Tuesday, June 14, 2011

ujungkelingking - Berdasarkan studi baru, selera atau pola makan anak lebih banyak dipengaruhi oleh ayah, dan bukan ibu. Menurut Alex McIntosh, sosiolog Texas AgriLife Research yang memimpin penelitian, seperti dilansir Indiavision, Senin (13/6/2011) bahwa pria yang suka makan makanan junk food akan lebih cenderung memiliki anak-anak yang juga memiliki kebiasaan serupa.

Menurut Journal of Nutrition Education and Behaviour, pilihan makanan seorang pria akan berpengaruh kelak pada pilihan makanan anak-anaknya. Faktor ayah -bahkan- lebih kuat mempengaruhi anak ketimbang faktor dari ibu.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ayah lebih berpengaruh terhadap kegemukan pada anak daripada ibu. Studi ini menunjukkan bahwa ayah lebih toleran atau permisif –dalam hal makanan- terhadap anak-anaknya.

Berbeda dengan ibu yang lebih memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang akan diberikan pada anak-anaknya, seorang ayah cenderung lebih membiarkan anaknya memilih makanan apa saja yang ia suka, apalagi bila makanan tersebut juga merupakan kesukaan ayahnya, termasuk makanan cepat saji atau junk food.

Selain itu, ekspresi wajah orangtua juga turut mempengaruhi selera makan anak. Jika anak-anak melihat orangtuanya bahagia atau tersenyum saat mengonsumsi makanan tertentu maka kondisi ini akan membuat anak menginginkan makanan tersebut. Sebaliknya, jika diberikan ekspresi jijik cenderung membuat anak-anak tidak mau mengonsumsinya. Maka, jika seorang anak tidak menyukai makanan tertentu, dengan memberikannya ekspresi wajah yang menyenangkan akan membuat anak lebih terbuka terhadap makanan tersebut.

Sylvie Rousset, peneliti dari French National Institute for Agricultural Research menuturkan bahwa anak-anak lebih mungkin meniru emosi orang-orang disekitarnya, karena itu ekspresi wajah yang muncul saat mengonsumsi makanan akan memiliki dampak yang lebih besar pada anak-anak dibanding orang dewasa. Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Obesity.

Sumber: detikHealth
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 14, 2011

Monday, June 13, 2011

ujungkelingking - Sabtu, 11 Juni 2011 kemarin, pabrik di tempat saya bekerja mengadakan training in house bertajuk “Awareness & Communictions” yang berlokasi di rumah makan-cottage “Waroeng Desa”, Jati Jejer, Trawas.

Berangkat dari pabrik pukul 07.00, dengan diikuti oleh sekitar 80-an karyawan. Sampai di tempat tujuan pukul 08.30. Kami langsung mengikuti training, dengan beberapa kali coffe break dan kami kembali ke pabrik sekitar pukul 18.30.

Tapi bukan itu bagian menariknya. Dengan trainer Pak Yan Cahyana, pemilik brand "RëBORN!" –training based on the right brain- membuat training yang hampir seharian itu begitu impresif bagi saya.

Dalam training itu kami diajari tentang bagaimana mengenali tipikal diri sendiri. Kami diperkenalkan 4 tipe dasar manusia, kelebihan dan kekurangan dari tipe-tipe tersebut, mengklasifikasi seseorang pada tipe-tipe tertentu dan bagaimana menghadapinya, atau bagaimana kita bisa shifting (bergeser) dari satu tipe kepada tipe yang lain sebab bila kita terpaku pada satu tipe saja, maka dampaknya akan sangat buruk. Singkatnya, bagaimana kita bisa memaksimalkan potensi otak kanan kita.

Menarik, karena setelah mengikuti training tersebut, seseorang akan mudah dalam memahami orang lain. Ketika kita melihat seseorang yang kurang baik sifatnya, kita tidak akan mencela –bersu’udzon- terhadapnya. Kita akan memandangnya sebagai sesuatu yang “wajar” karena pada masing-masing tipe pasti ada karakter-karakter yang tidak baik. Ada kelemahan pada masing-masing tipe. Kita akan (benar-benar) paham bahwa tidak ada manusia yang sempurna.

Yang perlu disadari kemudian adalah, seseorang pada tipe tertentu tidak akan bisa berganti (changing) ke tipe yang lain. Yang bisa dilakukan adalah shifting (bergeser). Shifting itu sendiri, kadang kita melakukannya dengan tanpa sadar. Seseorang yang berkecenderungan suka mengalah (tipe III), ketika pada satu waktu dia menyerobot, maka itu berarti dia tengah shifting ke tipe II. Hanya saja dia tidak menyadarinya.

Nah, pada training lanjutan-nya seseorang akan diajari bagaimana shifting dalam keadaan sadar. Artinya kita yang mengendalikan perasaan kita.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 13, 2011
ujungkelingking - Dari definisi dan konteks jihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme (dalam arti melakukan berbagai peledakan bom ataupun bom bunuh diri bukan dalam wilayah perang, seperti di Indonesia) bukanlah termasuk jihad fi sabilillah. Sebab, tindakan tersebut nyata-nyata telah mengorbankan banyak orang yang seharusnya tidak boleh dibunuh. Tindakan ini haram dan termasuk dosa besar berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:


مَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya, Allah pun murka kepadanya, mengutukinya, dan menyediakan baginya azab yang besar.” [QS An-Nisa': 93]

Keagungan jihad tidak boleh dinodai

Telah dijelaskan di awal, bahwa jihad adalah amal yang agung. An-Nawawi, dalam Riyadh ash-Sholihin, membuat bab khusus tentang jihad. Beliau antara lain mengutip sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa salaam sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Hurairah:

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salaam pernah ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Jawab Nabi, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau diitanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Perang di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Haji mabrur."
(HR Bukhari dan Muslim)

Karena itu, sudah seharusnya kaum Muslimin menjaga keagungan jihad. Sebab, di samping makna jihad telah diterapkan dengan kurang tepat, keagungan jihad juga telah sengaja direndahkan oleh orang-orang Kafir. Barat, misalnya, telah lama menyebut Islam sebagai agama 'barbarian' hanya karena mengajarkan jihad. Presiden Bush bahkan menyebut Islam sebagai agama radikal dan fasis, sementara PM Inggris Blair menjuluki Islam sebagai 'ideologi Iblis'.

Semua itu tidak lain sebagai bentuk propaganda mereka agar kaum Muslimin menjauhi aktivitas jihad. Sebab, bagaimanapun Barat menyadari bahwa jihad adalah ancaman terbesar bagi keberlangsungan mereka atas Dunia Islam. Karena itu, Barat bahkan berusaha agar jihad dihilangkan dari ajaran Islam.

Maka, di satu sisi kita jelas tidak setuju jika peledakan bom terhadap masyarakat (termasuk Muslimin) -bukan dalam kondisi perang- dikategorikan sebagai jihad. Sebaliknya, di sisi lain, kita pun harus mewaspadai setiap upaya dari kafir penjajah yang berusaha memanipulasi bahkan menghapuskan ajaran dan hukum jihad dari Islam demi kepentingan politik mereka.


dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 13, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!