Wednesday, August 21, 2013

ujungkelingking - Berhubung masih bau-bau Agustus-an jadi saya anggap masih relevanlah kalau saya memposting artikel ini. Seorang rekan Kompasianer mengingatkan saya akan kesalahan ini, yaitu penggunaan kata "dirgahayu" yang tidak tepat.

Pernah melihat spanduk besar-besar bertuliskan "Dirgahayu Republik Indonesia ke-68"?

Pastinya pernah. Sepintas memang tidak tampak ada yang aneh atau salah dalam tulisan tersebut. Namun jika mengacu definisi "dirgahayu" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, didapati arti sebagai berikut:
dir-ga-ha-yu a berumur panjang (biasanya ditujukan kpd negara atau organisasi yg sedang memperingati hari jadinya).

Sumber: dok. pribadi


Karena itu menjadi tidak tepat jika kalimat "Dirgahayu Republik Indonesia" disambung dengan "ke-68", karena artinya kurang lebih menjadi "Semoga panjang umur Republik Indonesia ke-68". Hm, gak nyambung ya?

Maka jika ingin menggunakan kata "dirgahayu", cukuplah kita menulisnya dengan "Dirgahayu Republik Indonesia", titik. Atau kalau mau menyebutkan "ke-68", kita sebaiknya memakai "Selamat HUT Republik Indonesia ke-68"

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, August 21, 2013
ujungkelingking - Sebagaimana tulisan pada artikel terdahulu, bahwa orang yang berhasil dengan puasanya, maka esensi pengajaran dari bulan Ramadhan akan tetap terbawa pada bulan-bulan selanjutnya.

Kalau pada bulan Ramadhan sholat malamnya, tadarusnya, dan sedekahnya tidak pernah ketinggalan, maka pada bulan-bulan selanjutnya amalan-amalan itu tidak berkurang dari kesehariannya. Kalau ketika puasa kita pandai menjaga ucapan dan mampu mengendalikan nafsu, pun begitu di bulan-bulan berikutnya.

Dalam sebuah pengajian singkat selepas Maghrib (ceritanya saya tulis di sini), disampaikan oleh sang penceramah  bahwa iman itu bisa naik dan bisa pula turun. Al-iimanu yaziiduu wa yanquusu, begitu bunyi haditsnya. Nah, hubungannya dengan paragraf pembuka saya di atas adalah bahwa cara mengukur tingkat keimanan kita adalah dengan melihat bagaimana gairah beribadah kita.

Ketika Ramadhan kita begitu bersemangat untuk beribadah, maka itu adalah tanda bahwa iman kita sedang dalam kondisi naik. Karena itu pertanyaannya, apakah setelah Ramadhan gairah-semangat untuk beribadah itu masih ada pada kita? Jika tidak, berhati-hatilah, karena itu tanda bahwa iman kita sedang merosot.

Lalu bagaimana cara agar iman kita tetap dalam kondisi naik?

Sebagaimana terlihat tandanya pada semangat ibadah kita, maka cara untuk menjaga tingkat keimanan kita adalah dengan tetap menjaga (semangat) beribadah kita. Terus kerjakan, terus pupuk semangat itu.

Lebih lanjut sang penceramah menjelaskan bahwa ketika kita terus memupuk semangat ibadah tersebut, maka pada akhirnya keimanan kita akan sampai pada suatu "tingkatan tertentu". Sang penceramah menyebutnya sebagai, tingkat kematangan iman.

Apa tandanya keimanan kita sudah sampai pada tingkatan tersebut?

Ketika iman itu sudah sampai pada tingkat ke-"matang"-annya, akan ditandai dengan 3 hal:

Pertama, dia menjadikan urusan Allah dan Rasul-Nya di atas urusan-urusan yang lain. Ketika iman sudah menunjukkan tanda ini, maka untuk urusan Allah dan Rasul-Nya dia selalu mendahulukannya daripada urusan-urusan lainnya. Bahkan sang penceramah menganalogikan seperti -maaf- orang yang kebelet buang hajat. Ketika seseorang itu sedang kebelet buang hajat, maka tidak peduli kapanpun dan dimanapun pasti dia akan mendahulukan itu daripada hal-hal yang lainnya.

Contoh paling dekat adalah ketika kita mendengar panggilan adzan. Karena kita tahu adzan (baca: sholat) adalah urusan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka bagi mereka yang sudah sampai pada tingkatan ini, sibuk atau tidak, urusan yang sedang dikerjakannya akan kalah oleh panggilan adzan. Panggilan Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama.

Kedua, dia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri, karena Allah.

Ketiga, dia menjadi benci terhadap kekafiran seperti bencinya ia jika dimasukkan ke dalam api.

Dan pengajian ini pun akhirnya ditutup dengan ayat,


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,"
[Al-Anfaal: 2]

Jadi, teruslah mengaji dan mengkaji Al-Qur'an, membaca dan mempelajarinya, dan semoga kita termasuk seperti ayat di atas.

nb: ditulis dengan keterbatasan ilmu, mohon maaf bila ada yang kurang jelas.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, August 21, 2013

Tuesday, August 20, 2013

ujungkelingking - Kemarin, karena sekalian menyelesaikan pekerjaan kantor, akhirnya saya pun pulang terlambat. Hampir bisa dipastikan, jika saya pulang lebih dari jam setengah lima sore, saya akan mendapati adzan Maghrib sebelum saya sampai di rumah.

Dan memang benar, di tengah perjalanan terdengar adzan Maghrib berkumandang. Biasanya, kalau mendengar adzan seperti ini saya lebih memilih memacu motor lebih kencang agar saya lebih cepat sampai di rumah. Baru kemudian setelah mandi atau istirahat sejenak saya melaksanakan sholat Maghrib, terkadang bersama istri, terkadang pula sendirian.

Masjid pertama saya lewati begitu saja. Pun juga dengan masjid-masjid berikutnya, hingga tak terdengar lagi suara adzan. Namun pada masjid yang kesekian (males ngitung) saya berhenti dan tergerak untuk mengikuti sholat Maghrib di sana. Saya memang jarang sekali berhenti untuk sekedar sholat berjama'ah ketika di perjalanan seperti ini. Bahkan di masjid yang saya datangi kali ini, tercatat hanya sekali saja saya mampir. Itupun karena saya harus membatalkan puasa, pada Ramadhan kemarin.

Ketika saya tiba, tentu saja sholat sudah dimulai. Setelah memarkir motor dan mengambil wudhu, sayapun memasuki jama'ah ketika imam sudah duduk tasyahud awal. Telat 2 rakaat. Sayapun sholat. Dan -tentu- saya masih harus menambah kekurangan rakaat ketika sang imam sudah menyelesaikan sholatnya.

Setelah saya menyelesaikan sholat, sang imam sudah naik ke mimbar. Rupanya ada pengajian singkat. Agak segan juga saya untuk meninggalkan tempat. Pikir-pikir, tak apalah mengikuti pengajian ini, toh saya jarang sekali mendengarkan ceramah. Paling-paling seminggu sekali pas sholat Jum'at.

Yang menarik adalah materi yang disampaikan sang imam sama dengan apa yang pernah saya tulis pada artikel terdahulu, yaitu tentang menstabilkan ibadah kita agar jangan sampai turun selepas Ramadhan. Hanya saja, dalam pengajian kali ini ada tambahan yang disampaikan sang imam, yang akan saya coba sampaikan pada artikel selanjutnya.

Dan yang menarik berikutnya adalah bahwa ternyata pengajian seperti ini akan rutin diadakan setiap hari Senin ba'da Maghrib.

Hm, kesempatan saya untuk menimba ilmu.

Bismillah...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, August 20, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!