sana dengan membaca surat Al-Baqarah. Karena sholat tersebut cukup panjang, seorang laki-laki kemudian ada yang keluar dari barisan dan memilih sholat sendiri. Maka setelah itu Mu’adz menegurnya. Laki-laki ini tidak terima dan mengadu kepada Rasulullah bahwa sholat Mu’adz terlalu panjang sedangkan dia telah lelah bekerja seharian. Rasulullah pun menegur Mu’adz, lalu bersabda,
“Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat lari orang lain.”

Kita, sering tanpa sadar menjadi orang yang termasuk dalam sabda Rasulullah di atas ketika kita mendakwahkan hal-hal yang memberatkan mereka, yaitu dengan menekankan hal-hal yang sunnah “seolah” menjadi wajib, dan menekankan hal mubah “seolah” menjadi makruh atau bahkan haram.

Tulisan ini bukan untuk melemahkan semangat kita untuk menjalankan yang sunnah dan menjauhi yang mubah, namun untuk memberi pengertian bahwa seringkali kita mendakwahkan sesuatu yang tanpa kita sadari ternyata memberatkan objek dakwah kita, yaitu dengan mengesankan bahwa yang sunnah itu wajib, dan yang mubah itu makruh atau haram.

Dakwahkanlah bagi mereka yang awam, yang mudah dan tidak menyulitkan, supaya tidak lari duluan. Yang wajib dulu dan yang paling mudah mereka terima, sebelum yang sunnah. Ketika mendakwahkan hal-hal yang diharamkan Allah, juga perlu pelan-pelan. Jangan sampai belum apa-apa sudah bid’ah, sudah haram. Mungkin tidak ada yang salah dari dakwah itu, namun semua itu ada urutannya, ada tahapnya.

Diambil dari Muslim.or.id
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, November 19, 2012

Monday, November 5, 2012

ujungkelingking - Rasulullah shallahu alaihi wa salaam sedang bersama sahabat-sahabat beliau: Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib, radhiallahu anhum. Mereka bertamu ke rumah Ali radhiallahu anhu, dan istrinya Fathimah Az Zahra radhiallahu anha -putri kesayangan Rasulullah- menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan, sehelai rambut ikut di dalam mangkuk itu. Rasulullah kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut. Mangkuk yang cantik, madu yang manis, dan sehelai rambut.

Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu berkata, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut."

Umar bin Khattab radhiallahu anhu berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Utsman bin Affan radhiallahu anhu berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Fathimah Az Zahra radhiallahu anha berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Rasulullah shallahu alaihi wa salaam berkata, "Seseorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Malaikat Jibril alaihissalaam berkata, "Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Sumber: kisahislami.com
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, November 05, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!