Friday, July 19, 2013

ujungkelingking - Belasan abad yang lalu, ketika wahyu Allah untuk pertama kalinya turun kepada seorang -al-amiin- Muhammad bin Abdullah, yang wahyu itu sekarang kita hafal di dalam Al-Qur'an sebagai ayat pertama dari surah Al-Alaq, yang berbunyi;

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan,"

[Al-Alaq: 1]

Iqra', merupakan bentuk 'amr (kata kerja perintah) dari qara'a-yaqro'u (membaca) sehingga artinya adalah perintah untuk membaca.

"Bacalah!". 

Dan seperti yang kita tahu dalam kaidah ushu 'l-fiqh bahwa "hukum asal dari setiap perintah adalah wajib" (al-ashlu li 'l-amri li 'l-wujub), maka setiap muslim, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, wajib hukumnya untuk melek-huruf.


Membaca adalah simbol ilmu pengetahuan

Dari frasa pertama di atas saja sudah memiliki makna kuat yang luas. Meski secara teks hanyalah perintah untuk "membaca", namun pengertiannya tidak hanya berhenti sampai di situ saja.

Membaca, dalam konteksnya yang lebih luas berarti menganalisis-mempelajari-memahami untuk selanjutnya merespon, memperhitungkan dan bereaksi terhadapnya. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, "membaca" berarti berproses menjadi lebih mengerti (baca: lebih baik). Karena itu sebuah kalimat hikmah berbunyi, "Hasil dari belajar bukanlah pengetahuan, akan tetapi tindakan".

Maka dari kata pertama dalam ayat tersebut, Islam seolah-olah ingin mengatakan kepada kita -kaum muslimin-, "Belajarlah, cari ilmu!", "Jangan jadi bodoh dan terbelakang!", "Raih dunia dengan ilmumu!". Pelajari dan kuasai sebanyak-banyaknya ilmu. Ilmu dalam segala penyebutannya: ilmu bumi, ilmu sosial, ilmu astronomi, ilmu negara, ilmu sastra, ilmu bahasa, ilmu eksakta, dsb.

Jadilah seorang muslim yang multi-skill!


Iqra' saja tidak cukup

Islam, memang mewajibkan umatnya untuk menjadi terpelajar. Namun Islam sebagai agama juga mengharuskan mereka untuk tetap sujud terhadap Rabb-nya.

Karena itulah perintah iqra' dalam ayat di atas disambung dengan kalimat "bismi rabbika..." (dengan nama Tuhanmu). Maksudnya apa? Agar setiap muslim yang pandai, cerdas dan terpelajar tetap menyadari akan eksistensi Tuhannya. Bahwa dirinya adalah seorang hamba yang harus tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga proses iqra' yang dilakukannya tetap diikuti dengan ketaatan terhadap Sang Pencipta.

Maka dengan itu ketika seorang muslim tersebut menjadi guru, maka dia menjadi seorang guru yang beriman dan mengajarkan ketakwaan kepada murid-muridnya.

Ketika seorang muslim itu menjadi direktur, maka dia memimpin dan memperlakukan semua bawahannya secara adil dan bijak.

Ketika seorang muslim itu menjadi pejabat, maka dia mampu menerapkan nilai-nilai keislaman pada setiap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.

Pendeknya, sebagai apapun seorang muslim, maka ia melakukannya dengan tetap berlandaskan pada aturan-aturan Allah, Tuhan yang Menciptakan dirinya.

***

Maka iqra' saja tanpa diikuti dengan "bismi rabbika 'l-ladzi khalaq" hanya akan menghasilkan orang-orang yang lalai terhadap agama dan ego terhadap manusia.

Jika ia menjadi seorang pendidik, ia akan mendidik dengan cara yang salah dan menghasilkan anak didik yang kacau pula.

Jika ia menjadi seorang pemimpin, maka dia akan memimpin dengan dhalim.

Jika ia menjadi seorang pejabat, maka korupsi dan pungli adalah kebiasaannya.


Naudzubillahi min dzalik.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 19, 2013

Wednesday, July 17, 2013

ujungkelingking - Beberapa waktu yang lalu, dengan terpaksa saya mengikuti ajakan istri untuk memeriksakan mata saya. Sekedar diketahui, saya memang memiliki "sedikit" gangguan pada mata.

Gangguannya seperti berikut, jika mata sebelah kanan saya ditutup (saya melihat dengan mata yang kiri), semuanya terlihat normal. Gambar sekecil apapun masih terlihat dengan jelas oleh saya. Namun bila mata kiri yang ditutup (melihat dengan mata sebelah kanan) barulah terlihat ketidaknormalannya. Bahkan tulisan segede apapun menjadi berkedip-kedip. Samar, tidak jelas.

Pada beberapa klinik mata yang saya kunjungi umumnya menetapkan tarif -sekitar 25 ribu rupiah- untuk pemeriksaan mata. Malah ada yang diharuskan untuk memesan frame-nya sekalian. Beruntung, saya akhirnya menemukan klinik yang gratis untuk pemeriksaan mata dan tanpa harus memesan frame.

Sumber: media-arek.blogspot


Hasilnya, mata saya kiri dan kanan sama-sama minus 1/4. Ini cukup aneh mengingat mata kiri saya sepertinya normal-normal saja, berbeda dengan mata kanan saya yang memang terasa sekali bermasalahnya. Sempat terpikir oleh saya, apakah ini ya, yang disebut dengan lazy eyes (mata malas)? Tapi sepertinya bukan, ah! *Menghibur diri sendiri.

Pekerjaan saya memang mengharuskan saya untuk menatap monitor selama bekerja. Barangkali inilah yang menjadi penyumbang terbesar gangguan mata saya. Apalagi saya jarang berolahraga, hehe... Karena itu bagi Anda yang terus-menerus di depan komputer, banyak-banyaklah memberi kesempatan mata Anda untuk beristirahat dengan mengalihkan pandangan ke arah lain selama beberapa menit. Makan buah-buahan yang berwarna segar juga bagus untuk kesehatan mata. #sok_bijak

Hm, langkah terakhir mungkin memang saya harus menggunakan kacamata untuk beraktifitas. Tapi itu nantilah. Sementara ini, saya lebih suka memakai obat tetes mata herbal yang berbahan dasar madu. Eits, bukan bermaksud ngiklan, tapi yang gak betah perih lebih baik tidak memakai obat semacam ini.

Hehehe...

#edisi_posting_gak_jelas               #daripada_ngendon_di_draft
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 17, 2013

Tuesday, July 16, 2013

ujungkelingking - Menindaklanjuti tulisan sebelumnya bahwa adab (baca: akhlak yang baik) menempati posisi penting dalam Islam. Sebagaimana kita ketahui dalam banyak riwayat, Rasulullah kerap mempersandingkan antara "bertakwa kepada Allah" dengan "berakhlak yang baik". Karena itu jika takwa kepada Allah menyebabkan cinta Allah kepada kita, maka akhlak yang baik menyebabkan kecintaan makhluk kepada kita.

Yang menjadi sandaran dalam postingan kali ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang berbunyi,

"Wahai Abu Hurairah! Hendaknya engkau berakhlak yang baik." Lalu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bertanya, "Apa itu akhlak yang baik, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "[1] Engkau menyambung silaturahim terhadap orang yang memutuskannya darimu, [2] memaafkan orang yang mendhalimimu, dan [3] memberi orang yang tidak mau memberi kepadamu."

[Al-Baihaqi]

1. Menyambung tali silaturahim

Silaturahim berasal dari 2 kata, yaitu "silah" yang bermakna "menyambung" dan "rahim" yang berarti "kasih sayang". Nah, dari kata silah (menyambung) inilah ada pengertian yang muncul bahwa 'tidak mungkin sesuatu itu disambung kalau sebelumnya tidak putus'. Ada yang putus - baru disambung, logikanya seperti itu. Maka makna silaturahim ini menjadi bukan sekedar acara saling mengunjungi atau bertegur sapa, tapi lebih kepada menghubungkan kembali pihak-pihak atau keluarga yang tadinya berselisih, putus hubungan dan tidak pernah lagi berinteraksi.

Sebuah hadits dari Rasulullah yang menjadi penting untuk disimak,
"Yang disebut bersilaturahim itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus."

[Diriwayatkan oleh Bukhari]

Dan karena berkenaan dengan keluarga/kerabat yang sebelumnya berselisih, maka dalam silaturahim ini dibutuhkan mental yang besar dan dada yang lapang untuk dapat memaafkan lebih dahulu.


2. Memaafkan

Memaafkan termasuk di dalam akhlak-akhlak yang baik. Memaafkan, menuntut hati yang besar, apalagi ketika kita dalam posisi mampu dan berkesempatan untuk membalas.

وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

[An-Nuur: 22]

 وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia."

[Fushilat: 34]

Maksud perkataan "tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik" adalah membalasnya dengan hal yang baik. Salah satu caranya adalah dengan suka memberi bantuan.


3. Suka memberi

"Bukankah tidak ada balasan bagi amal yang baik melainkan balasan yang baik juga?"

[Ar-Rahmaan: 60]

Ayat di atas cukup sebagai dasar kenapa kita harus suka memberi. Memberi, yang dalam konteks artikel ini adalah kepada orang pelit terhadap kita tentu membutuhkan keikhlasan yang amat besar. Dan tidak ada yang memiliki keikhlasan yang besar bila tidak memiliki keimanan yang besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda,
"Sedekah adalah bukti."

[Muslim: 223]

Imam an-Nawawi rahimahumullah menjelaskan, "Yaitu bukti kebenaran imannya. Karena itulah sedekah disebut shadaqah, karena merupakan bukti dari shidqu imanihi (benar keimanannya)."

***

Tentunya masih banyak lagi contoh-contoh bagaimana akhlak yang baik itu. Semuanya sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa salaam.

"Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik..."

[Al-Ahzab: 21]

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 16, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!