Wednesday, July 25, 2012

ujungkelingking - Barangkali Anda sudah bosan dengan tampilan atau penataan icon-icon pada desktop yang itu-itu saja, kemarin saya baru “nemu” (soalnya gaptek sih, hehe…) suatu aplikasi gratis untuk menata ikon-ikon pada desktop Anda. Namanya fences.

Langsung saja, ya!

Pertama kali Anda harus mendownload aplikasinya. Lebih mudahnya googling saja dengan kata kunci: download fences free.

Setelah selesai, Anda tidak bisa langsung menjalankannya, tetapi Anda akan diarahkan untuk mendownload dua komponennya.
13431853851040453752
Ketiganya harus ada (dok. pribadi)

Setelah Anda selesai mendownload kedua komponen itu dan meng-install-nya, Anda baru dapat menjalankan aplikasi fences tersebut.

Anda sekarang sudah dapat mengatur ikon-ikon pada desktop Anda. Tinggal letakkan mouse pada desktop, lalu klik kanan dan drag ikon-ikon yang ingin Anda kelompokkan.

Lebih jelasnya seperti yang telah saya lakukan pada desktop saya… :)

Tampilan desktop saya yang sekarang (dok. pribadi)

Semoga bermanfaat!

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 25, 2012

Wednesday, July 18, 2012

ujungkelingking - Awas, menjelang Ramadlan seperti ini atau nanti menjelang hari raya 'Idul Fitri siap-siap saja hape Anda kebanjiran SMS Minta Maaf. Hal tersebut sepertinya sudah mendarah-daging dalam budaya orang-orang Islam di Indonesia, khususnya.

Lho, apa salahnya meminta maaf? Tentu saja tidak salah. Dan hal itu malah diwajibkan oleh Islam.

"Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi
(HR. Bukhari no.2449)

Nah, yang saya anggap tidak benar di sini adalah bila meminta maaf tersebut dikhususkan (atau menunggu) menjelang Ramadlan atau menjelang hari raya. Meminta maaf seharusnya adalah dilakukan secepatnya saat kita menyadari kesalahan yang kita lakukan. Karena itu tidak ada anjuran untuk meminta maaf menjelang Ramadlan, pun hari raya.

Umumnya, tradisi yang tengah berkembang di dalam masyarakat Muslim ini didasarkan pada hadits di bawah ini,

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” Jawab Rasullullah.

Do’a Malaikat Jibril itu adalah, “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadlan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun menurut muslim.or.id, hadits tersebut adalah hadits palsu dan tidak jelas asal-muasalnya. Dan -masih menurut sumber yang sama- ada hadits yang memiliki kemiripan redaksi dengan hadits di atas, dan inilah yang lebih shahih:

Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: "Amin, Amin, Amin". Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: "Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadlan tanpa mendapatkan ampunan", maka kukatakan, "Amin", kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk surga (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)", maka aku berkata: "Amin". Kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu", maka kukatakan, "Amin”.

Karena itulah, meski postingan ini di-publish menjelang Ramdlan, tidak ada niatan dari saya untuk mengkhususkan meminta maaf pada hari ini. Ibarat pepatah, tak ada tembok perumahan yang tak retak, sebagai manusia pastilah terselip tulisan, pandangan atau komentar saya yang menyinggung Anda.

Jadi, maafkanlah...

***

nb: kalau tidak mau maafin, maka T.E.R.L.A.L.U.

Mengenai derajat hadits bisa dilihat di SUMBER

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 18, 2012

Saturday, July 14, 2012

ujungkelingking - Lagi, kita disuguhi berita tentang penangkapan pegawai pajak atas kasus suap (kompas.com). Hal ini tentu menambah panjang rangkaian gerbong kasus di tubuh DJP, yang mau tidak mau berimbas kepada masyarakat (baca: Wajib Pajak). Akhirnya tidak sedikit dari kalangan masyarakat luas yang menjadi berat untuk membayar kewajiban pajaknya. Kebanyakan mereka berpikir begini, “Buat apa kita repot-repot membayar pajak, bila uangnya kemudian dimakan oleh pegawai pajak dan bukan untuk kepentingan negara?” atau “Apa sih untungnya membayar pajak, toh kita tidak merasakan manfa’atnya?”

Maka ini kemudian menjadi kewenangan DJP untuk menjelaskan kepada masyarakat luas. Memang, dalam definisinya pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam kalimat yang dicetak tebal di atas jelas bahwa hasil dari pembayaran pajak kita adalah bukan diperuntukkan untuk kita -secara personal. Akan tetapi hasil tersebut bisa dinikmati secara bersama-sama. Seperti misalnya pembangunan gedung pelayanan publik, jalan raya, dsb. Jadi bila ada pertanyaan, “apa untungnya membayar pajak?” Jawabannya, kita hanya akan dianggap sebagai Wajib Pajak Patuh (hak hak hak…)

Kalau pertanyaannya adalah tentang uang negara yang dimakan oleh pegawai pajak, tentu ungkapan ini kurang tepat. Karena sebenarnya yang dimakan oleh pegawai pajak tersebut bukanlah “uang negara”, melainkan “uang yang seharusnya milik negara”. Lah sami mawon!

Melihat kejadiannya secara kronologis mungkin benar anggapan umum bahwa adanya praktek suap ini adalah tidak lepas dari polah tingkah-tingkah laku Wajib Pajak sendiri. Misalnya saja, karena tidak pernah membayar pajak, lalu setelah dilakukan penghitungan, pokok yang seharusnya dibayar ditambah dengan sanksi -dan sebagainya- maka diperolehlah angka yang luar biasa fantastis. Logikanya, kalau membayar yang menjadi kewajibannya saja tidak mau, apalagi ini: membayar kewajiban plus denda?

Maka ditempuhlah “jalan tengah”. Diminta-lah kepada pegawai pajak tersebut untuk “merevisi” laporan pajak Wajib Pajak tersebut. Sehingga, yang seharusnya dibayar 100%, cukup dibayar 30% saja. Dan sebagai ucapan terima-kasih dikirimlah sebuah “kardus indomie” ke rumah…

Lalu kenapa praktek yang sesungguhnya sudah berlangsung sejak tahun Gajah ini baru terendus (sebagian) sekarang? Jawabannya karena mereka (pegawai pajak) ternyata punya “kewenangan” merahasiakan hubungan mereka dengan Wajib Pajak.

Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 pasal 34 ayat (1) tertulis setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam penjelasan ayat disebutkan setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain:

  1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;

  2. data yang diperoleh dalam rangka petaksanaan pemeriksaan;

  3. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;

  4. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.
Nah, sebenarnya aturan dalam pasal ini diperuntukkan kepada Wajib Pajak untuk melindungi data-data mereka dari kebocoran yang takutnya disalah-gunakan oleh pihak lain. Namun bagaimana bila justru aturan ini dipakai oleh pegawai pajak sendiri untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya?
Agaknya DJP perlu mereview kembali pasal per-pasalnya. 

# Berdo'a untuk Indonesia yang lebih bersih, bismillah...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 14, 2012

Wednesday, July 11, 2012

ujungkelingking - Hari ini seorang teman kerja saya membeberkan rahasianya. Ya, memang, dia mendengarnya dari sebuah acara di televisi yang dipandu oleh seorang Ustadz kawakan, tapi karena saya sendiri tak pernah menonton acara tersebut, jadi bisa dikatakan bahwa teman saya itulah yang memberitahu saya. Apalagi teman saya tersebut sudah melakukannya, jauh sebelum dia mendengar ceramah Ustadz tersebut. Dan semua cita-citanya terpenuhi!

Begini caranya, (saya rumuskan dalam 3T!):

[1] Tulis!

Ya, tulis cita-cita Anda pada selembar kertas. Tulis semuanya! Dari yang jangka pendek sampai yang jangka panjang. Dari yang paling mungkin sampai yang paling tidak mungkin.
Misalnya; ingin punya rumah, lebih dari satu; ingin menjadi pengusaha sukses; ingin menjadi Novelis best-seller, dsb.

[2] Tebus!

Maksudnya adalah bahwa Anda akan "menebus" cita-cita di atas dengan beberapa syarat yang Anda tentukan sendiri. Tentu akan lebih mengena bila syarat yang Anda tetapkan adalah amalan ibadah yang secara konsisten harus Anda kerjakan.
Misalnya; sholat 5 waktu tidak boleh bolong; memperbanyak sholat malam; memperbanyak puasa Senin-Kamis, dsb.

Maka, semakin tinggi cita-cita Anda, tentunya semakin banyak dan besar syarat (baca: amalan) yang harus Anda tetapkan.

Jadi, bila pada poin yang pertama Anda beri judul "Saya ingin...", maka pada poin kedua ini Anda bisa beri judul "Saya akan..."

[3] Tempel!

Tempel lembaran tersebut di tempat yang tertutup (agar tidak tampak oleh orang lain), tapi sering terlihat oleh Anda sendiri.
Misalnya; di pintu lemari sebelah dalam, dsb.

Penjelasannya adalah, bahwa dengan seringnya kita melihat dan membaca tulisan tersebut, itu sama dengan do'a!

Wallahu a'lam.

***

note: buat Kang Afnan, matur nuwun yow atas sharing-nya, semoga bernilai ibadah. Amin.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 11, 2012

Tuesday, July 10, 2012

ujungkelingking - Kemarin, saat pulang kerja, saya dikejutkan dengan “laporan” istri saya yang mengatakan bahwa anak kami yang pertama mengalami panas. Ketika di-term (termometer) hasilnya cukup mencengangkan, 39 derajat, dan masih bergerak naik!

Hilang sudah capek saya, berganti dengan kecemasan dan kepanikan. Maklum, anak kami ini punya riwayat kejang. Istilah medis biasa menyebutnya sebagai demam kejang, yaitu kondisi dimana suhu tubuh terlalu tinggi sehingga sampai menyebabkan tubuh menggigil. Kondisi menggigil inilah yang dinamakan kejang. Sebenarnya kami punya simpanan paracetamol, namun karena sudah terlalu lama disimpan, dengan tempat penyimpanan yang kurang baik, saya menjadi ragu untuk memberikannya kepada anak kami.

Dan karena tak ingin kejadian yang sama terulang kembali, saya langsung membawa anak kami ke klinik terdekat. Fokusnya adalah agar suhu tubuh anak saya harus turun dulu. Biasanya perawat akan memberikan obat yang dimasukkan lewat bawah (dubur). Namun, saat di-term oleh perawat suhu tubuh anak kami “hanya” berada di angka 37 koma sekian.

Atas dasar itulah, perawat kemudian hanya memberikan obat berupa puyer dan antibiotik. Dengan catatan, bila sampai tengah malam panasnya tak juga turun harus dibawa kembali ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Akhirnya kami pun pulang.

Puyer yang dari klinik langsung kami minumkan, kemudian kami biarkan anak kami beristirahat. Memang, setelah meminum puyer tersebut suhu anak kami menunjukkan penurunan. Kami sedikit merasa lega.
Namun, tengah malam istri membangunkan saya. Panasnya masih ada, meski tak setinggi sore tadi. Obat pun diminumkan kembali, sambil dilakukan kompres dengan air hangat. Kompres ini biasa dilakukan di dahi, leher, atau pada lipatan siku dan lutut. Atau bisa juga di atas kepalanya. Yang terakhir ini sih inisiatif saya sendiri. Intinya adalah memberikan informasi kepada otak bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh, yang tujuannya agar otak kemudian meresponnya dengan menurunkan suhu tubuh.

Malam tadi, tidur saya benar-benar tidak nyenyak. Hampir tiap jam saya dan istri terbangun demi mengecek perkembangan keadaan anak kami. Syukurlah, meski masih ada sisa-sisa panas, tapi gelagatnya menunjukkan penurunan. Kami masih tetap melakukan kompres.

Bila Anda pernah memiliki balita, apalagi bila Anda jauh dari orangtua dan mertua, maka Anda bisa merasakan apa yang kami rasakan. Sampai-sampai ada yang bilang bahwa lebih baik kita (orangtua) saja yang sakit, asal si kecil tidak. Padahal bila mau mengakui, dua-duanya toh sama-sama nggak enak, hehehe...

Pagi ini saat saya hendak berangkat kerja, kondisi anak kami sudah hangat dan dia sudah bisa berceloteh seperti biasanya.

Cepat sembuh, ya Nak!

________

nb: baru saja saya mendapat SMS dari istri, mengabarkan bahwa gigi anak kami sebelah kanan-belakang-atas dan kanan-belakang-bawah, tumbuh. Jadi munculnya berbarengan… 

Hehehe...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 10, 2012

Monday, July 9, 2012

ujungkelingking - Karena ada suatu kepentingan yang tidak biasanya, hari ini saya berangkat ke tempat kerja tidak dengan menggunakan motor seperti biasanya, akan tetapi saya naik bus kota. Tepatnya Bus "Hijau" jurusan Mojokerto-Surabaya.

Apakah ini merupakan pengalaman baru bagi saya? Tidak juga. Dulu, ketika masih berstatus pelajar saya setiap hari menggunakan angkutan publik macam ini. Saya baru tidak lagi menggunakannya ketika saya sudah bekerja dan memiliki motor sendiri sampai sekarang, saat saya sudah memiliki dua orang putra.

Lalu, apa yang baru di sini?

Sebenarnya, memang, ada hal-hal baru yang saya dapatkan ketika saya naik bus kota pagi ini. Yang sederhana saja, saya bisa mengamati dengan detil bangunan-bangunan atau kantor-kantor, yang itu tidak bisa saya lakukan ketika saya harus berkonsentrasi dengan kemacetan di jalan raya.

Lalu apa lagi?

Sudut pandang! Ya, saya menemukan sudut pandang baru dalam melihat siapa saya, atau bagaimana orang memandang saya secara umum.

Begini, saat saya naik bus kota, saya tentu melihat banyak pengendara-pengendara motor yang berseliweran di dekat bus yang saya tumpangi. Saya kemudian membayangkan bahwa saya adalah salah satu diantara pengendara-pengendara tersebut dan berada di tengah-tengah. Maka saya pun tahu bagaimana orang menilai saya.

Selama ini saya beranggapan -misalnya saja- menyalip kendaraan lain dari sisi sebelah kiri atau memotong di depan kendaraan-kendaraan besar adalah hal yang lumrah dan wajar. Tapi saya baru mengetahui bahwa dari sudut pandang pengemudi bus dan penumpang yang lain bahwa hal semacam itu adalah hal yang tolol. Bila saya menganggap bahwa dapat menyalip kendaraan besar adalah suatu hal yang hebat, maka sebenarnya hal itu adalah hal yang konyol. Toh kalau pengemudi kendaraan besar tersebut tak dapat mengendalikan kendaraannya, yang hancur-lebur ya saya sendiri, si pengendara motor.

Tapi saya yang pengendara motor berkilah, “Mau bagaimana lagi? Kemacetan terus terjadi di sepanjang perjalanan, apalagi pada jam-jam sibuk. Sementara saya dituntut untuk tidak telat masuk kerja? Jadi, itulah yang saya lakukan, bermanuver.”

Saya yang berada di dalam bus menjawab, “Terjebak macet ketika jam-jam kerja memang suatu hal yang tak terelakkan. Tapi orang yang bijak akan memilih berangkat lebih pagi untuk menghindari hal tersebut. Berangkat lebih pagi, perjalanan lebih santai dan aman, dan tidak telat masuk kantor.”

Lagi-lagi saya yang pengendara motor membalas, “Bagaimana mungkin saya berangkat lebih pagi kalau bangun saja sudah siang?”

Saya yang di dalam bus menjawab, “Semua tergantung kebiasaan. Kenapa tidak mencoba tidur lebih sore sehingga bangun lebih dini dan berangkat kerja lebih pagi?”

Akhirnya, saya yang pengendara motor tercenung. Benar sekali. Semua tergantung bagaimana cara kita me-manage waktu. Selama ini saya memang betah berlama-lama nonton tivi sampai malam. Akibatnya sholat Shubuh-pun kerap ketinggalan. Padahal, bangun dan mandi lebih pagi juga lebih sehat, kan?
Ah, saya jadi menyadari kebodohan saya selama ini. Bercepat-cepat di jalan raya dengan resiko yang tidak kecil, sementara ada cara lain yang lebih aman dan sehat? Ya, ya… mulai besok saya akan mencoba cara baru ini. Belajar lebih mengendalikan waktu dan bukannya dikejar-kejar waktu.

Namun, sebelum pergi, saya yang pengendara motor tersenyum setengah mengejek kepada saya yang di dalam bus sambil berkata, “Emang bisa???”

Hahaha...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, July 09, 2012

Thursday, July 5, 2012

ujungkelingking - Dalam beberapa “jengkal” lagi seluruh umat Islam di dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah. Bulan Ramadlan, namanya.

Dan sudah jamak terjadi bahwa penetuan awal Ramadlan dan atau awal Syawal rentan terjadi perbedaan. Biasanya, bila penentuan awal Ramadlannya berbeda maka lebarannya bisa bersamaan. Tapi jika awal puasanya bersamaan, maka sholat ‘Id kita bisa berbeda.

Tentu, kita sering mendengar kalimat bahwa perbedaan adalah rahmat. Tapi benarkah demikian jika yang terjadi kemudian adalah perselisihan? Tentu saja mereka yang berada di atas bisa dengan legowo mengatakan “Kami menghormati setiap perbedaan. Silahkan saja berbeda dengan kami, toh semua ada dasarnya, jadi tak masalah memilih yang manapun”. Tapi bagi kami-kami yang berada di bawah -yang notabene lebih banyak yang awam (baca: bodoh) masalah-masalah ikhtilaf seperti ini hanya akan melahirkan sekat-sekat, bahkan di kampung kami sendiri.

Orang-orang yang pernah saya tanyai umumnya berpendapat (dengan bahasa saya sendiri) bahwa “satu (orang pintar) itu bagus, banyak itu bencana”. Jadi keinget film-nya The Avenger, dimana banyak jagoan bersatu malah masing-masing menganggap yang lain tak lebih hebat dari dirinya…

Banyak yang pintar (atau mengaku pintar), lalu akhirnya masing-masing punya cara sendiri -dalam hal ini- menentukan awal Ramadlan dan awal Syawal. Ormas ini bilangnya tanggal sekian, ormas yang lain bilangnya lain lagi, pun pemerintah juga berbeda. Lagi-lagi, kami-kami ini yang bodoh yang menjadi korban kebingungan.

Padahal, di jaman Rasulullah dahulu, satu orang saja yang melihat hilal (memang dulu, ini satu-satunya cara), maka otomatis yang lain mengikuti, dengan syarat orang tersebut adalah orang yang tsiqah (terpercaya). Maka, berkaca dari situ mestinya baik ormas ataupun pemerintah seyogyanya bisa satu kata dalam hal-hal semacam ini.

Wah, sulit bro… Sebagian ormas malah tidak suka dianggap “ngikut” pemerintah. Lebih baik berbeda, tapi hasil pengkajian sendiri. (Begitu, atau tidak begitu?)

Lalu bagaimana dengan bunyi, “Taatilah Allah. Dan taatilah Rasul-dan ulil amri diantara kalian”? (Al-ayat)

Maka, sidang itsbat yang akan digelar Menteri Agama (baca: Pemerintah) adalah kuncinya. Disana nanti semua ormas Islam di seluruh Indonesia akan berkumpul dan menyampaikan pendapatnya tentang awal Ramadlan atau awal 'Id. Dan pasti akan ada perbedaan pendapat. Maka, setelah palu diketok tanda putusan sudah final, maka seluruh ormas diharapkan dengan takzim mengikuti hasil putusan tersebut.

Dan diharapkan kita tak lagi disibukkan dengan masalah-masalah seperti ini lagi…

bismillah…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, July 05, 2012

Tuesday, July 3, 2012

ujungkelingking - Ketika kita memutuskan untuk datang ke dokter, sering pada akhirnya kita mendapat obat antibiotik. Masalahnya seberapa penting antibiotik tersebut?

Antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari  mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik.  Satu jenis antibiotik  biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak  untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh  berbagai kelompok kuman.

Namun yang harus ditekankan adalah sembarangan mengkonsumsi antibiotik bisa menyebabkan masalah yang serius misalnya alergi, atau yang paling ditakuti adalah terjadinya resistensi (antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi). Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.

INFEKSI

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur ke dalam tubuh.

Sebagian (besar) masyarakat masih beranggapan bahwa bila tubuh demam maka hal itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan antibiotik. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Hal ini karena demam merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.

Tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta merta menunjukan adanya suatu infeksi. Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan (inflamasi) sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik maupun kimia, dan juga luka.

Infeksi, tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi bila terjadi peradangan belum tentu akibat infeksi. Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat anti radang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.

Sebenarnya, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat dapat diatasi sendiri. Namun begitu, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak perlu diobati dengan antibiotik karena fungsi antibiotik adalah mematikan bakteri. Pemberian antibiotik menjadi tidak berguna, kecuali dokter menduga telah terjadi infeksi bakteri. Namun, ini pun bukan untuk penyakit common cold. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.

Kita baru butuh antibiotik bila terserang flu yang penyebabnya adalah bakteri. Sedangkan penyakit flu yang diakibatkan virus adalah bersifat self-limiting disease, atau bisa sembuh dengan sendirinya. Bila kita terkena flu biasa atau batuk-pilek, cukup tingkatkan stamina tubuh dengan cara makan makanan bergizi agar tubuh sehat kembali. Juga, minum air putih yang banyak dan cukup istirahat.


Referensi:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 03, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!