Monday, October 21, 2013

ujungkelingking - Setelah kemarin saya berhasil membuat alat pemotong gabus sederhana, maka sekarang saatnya beraksi membuat kreasi tulisan dari gabus atau styrofoam ini. Tulisan yang akan saya buat adalah sebuah model kaligrafi dari nama kedua putra kami. Jadilah ini bukan sebuah kaligrafi Arab, namun kaligrafi dengan huruf latin.

Pertama-tama tentu kita harus mempersiapkan styrofoamnya. Karena saya agak malas mewarnai, saya membeli styrofoam yang sudah ada warnanya. Harganya 8 ribu untuk ukuran 40 x 60 cm.

Styrofoam yang sudah ada warnanya.

Setelah itu kita harus membuat pola (mal) dari tulisan yang hendak kita potong. Pola ini nanti kita letakkan di atas gabus dan gabus kita potong sesuai pola. Agar tidak banyak bergerak, pola itu bisa direkatkan dengan cara ditusuk menggunakan jarum pentul. Sekedar tips, pola ini sebaiknya dibuat dari kertas yang kaku atau keras, gunanya agar tidak mudah tertekuk atau sobek ketika gabus sedang dipotong. Disamping itu pola juga bisa digunakan lagi di lain waktu.

Untuk huruf atau aksen yang sama, gabus bisa ditumpuk.
 
Setelah semua huruf selesai dipotong sekarang terserah kita mau dipasang di mana. Kita bisa menggunakan gabus yang tersisa sebagai background, atau dipasang pada pigura yang biasanya dipakai untuk mahar/mas kawin. Atau langsung saja di tempel di dinding, pintu, dsb. Untuk menempelkannya bisa digunakan double tape, atau menggunakan lem putih (yang biasanya untuk kayu), atau yang lebih baik kerekatannya adalah menggunakan lem khusus styrofoam.

Maunya sih saya tulis kedua nama putra kami secara lengkap, "Dhiya'ul Haq Zaki Ilyas" dan "Daffa'ul Haq Azka Muhammad". Namun, karena rupanya gabus yang dipakai tidak cukup, jadinya saya harus puas dengan hanya mempersingkat nama mereka.

D.H. Zaki Ilyas dan Daffa'ul Haq A.M.
Masih kurang rapi.
Tapi, lumayan-lah bisa buat Zaki terbengong-bengong.

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, October 21, 2013

Saturday, October 19, 2013

ujungkelingking - Tadi malam, akhirnya saya berkesempatan menonton kembali film Sherlock Holmes di tipi. Sebenarnya ini adalah kali ketiga saya menonton film yang sama. Waktu awal-awal dirilis (2009, kalau gak salah) sempat nonton sama istri di bioskop. Dulu sih belum punya momongan, sekarang krucil udah dua. Jadi kalau ada film bagus, njagagno rental ae.
 
Film ini diangkat dari novel karangan Sir Arthur Ignatius Conan Doyle. Seorang dokter berkebangsaan Inggris.
 
Karya Sir Arthur ini menceritakan seorang detektif eksentrik bernama Sherlock Holmes yang hidup sekitar abad 18 di London. Bersama rekannya, Dr. Watson, mereka mengungkap kasus-kasus pelik yang tak terselesaikan oleh kepolisian setempat, seperti pembunuhan misterius, pencurian, atau membongkar mitos-mitos tahayul.
 
Karakter Sherlock Holmes ini diceritakan memiliki banyak keahlian yang unik, seperti misalnya dia seorang yang ahli dalam perkelahian tangan kosong, tongkat ataupun pedang. Seorang penyamar yang cerdik. Pemain bola yang bagus. Mampu membedakan jenis-jenis tanah dan darimana asalnya. Mampu membedakan senyawa kimia hanya dengan mencium baunya. Tapi yang paling penting adalah dia mampu memperhatikan detil-detil kecil pada sesuatu. Dengan itu dia mampu mengambil kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan menakjubkan.
 
Namun, di sisi lain, banyak juga hal-hal yang tidak dikuasai Sherlock. Prinsipnya, bila hal itu tidak ada hubungannya dengan kasus yang sedang ditanganinya, dia merasa tidak perlu mempelajarinya.
 
Saya pikir di sinilah logisnya cerita ini. Tidak ada orang di dunia ini yang multi-skill seperti yang tergambar dalam karakter detektif komik, Conan Edogawa aka Shinichi Kudo yang bisa segalanya di dalam setiap kasusnya.
 
Hm, tapi bagaimanapun karakter dan setting dalam film Sherlock Holmes ini saya anggap sukses menduplikasi dari versi novelnya.
 
Baru segini aja 'koleksi' Sherlock Holmes saya.
 
Mungkin setelah ini saya juga akan hunting komiknya Detective Kindaichi atau novel 'Hercule Poirot'nya Agatha Christie. Dan seperti yang dibilang mbak Dee Widiani (adminnya deebacalah.blogspot.com), membaca buku –apapun itu- tetap ada manfaatnya, kok!
 
Jadi, bila tidak sedang menulis, membacalah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, October 19, 2013

Friday, October 18, 2013

ujungkelingking - Setiap orang memiliki kebanggaannya sendiri-sendiri. Kebanggaan terhadap sesuatu yang sedang dimiliki atau sesuatu yang tengah dinikmati. Namun bagi orangtua yang tengah memiliki seorang balita, barangkali inilah kebanggaan mereka.

Yang akan saya ceritakan ini adalah hal yang jamak terjadi di kehidupan kita. Tentang perkembangan terhadap balita kita. Namun bagi saya tetap menarik untuk ditulis, itung-itung sebagai cara untuk mengabadikan momen yang tidak bisa ditangkap oleh kamera apapun.

Petang itu, saya baru pulang dari kantor. Belum juga melepas pakaian dan mandi, si Zaki tiba-tiba nyletuk, "Yah, 3 ditambah 1 sama dengan 4". Entah mencontoh darimana.

"Oh, ya?" Kata saya. Iseng, coba saya tes. "Kalau 3 dikurangi 1 sama dengan berapa?"

"Sama dengan... empat." Jawabnya. Saya tahu dia ragu.

Saya coba lagi. Kali ini dengan jari saya sebagai peraga. "Ada 3 (jari) terus diambil satu, jadi berapa?"

Si Zaki masih bingung. Belum bisa menangkap rupanya. Akhirnya saya coba dengan cara lain.

"Begini, kalau kakak punya wafer T*ngo tiga, terus dikasihkan ke adik satu, sekarang wafer T*ngo-nya kakak tinggal berapa?"

"2!" Sahutnya cepat.

H-he...

Imajinasi anak-anak itu sungguh luas. Namun dunia mereka sebenarnya sederhana saja. Maksud saya, dunia mereka tidak lebih dari mainan. Dan jajanan, tentu saja.

Jadi bila setiap pengajaran bisa kita sederhanakan seperti sederhananya dunia mereka, tentu mereka akan bisa (baca: mudah) menerima.

Selamat pagi.

Selamat beraktifitas.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 18, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!