Saturday, July 2, 2011

ujungkelingking - Ah, akhirnya ada kesempatan juga untuk menulis, setelah beberapa hari belakangan ini sempat absen. Selain karena pekerjaan yang cukup menyita waktu, juga karena akhir-akhir ini saya sering mencermati “perang agama” yang terjadi di situs jejaring sosial, facebook.

Perang agama, yang sebenarnya hanyalah contoh kecil dari “perang-perang” yang tengah terjadi di sekeliling kita.

Perang agama yang saya maksud di sini adalah perang komentar pada akun facebook dengan saling menghina dan mengolok-olok, saling menghujat, meremehkan dan saling melecehkan, antara anak-anak muslim dan anak-anak kristen. Saya sebut sebagai “anak-anak” karena hal ini adalah aplikasi dari ketidak-dewasaan cara berpikir kita. Tidak ada yang berpikir dingin, rasional, dan jernih. Setiap hinaan akan dibalas dengan olok-olok, setiap hujatan akan dibalas dengan pelecehan.

Ini juga menjadi bukti bahwa Islam mulai kehilangan ‘izzah-nya di mata kaum Kuffar.
 

***

 Bila kita mencoba untuk sedikit menggunakan nalar, tentu kita paham bahwa debat kusir yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Bila kebenaran yang dicari, maka masih sangat jauh dari tujuan. Kita –Muslim- tentu membuka diri untuk debat-debat atau diskusi, selama dilakukan dengan cara yang beretika.

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu."
[Al-Nisa': 86]

Dan tujuan mereka –kaum di luar Islam- memang bukan untuk mencari kebenaran. Mereka sesungguhnya ingin memancing reaksi keras dari kaum Muslimin. Ketika komentar mereka dibalas, mereka akan membalas lebih keras lagi. Dan begitu seterusnya.

“Dan tidaklah sekali-kali akan ridlo orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap kalian, hingga kalian mengikuti ajaran mereka.”
[Al-Baqarah: 120]

Mereka senang menciptakan permusuhan. Ini yang menggelikan, padahal ajaran Isa yang sebenarnya adalah ajaran kasih-sayang. Lalu darimana sikap permusuhan seperti itu?


Bagaimana seharusnya kita bersikap?

Seorang Muslim kita dilarang keras menghina ajaran agama lain, tuhan agama lain, atau kitab agama lain.

Injil, misalnya. Pada Injil yang sekarang beredar di kalangan ahlul-kitab masih terdapat ajaran tauhid di sana. Sebagian isinya adalah dari Allah subhanahu wa ta’ala, meskipun sisanya adalah hasil karya tangan-tangan kotor manusia. Karena itu kaum Muslimin menerima sebagian dari Injil dan menolak sisanya. Standarnya adalah Al-Qur’anul Kariim. Sebab pada Al-Qur’an-lah ajaran-ajaran lain itu disempurnakan.

Begitu juga dengan penglecehan terhadap sosok Yesus. Itu sama artinya dengan penghujatan terhadap Isa alaihisalam. Bukankah Yesus adalah Isa dalam perspektif Al-Qur'an? Hanya saja, kita menerima Isa yang sebagai utusan Allah dan menolaknya sebagai tuhan.

Rasulullah juga melarang kita menghina agama kita sendiri. Yaitu ketika kita menghina agama orang lain, lalu orang lain itu balas menghina agama kita.

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan".
[Al-An'am: 108]


Lalu apakah sebagai seorang Muslim kita harus berdiam diri saja menerima hinaan dan pelecehan seperti itu?

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam.”
[An Nisa':140]

Agaknya, prinsip "lakum dinukum waliyadiin" menjadi penting untuk diterapkan pada kasus semacam ini.

Kita hendaknya menahan diri dari terjebak pada “perang gak penting” yang sesungguhnya akan mengotori cara berpikir seorang Mu’min.


Tapi bagaimana bila kebencian kaum kafir itu diaplikasikan pada perbuatan yang melecehkan umat Muslim?

Dalam cuplikan fatwa yang dimuat dalam Kitab Al-Bahru Ar-Ro’iq disebutkan;
“Jika ada seorang Muslimah di bagian timur ditawan musuh maka wajib bagi kaum Muslimin yang berada di bagian barat bumi untuk membebaskannya.”

Seorang Muslimah di jaman Rasulullah pergi ke pasar Yahudi bani Qainuqa. Ia mendatangi seorang tukang-sepuh untuk menyepuhkan perhiasannya. Muslimah itu bermaksud menunggu sampai selesai tiba-tiba beberapa orang Yahudi datang mengerumuninya. Dengan nada mengejek mereka meminta kepada si wanita utk membuka purdahnya. Permintaan itu ia tolak mentah-mentah. Namun secara diam-diam si tukang sepuh menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi seluruh tubuh itu pada bagian punggungnya. Ketika si wanita berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya. Melihat pemandangan itu orang-orang Yahudi bersorak riang. Si wanita pun menjerit meminta tolong.

Kegaduhan segera terjadi. Seorang mukmin yang kebetulan berada di tempat itu segera bereaksi. Secepat kilat ia menyerang tukang sepuh dan membunuhya. Orang-orang Yahudi menjadi murka karenanya. Mereka balas mengeroyok si mukmin hingga terbunuh.

“Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid; dan barang siapa yg terbunuh karena membela darahnya maka dia syahid; dan barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid; dan barang siapa terbunuh membela keluarganya maka dia syahid.”
 

***

 "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar."
[An-Nahl: 126]

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan."
[Al-Imran: 178]


Hasbunallah wa ni’mal wakiil.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 02, 2011

Saturday, June 18, 2011

ujungkelingking - Sebagai seorang Muslim, masalah apa yang Anda anggap paling besar, yang tengah menimpa Umat ini?

Jawaban Anda mungkin berbeda dengan saya. Tapi tak apa-apa, bukan itu poinnya.

Yang akan saya bicarakan berikut ini adalah masalah yang ternyata dianggap sepele oleh sebagian besar kaum Muslimin. Dianggap remeh, bukan suatu hal yang besar. Tapi saya –bagaimana pun juga- tetap akan menggolongkannya sebagai masalah yang amat besar. Kenapa begitu? Karena ketika kita terus menyepelekannya dan tidak menaruh perhatian besar kepadanya, maka percayalah kehancuran Umat ini sudah di depan mata.

Seperti kita ketahui bahwa hal pertama yang akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Hakim Yang Maha Adil di hari penghisaban nanti adalah, sholat. Bila dianggap baik sholat kita, maka dianggap baik juga seluruh amalan kita. Tentu, berlaku juga sebaliknya, bila sholat kita dianggap buruk, maka dianggap buruk juga semua amalan kita. Karena itu kita sepakat bahwa sholat adalah suatu hal yang amat penting.

Nah, karena begitu pentingnya masalah sholat ini, maka menjadi penting juga faktor-faktor pendukungnya. Sampai disini saya yakin Anda juga masih sepakat dengan saya.

Dalam setiap sholat berjama’ah, kita selalu mendengar imam menyerukan, “rapatkan dan luruskan shaf”. Hampir tidak pernah lupa imam memperingatkan kita untuk menjaga rapat dan lurusnya shaf kita. Kenapa? Karena ternyata shaf yang lurus dan rapat menjadi salah satu standar kesempurnaan sholat yang kita lakukan. Artinya bila kita gagal mempertahankan hal ini, maka sholat kita akan dinilai buruk. Pada akhirnya sholat yang kita kerjakan akan kehilangan intinya sebagai “pencegah perbuatan keji dan mungkar”. Dan bukannya semakin dekat, kita malah akan semakin jauh dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang itu berarti kita juga semakin jauh dari rahmat dan pertolongannya.

Lalu kenapa saya mengatakan ini adalah masalah yang urgent?

Karena pada kenyataannya, umat Muslim (baca: pengusaha Muslim) juga turut berperan dalam melonggarkan shaf-shaf kita. Apa buktinya?

Sajadah!

Ya, sajadah.

Pernahkah Anda mempertanyakan kenapa sajadah-sajadah sekarang dibuat dalam ukuran yang begitu lebar? Bahkan, selembar sajadah tak jarang bisa dipakai oleh dua orang.

Pernahkah Anda berpikir bahwa sajadah-sajadah itu juga turut merenggangkan shaf-shaf kita?
 
Bukankah dengan begitu sajadah-sajadah itu turut memberi andil kepada iblis-syaithan untuk mengisi celah-celah kosong shaf kita, untuk kemudian memporak-porandakan barisan kita?

Sungguh ironis memang ketika kita pada akhirnya harus mengatakan bahwa, sajadah pun bisa mengantarkan kita kepada kehancuran.

Wallahu a’lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 18, 2011

Tuesday, June 14, 2011

ujungkelingking - Berdasarkan studi baru, selera atau pola makan anak lebih banyak dipengaruhi oleh ayah, dan bukan ibu. Menurut Alex McIntosh, sosiolog Texas AgriLife Research yang memimpin penelitian, seperti dilansir Indiavision, Senin (13/6/2011) bahwa pria yang suka makan makanan junk food akan lebih cenderung memiliki anak-anak yang juga memiliki kebiasaan serupa.

Menurut Journal of Nutrition Education and Behaviour, pilihan makanan seorang pria akan berpengaruh kelak pada pilihan makanan anak-anaknya. Faktor ayah -bahkan- lebih kuat mempengaruhi anak ketimbang faktor dari ibu.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ayah lebih berpengaruh terhadap kegemukan pada anak daripada ibu. Studi ini menunjukkan bahwa ayah lebih toleran atau permisif –dalam hal makanan- terhadap anak-anaknya.

Berbeda dengan ibu yang lebih memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang akan diberikan pada anak-anaknya, seorang ayah cenderung lebih membiarkan anaknya memilih makanan apa saja yang ia suka, apalagi bila makanan tersebut juga merupakan kesukaan ayahnya, termasuk makanan cepat saji atau junk food.

Selain itu, ekspresi wajah orangtua juga turut mempengaruhi selera makan anak. Jika anak-anak melihat orangtuanya bahagia atau tersenyum saat mengonsumsi makanan tertentu maka kondisi ini akan membuat anak menginginkan makanan tersebut. Sebaliknya, jika diberikan ekspresi jijik cenderung membuat anak-anak tidak mau mengonsumsinya. Maka, jika seorang anak tidak menyukai makanan tertentu, dengan memberikannya ekspresi wajah yang menyenangkan akan membuat anak lebih terbuka terhadap makanan tersebut.

Sylvie Rousset, peneliti dari French National Institute for Agricultural Research menuturkan bahwa anak-anak lebih mungkin meniru emosi orang-orang disekitarnya, karena itu ekspresi wajah yang muncul saat mengonsumsi makanan akan memiliki dampak yang lebih besar pada anak-anak dibanding orang dewasa. Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Obesity.

Sumber: detikHealth
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 14, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!