Saturday, October 19, 2013

ujungkelingking - Tadi malam, akhirnya saya berkesempatan menonton kembali film Sherlock Holmes di tipi. Sebenarnya ini adalah kali ketiga saya menonton film yang sama. Waktu awal-awal dirilis (2009, kalau gak salah) sempat nonton sama istri di bioskop. Dulu sih belum punya momongan, sekarang krucil udah dua. Jadi kalau ada film bagus, njagagno rental ae.
 
Film ini diangkat dari novel karangan Sir Arthur Ignatius Conan Doyle. Seorang dokter berkebangsaan Inggris.
 
Karya Sir Arthur ini menceritakan seorang detektif eksentrik bernama Sherlock Holmes yang hidup sekitar abad 18 di London. Bersama rekannya, Dr. Watson, mereka mengungkap kasus-kasus pelik yang tak terselesaikan oleh kepolisian setempat, seperti pembunuhan misterius, pencurian, atau membongkar mitos-mitos tahayul.
 
Karakter Sherlock Holmes ini diceritakan memiliki banyak keahlian yang unik, seperti misalnya dia seorang yang ahli dalam perkelahian tangan kosong, tongkat ataupun pedang. Seorang penyamar yang cerdik. Pemain bola yang bagus. Mampu membedakan jenis-jenis tanah dan darimana asalnya. Mampu membedakan senyawa kimia hanya dengan mencium baunya. Tapi yang paling penting adalah dia mampu memperhatikan detil-detil kecil pada sesuatu. Dengan itu dia mampu mengambil kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan menakjubkan.
 
Namun, di sisi lain, banyak juga hal-hal yang tidak dikuasai Sherlock. Prinsipnya, bila hal itu tidak ada hubungannya dengan kasus yang sedang ditanganinya, dia merasa tidak perlu mempelajarinya.
 
Saya pikir di sinilah logisnya cerita ini. Tidak ada orang di dunia ini yang multi-skill seperti yang tergambar dalam karakter detektif komik, Conan Edogawa aka Shinichi Kudo yang bisa segalanya di dalam setiap kasusnya.
 
Hm, tapi bagaimanapun karakter dan setting dalam film Sherlock Holmes ini saya anggap sukses menduplikasi dari versi novelnya.
 
Baru segini aja 'koleksi' Sherlock Holmes saya.
 
Mungkin setelah ini saya juga akan hunting komiknya Detective Kindaichi atau novel 'Hercule Poirot'nya Agatha Christie. Dan seperti yang dibilang mbak Dee Widiani (adminnya deebacalah.blogspot.com), membaca buku –apapun itu- tetap ada manfaatnya, kok!
 
Jadi, bila tidak sedang menulis, membacalah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, October 19, 2013

Friday, October 18, 2013

ujungkelingking - Setiap orang memiliki kebanggaannya sendiri-sendiri. Kebanggaan terhadap sesuatu yang sedang dimiliki atau sesuatu yang tengah dinikmati. Namun bagi orangtua yang tengah memiliki seorang balita, barangkali inilah kebanggaan mereka.

Yang akan saya ceritakan ini adalah hal yang jamak terjadi di kehidupan kita. Tentang perkembangan terhadap balita kita. Namun bagi saya tetap menarik untuk ditulis, itung-itung sebagai cara untuk mengabadikan momen yang tidak bisa ditangkap oleh kamera apapun.

Petang itu, saya baru pulang dari kantor. Belum juga melepas pakaian dan mandi, si Zaki tiba-tiba nyletuk, "Yah, 3 ditambah 1 sama dengan 4". Entah mencontoh darimana.

"Oh, ya?" Kata saya. Iseng, coba saya tes. "Kalau 3 dikurangi 1 sama dengan berapa?"

"Sama dengan... empat." Jawabnya. Saya tahu dia ragu.

Saya coba lagi. Kali ini dengan jari saya sebagai peraga. "Ada 3 (jari) terus diambil satu, jadi berapa?"

Si Zaki masih bingung. Belum bisa menangkap rupanya. Akhirnya saya coba dengan cara lain.

"Begini, kalau kakak punya wafer T*ngo tiga, terus dikasihkan ke adik satu, sekarang wafer T*ngo-nya kakak tinggal berapa?"

"2!" Sahutnya cepat.

H-he...

Imajinasi anak-anak itu sungguh luas. Namun dunia mereka sebenarnya sederhana saja. Maksud saya, dunia mereka tidak lebih dari mainan. Dan jajanan, tentu saja.

Jadi bila setiap pengajaran bisa kita sederhanakan seperti sederhananya dunia mereka, tentu mereka akan bisa (baca: mudah) menerima.

Selamat pagi.

Selamat beraktifitas.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 18, 2013

Wednesday, October 16, 2013

ujungkelingking - Pertanyaan "menggelitik" ini disampaikan teman saya ketika jam istirahat tadi. Kemarin dia sempat mendengarkan sebuah ceramah tentang qurban ini. Dikatakan oleh sang khatib -saya tidak tahu bagaimana redaksinya- bahwa orang yang berqurban itu nanti akan mengendarai tunggangannya itu ke surga. Seorang teman lain nyletuk, "Kalau begitu kita tidak perlu sholat ataupun puasa. Cukup dengan berqurban saja, kita sudah bisa masuk surga."

Nah, celetukan inilah yang merisaukan teman saya. Dia mempertanyakan keshahihan dalil di atas. Saya tentu tidak bisa menjawab langsung. Disamping karena yang bersangkutan tidak hafal teks dalil tersebut, juga untuk tashih-mentashih atau tafsir-mentafsir dalil bukanlah bidang saya.

Karena itu, saya tidak akan pasang dalil dalam tulisan ini. Bukan karena saya tidak paham, akan tetapi karena saya lagi males copy-paste. #Modus

Hal ini bisa kok kita jelaskan meski tanpa dalil. Logikanya, ketika kita mengatakan bahwa kita beriman kepada Allah dan kita ingin diakui sebagai hamba-Nya, maka pertanyaannya kemudian adalah, "Apa buktinya?" Sebab kalau hanya bisa ngomong saja tanpa disertai bukti, anak kecil juga bisa.

Maka, qurban adalah salah satu fasilitas dari Allah untuk membuktikan keimanan dan ketakwaan kita kepada-Nya. Sholat dan puasa adalah fasilitas juga. Dan karena kita sudah kadung memproklamirkan diri beriman kepada-Nya, maka tugas kita adalah membuktikannya, yaitu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut.

Jadi, apakah menyembelih qurban bisa memasukkan seseorang ke dalam surga?

Huft!


*ditulis sebagai ke'galau'an karena sampai tahun ini belum bisa berqurban.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, October 16, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!