Monday, February 13, 2012

Ilustrasi: google
ujungkelingking - Hampir semingguan ini saya sama sekali tidak memposting tulisan baru. Yang saya lakukan hanya membaca-baca beberapa postingan yang saya anggap menarik, sambil berkomentar sedikit-sedikit.

Kalau ditanya, kenapa tidak ikut memposting tulisan? Macam-macamlah jawaban saya. Mulai dari pekerjaan yang menumpuk, tugas baru yang membutuhkan konsentrasi tinggi, atau bad mood yang memasuki level advance, sampai jawaban yang paling benar dan paling rasional: M.A.L.A.S. (Hahaha...) Wah, kalau sudah sampai pada titik ini biasanya seseorang akan berkata, "mau diapakan lagi, lha wong lagi malas", karena bagi kebanyakan orang, penyakit malas ini tidak ada "obat"nya.

Karena itulah, hari-hari terakhir kemarin saya gunakan untuk menganalisa, kira-kira apa benar malas itu tidak ada obatnya? Dan kalau ada, kira-kira apa obat yang paling cocok? Dan mulailah saya menginterogasi beberapa kenalan saya. Singkat cerita, jawaban paling banyak adalah, refreshing. Tapi...

Ada jawaban yang paling cocok menurut saya, dan ini saya dapatkan dari bapak saya sendiri lho (hohoho...). Begini, jika kita sedang malas melakukan sesuatu, maka obatnya adalah: mengerjakan sesuatu itu. Jangan yang lainnya. Sebab jika kita justru melakukan hal yang lainnya, maka sesungguhnya penyakit malas kita itu belum terobati.

Jika kita malas jalan-jalan, maka untuk mengatasinya adalah dengan berjalan-jalan. Bukan dengan tidur, misalnya. Sebab jika kita mengatasi "malas jalan" dengan "tidur", maka sesungguhnya penyakit "malas jalan" itu belum tersolusikan. (Wah dapat istilah baru, nih!. Tersolusikan!)

Jadi, sederhananya, jika Anda sedang malas menulis, maka menulislah. Jika Anda sedang malas mencari ide, searching-lah. Jika Anda sedang malas bekerja, maka bekerjalah. Dan malas Anda sudah tersolusikan.

Selamat pagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, February 13, 2012

Tuesday, February 7, 2012

ujungkelingking - Ctrl + Z atau undo adalah suatu istilah untuk membatalkan perintah yang baru saja dibuat -yang belum di save.

Sayangnya, menu ini cuma ada dalam program komputer. Tidak ada dalam dunia nyata. Dalam kehidupan riil kita, semua yang kita perbuat secara otomatis sudah ter-save, sehingga tak mungkin lagi bisa kita undo apalagi delete. Apa yang kita ucapkan, kita lakukan tidak akan bisa ditarik kembali.

Karena itulah diperlukan konsep "berpikir sebelum bertindak". Bukan bertindak sambil berpikir, apalagi bertindak sebelum berpikir!

Memang, banyak yang sudah paham dengan prinsip ini, banyak yang sudah sadar. Tapi apakah itu cukup? 

#Hm, kita bahas yang lain dulu…

Meminjam ungkapan seorang ulama' besar, Sayyid Quthb, beliau mengatakan bahwa "waktu" itu bukan bilangan waktu, akan tetapi bilangan kesadaran. Artinya, semakin matang (baca: tua!) kita, seharusnya semakin sadar kita akan intisari hidup.

Lantas, apa hubungannya antara berpikir sebelum bertindak dengan kesadaran? 

#Sebentar, saya mau minum dulu. Haus,

Ngomong-ngomong soal minum, anda tahu bahwa kebutuhan tubuh akan air adalah sekitar 2 liter perhari? Itu setara dengan kurang lebih delapan gelas untuk setiap harinya. Nah lho, apa hubungannya?

Begini, banyak orang "sadar" dengan teori 2 liter perhari tersebut, tapi berapa orang yang concern melaksanakannya?

Atau semua orang sadar bahwa menggunakan lajur untuk kendaraan lain berpotensi menimbulkan kemacetan yang lebih parah, tapi berapa banyak yang mengindahkannya?

Atau -kalau sok politis- semua orang paham bahwa korupsi, suap, dkk adalah budaya kotor yang akan menghancurkan sebuah bangsa, tapi lagi-lagi, berapa persen yang bisa menolak?

Karena itu sikap sadar saja ternyata belum cukup bagi kita. Hendaknya kemudian diikuti dengan tindakan yang –mau tidak mau- harus dimulai dengan proses berpikir benar. Mudah-mudahan dengan itu kita bisa tumbuh –sedikit demi sedikit- menjadi warga-warga yang membangun bangsa.

Semoga.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, February 07, 2012

Wednesday, February 1, 2012

ujungkelingking - Terkait dengan kejadian "Xenia Maut" (metro.vivanews.com) yang menewaskan 9 orang pejalan kaki di Tugu Tani, Jakarta Pusat, dalam sebuah acara diskusi yang ditayangkan di sebuah televisi swasta, Sudjiwo Tedjo, salah seorang pembicara dalam diskusi tersebut sempat mengatakan begini; "Kalau kita memberantas narkoba karena kebencian, maka kalau bukan anaknya pasti cucunya kena (narkoba, pen.). Karena karma itu ada.".

Tentu saja pendapat ini langsung disanggah oleh Ust. Guntur Bumi yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Dalam Islam, kita tidak mengenal karma. Allah subhanahu wa ta'ala menfirmankan bahwa Dia tidak akan mengubah nasib keadaan seseorang, jika orang tersebut tidak mau (berusaha) mengubah keadaan dirinya. Dalam hal ini, bagaimana mungkin jika kita melaksanakan nahi munkar -memberantas kejahatan lalu kemudian anak atau cucu kita bakal terkena kejahatan tersebut?

Dan jika karma itu memang ada, lalu dimana letak rahman rahiimnya Allah?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, February 01, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!