Monday, December 5, 2011

ujungkelingking - Dalam kalender hijriah, besok adalah hari Assura', yang disunnahkan berpuasa pada hari itu. Bila ditarik sebuah garis lurus ke belakang, maka akan kita dapati kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi pada tanggal 10 Muharram, yang saya himpun dari beberapa sumber;
  1. Diampuninya Adam setelah taubatnya yang beratus-ratus tahun karena melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah Syurga,
  2. Idris diangkat ke langit,
  3. Berlabuhnya perahu Nuh setelah banjir besar yang melenyapkan seluruh umat manusia. Beberapa literatur mencatat hanya 40 keluarga saja yang selamat dari banjir tersebut karena mengikuti seruan Nuh alaihissalaam. *Kita -tentunya- adalah keturunan diantara 40 keluarga tersebut!
  4. Ibrahim dilahirkan, diangkat sebagai khalilullah, dan diselamatkan dari api Raja Namrud,
  5. Diterimanya taubat Daud alaihissalaam,
  6. Diangkatnya Isa alaihissalaam ke langit,
  7. Diturunkannya Taurat kepada Musa, diselamatkan beliau dari kekejaman Fir'aun, dan ditenggelamkannya Fir'aun dan bala tentaranya di laut Merah,
  8. Yunus dikeluarkan dari perut ikan,
  9. Dikembalikannya kerajaan Sulaiman sebagai bentuk penghormatan kepada beliau,
  10. Yusuf dibebaskan dari penjara Raja Mesir, disembuhkan mata Ya'kub karena kepulangan Yusuf pada hari itu,
  11. Ayyub alaihissalaam sembuh dari penyakitnya,

Tapi sejujurnya, saya tidak memiliki sumber yang benar-benar valid tentang kejadian-kejadian di atas. Jadi, terlepas dari apakah kisah-kisah itu benar adanya atau tidak, cukuplah bagi kita sebuah perintah dari Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari itu (baca: besok).

Jadi, selamat berpuasa untuk anda yang besok melaksanakan puasa 10 Muharram.

Saya? Insyaallah puasa.


*dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 05, 2011
ujungkelingking - Sejak dahulu kala, nenek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut yang handal. Keberanian mereka menaklukkan lautan sungguh tak dapat diragukan. Bahkan sebuah lagu anak-anak ciptaan Ibu Sud tahun 1940 menggambarkan tentang hal itu. Tapi darimana keberanian itu mereka dapatkan, padahal peta lautan saja belum banyak dibuat?

Jauh sebelum Al-Idrisi atau pun Copernicus mengemukankan pendapat mereka, bangsa Barat memiliki teori bahwa bumi itu berbentuk datar seperti meja. Sehingga bila kita berlayar terus-menerus ke suatu arah, maka pada suatu saat kita akan sampai di tepi “meja” tersebut lalu jatuh entah kemana. Karena memegang prinsip inilah kemudian bangsa Barat tidak berani melakukan pelayaran jauh.

Sedangkan nenek moyang kita -yang notabene tidak (pernah) kenal dengan teori tersebut- tentu saja tidak memiliki kekhawatiran apa pun, sehingga mereka berani melakukan pelayaran jauh.

Hmmm, terkadang ketidak-tahuan (bisa jadi) memang sebuah keberkahan.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 05, 2011

Wednesday, November 30, 2011

ujungkelingking - Sebuah petuah spiritual mengajarkan bahwa sebelum menjadi pembicara yang baik, jadilah pendengar yang baik. Dalam konteks tulis-menulis, barangkali ungkapan tersebut bisa sedikit “digeser” menjadi; sebelum menjadi penulis yang baik, jadilah pembaca yang baik. Karena tentu antara korelasi antara pendengar dengan pembaca yang baik.

Pendengar yang baik, bukanlah pendengar yang selalu meng-iyakan apa kata pembicara. Pendengar yang baik mampu menyaring inti dari apa yang disampaikan pembicara. Ia kemudian mengolahnya sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Jika buntu, pendengar yang baik akan mengajukan pertanyaan hingga tak menimbulkan salah tafsir. Jika dirasanya berbeda (baca: menyimpang) dari pemahaman dirinya, maka pendengar yang baik akan mengajak diskusi, bukan malah protes berlebihan.

Hal yang sama akan terjadi pada seorang pembaca yang baik. Pembaca yang baik bukan cuma bisa memberi vote aktual, menarik, dan sebagainya, tapi lebih kepada kemampuannya menangkap maksud tulisan, mengerti apa yang dimau-i penulis. Tapi tidak berhenti disitu, pembaca yang baik mampu memberi kritik inspiratif dengan bahasa yang sopan. Bukan meledak-ledak, apalagi meledek-ledek.

Barangkali terkait dengan hal itu Tuhan kemudian menganugerahi manusia dua buah telinga dan satu mulut, yang (mungkin) filosofinya adalah agar seorang manusia lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Adalah suatu hal yang naif bila kita cuma pandai bicara tanpa tahu bagaimana mendengar.

Sementara dalam kasus penulis-pembaca, Tuhan menciptakan manusia dengan dua buah mata –untuk membaca- dan (satu) tangan untuk menulis, yang (mungkin) filosofinya tak berbeda dengan kasus pembicara-pendengar.

Jadi, jika anda merasa menjadi seorang penulis yang baik, sudahkah anda menjadi pembaca yang baik?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, November 30, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!