Wednesday, January 22, 2014

ujungkelingking - Kesalahan Istilah dalam Bahasa Indonesia


Bukannya saya sok idealis dengan penggunaan istilah-istilah yang benar. Namun istilah yang salah bisa menyebabkan salah paham dan salah pemikiran. Ada beberapa kesalahan istilah dalam bahasa kita yang menarik untuk diketahui, agar nantinya tidak terjadi pergeseran arti.

Berikut ini adalah istilah-istilah tersebut (nanti rekan-rekan bisa menambahkan yang lainnya di kolom komentar):

Acuh


Coba simak, di antara kedua kalimat ini manakah yang benar dalam penggunaan kata "acuh"?

(a) Seorang anak yang baik hendaknya selalu mengacuhkan nasehat orangtua
(b) Jangan suka mengacuhkan nasehat yang baik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata "acuh" adalah peduli (memperdulikan) atau mengindahkan. Jadi penggunaan kata "acuh" dalam contoh kalimat (b) di atas adalah salah karena kata "acuh" dalam kalimat tersebut diartikan "tidak peduli".

Absen


Absen (absent, Ing.) berarti tidak masuk atau tidak hadir. Namun, kata "absen" ini seringkali digunakan untuk menyebutkan kehadiran. Misalnya saja, kita menggunakan istilah Kartu Absen atau Buku Absen untuk menunjukkan daftar hadir seseorang.

Mengacu dari arti sebenarnya, sebaiknya penggunaan istilah Kartu/Buku Absen diganti menjadi Kartu/Buku Presensi (present = hadir).

Dirgahayu


Untuk yang ini bisa dibaca di sini. 

Rumah Sakit


Dalam kamus bahasa Indonesia, penyebutan ini sudah benar. Istilah 'rumah sakit' berarti gedung atau bangunan tempat merawat orang yang sakit.

Namun secara pribadi saya merasa ada kesalahan peng-istilahan di sini. Istilah 'Rumah Sakit' mengindikasikan penyebutan yang negatif. Akan lebih baik jika seandainya istilah ini diganti dengan 'Rumah Sehat'. Toh kita juga menyebut -misalnya- Balai Pengobatan, atau Klinik Kesehatan, atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk mengistilahkan tempat yang maksudnya sama.

Tukang Sampah


Yang ini hampir sama dengan poin sebelumnya. Hanya saja, istilah ini hanya ada di masyarakat saja. Bahasa Indonesia sudah benar dengan menyebutnya 'Petugas Kebersihan', namun kita malah menyebutnya 'Tukang Sampah'.

Diambil dari GooglePlus

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 22, 2014

Tuesday, January 21, 2014

ujungkelingking - Tips Berdagang bagi Pemula

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel saya kemarin yang berjudul Darimana Datangnya Saran?

***

"Jual (sepatu) itu menjanjikan tah?"

Sebuah pertanyaan yang cukup membuat saya spechless. Harus saya akui, selama ini hasil dari usaha saya menjual sepatu masih belum bisa dikatakan bagus. Meski pada akhirnya modal bisa kembali, tapi pergerakannya tidak (atau belum) seperti yang saya harapkan.

Hal ini sebenarnya bagi saya lumrah, karena pertama, barang yang saya miliki kurang bervariasi. Ini adalah salah satu kendala dalam usaha yang saya ambil. Adakalanya orang sudah cocok dengan modelnya, namun ukuran yang dicari tidak ada. Atau ukurannya sudah pas, tapi modelnya masih kurang sreg.

Kedua, saya belum menemukan pola dan kunci dari usaha seperti ini. Disamping masih minimnya pengalaman, akses-koneksi dengan pedagang-pedagang atau tengkulak lain juga nol.

Namun, obrolan saya dengan bapak ini cukup membuka mata saya.

"Jual (sepatu) itu menjanjikan tah?" Pertanyaan tersebut diulanginya lagi karena saya masih terdiam.

Melihat peluang pasar, mutlak perlu!


Bapak ini kemudian menceritakan tentang salah seorang temannya yang juga seorang Profesor Pertanian. Meski salah satu tugasnya adalah memberi penyuluhan tentang pertanian, namun teman bapak ini juga cukup sukses dalam usaha ikan gurami. Bahkan setiap minggu, sang profesor ini biasa mengirim 4 kontainer ikan gurami ke luar pulau (Kalimantan). Jika ditanya, kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena "tahu pasar".

Kunci dagang itu ada pada kemampuan melihat peluang pasar. Siapa yang jeli melihat peluang pasar, maka usahanya akan berkembang. Yang tidak tahu atau tidak mau tahu dengan hal ini, yang akan terjadi pada usahanya adalah hidup enggan, mati tak mau alias jalan di tempat atau tidak berkembang.

Bapak ini kemudian juga menambahkan dalam hal tujuan dagang, untuk saat ini, peluang yang paling bagus adalah daerah Kalimantan dan Irian. Namun bagi saya, setiap jenis usaha memiliki peluang pasarnya sendiri-sendiri. Bagi yang memang memiliki jiwa dagang, mereka bisa melihat peluang ini dengan cepat. Yang amatir dan belum terlatih macam saya tentu butuh waktu yang lebih lama lagi.

Tapi intinya, melihat peluang pasar itu, harus.

Pedagang vs pedagang, jangan pedagang vs pembeli


Selain itu, saran lain yang diberikan bapak ini adalah dalam berdagang ketika kita langsung bertemu pembeli skalanya ternyata lebih kecil daripada jika kita bertransaksi dengan sesama pedagang.

Ini masih cerita teman bapak tadi. Beliau, dulunya hanya berjualan *** (menyebut nama barang, tapi saya kurang dengar) seharga 15 ribu, dijajakan dari pasar ke pasar. Nah, beliau ini kemudian meneliti juga harga untuk barang yang sama di pasar tersebut, dan di pasar-pasar yang lain. Ternyata banyak pedagang yang menjualnya 17 ribu.

Maka daripada beliau menjual kepada pembeli seharga 17 ribu, lebih baik jika bisa menjual ke pedagang lain seharga 16 ribu. Keuntungan cuma seribu, namun perputarannya cepat. Dan jangan lupa, seribu per barang dikalikan berapa barang dikalikan juga berapa pedagang yang membeli dari beliau. Inilah yang disebut dengan mendapatkan skala yang lebih luas.

Tambahan saran dari seseorang juga:
  • Imbangi bahasa pembeli. Jika pembeli menggunakan bahasa lokal, maka sebaiknya kita juga menjawab dengan bahasa lokal. Begitu juga jika pembeli memakai bahasa Indonesia, kita juga harus memakai bahasa Indonesia.
  • Panggil dengan sebutan yang lebih muda. Jika pembeli kita seorang perempuan yang belum terlalu tua, hindari memanggil dengan sebutan "Bu". Lebih baik kita memanggilnya dengan "Mbak", karena -katanya- perempuan itu lebih senang jika dianggap lebih muda dari usia yang sebenarnya. #Bener gak ya?

***

Kembali ke cerita saya tadi, ketika saya beranjak mengakhiri pertemuan kami, saya sempat melihat bapak ini mengeluarkan uang dari sakunya untuk membayar mie ayam. Setumpuk uang seratus ribuan yang diikat per satu juta. Jika saya tidak salah lihat, mungkin uang yang ada di tangan bapak tersebut sekitar 6 atau 7 juta.

#Beuh!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, January 21, 2014

Monday, January 20, 2014

ujungkelingking - Darimana Datangnya Saran?


Sebuah saran yang baik bisa datang dari siapa saja dan di mana saja. Seringkali tak direncanakan, sehingga dia menjadi sebuah cerita yang menarik.

Cerita berikut ini adalah cerita bagaimana akhirnya saya dapat memperoleh saran yang sangat bagus dalam berdagang dari seseorang yang sama sekali tidak saya kenal.

***

Selepas shalat Dhuhur di sebuah masjid, tiba-tiba saja saya kepingin makan mie ayam. Ah, kalau di depan masjid ini ada, beli di situ saja, pikir saya. Sayangnya, selain penjual baju dan sepatu, tidak tampak ada penjual mie ayam di situ. Akhirnya saya pun memutuskan untuk langsung pulang saja.

Setelah memacu motor beberapa lama, tiba-tiba mendadak mesin motor saya mati. Waduh, ada apa pula ini? Saya langsung bergerak ke pinggir dan berhenti untuk memeriksanya. Belakangan saya baru ingat, ketika parkir untuk shalat di masjid tadi saya menutup kran bensin biar tidak menetes (maklum motor tua). Dan saya lupa untuk membukanya kembali ketika menghidupkan motor.

Yang menarik, saya kemudian menyadari bahwa tempat saya menghentikan motor tadi tepat di sebelah penjual mie ayam. H-hee... Jadilah akhirnya saya memesan satu porsi mie ayam untuk dimakan di tempat.

Namun sebenarnya bukan itu hal menariknya


Ketika saya sudah menyelesaikan makan, sebuah mobil berhenti di tempat penjual mie ayam itu. Lalu turun seorang bapak yang masih sangat gagah (usianya saya taksir masih kurang dari 50 tahun) dan seorang perempuan yang masih cukup muda. Belakangan saya baru tahu kalau perempuan ini adalah istri ketiganya, wow!. Rupanya mereka ingin makan mie ayam di tempat itu juga. 

Sambil basa-basi terjadilah percakapan antara saya dan bapak tersebut. Bapak tersebut sudah memiliki 2 orang putra. Yang pertama sudah lulus sarjana informasi, sedang yang kedua sekarang bekerja di sebuah bank. Ketika saya tanya kerja di mana, bapak tersebut hanya mengatakan "di pelabuhan". Saat saya tebak apakah bekerja di EMKL, bapak tersebut menggeleng. Sambil tersenyum bapak tersebut hanya menjawab, ada-lah, mas. Namun, dari percakapan kami selanjutnya saya yakin orang yang sedang saya ajak bicara ini punya posisi penting di pelabuhan, karena bapak ini tahu semua "pergerakan" kapal-kapal ekspedisi yang ke luar pulau.

"Baru pulang kerja, mas?" Tanya bapak tersebut kepada saya. Saya mengiyakan.

"Lho, hari minggu begini masih kerja?" Tanyanya lagi.

Saya pun akhirnya harus menjelaskan bahwa saya sedang mencoba berdagang sepatu. Sepatu anak-anak dan ber-merk, tambah saya.

Namun alih-alih mendapat apresiasi, saya justru "ditembak" dengan pertanyaan yang cukup menohok,

"Jual (sepatu) itu menjanjikan tah?"

Saya melongo.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, January 20, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!